40!

3.1K 258 6
                                    


"Disturbance"

***


"Wah, ada orang jauh!" Seru Tama—dengan nada mencemooh—setelah Cakra mendekat. Sementara yang diledek hanya menyunggingkan senyum miring.

"Apa kabar semua?" Cakra basa-basi.

"Sehat-sehat."

"Tambah banyak duit, gue," celetuk seseorang yang membuat Cakra tersenyum lebar.

"Weh, Jafar!"

Dua laki-laki itu tertawa lalu berpelukan ala laki-laki. "Ke mane aja lo? Udah jarang ke sini. Lupa sama kita?"

"Bukan, gitu," elak Cakra seraya mengambil tempat terfavorit, di bawah pohon karet yang letaknya di depan samping saung yang teman-temannya duduki. "Gue takut ketauan bokap kalau sering keluar malem," imbuhnya.

Hendrik berdecak setelah menyeruput kopi hitamnya. "Bohong mereun, paling sibuk sama cewek, sekarang mah."

Cakra terkekeh, tidak menanggapi. Ia mengeluarkan bungkusan rokok dari kantong jaket, dinyalakannya hingga tak lama kemudian kepulan asap keluar dari mulut laki-laki itu.

"Ini, nih, gaya ngerokok orang frustrasi," ledek Aidan yang setadian tak acuh atas kedatangan personil paling muda di antara mereka. "Sambil bengong," tambahnya lagi.

"Lo lagi ada masalah, ya? Cerita-ceritalah," Jafar mangambil alih pertanyaan sebagai yang paling tua. Mencoba bijak.

"Nggak ada. Abang-abang semua pasti tidur kalo denger gue cerita."

"Wesh! Jangan salah! Gue paling anti yang namanya tidur masih pagi," ucap Tama, congkak.

Cakra tertawa. Lagi. "Abang-abang 'kan udah pada tua, nih, pasti—"

"Gue masih sembilan belas, Ya Rabb."

"—udah pada jago soal perempuan. Nah, gue sedikit ada masalah soal itu."

"Okeh, biarkan Babang Tama mengambil alih." Tama meletakkan gitarnya, beringsut mendekati Cakra dengan tampang sok keren, membuat Jafar, Hendrik dan Aidan bergantian memukul bahu Tama.

"Pigeleuheun!" (Menjijikkan!)

"Ati-ati malah sesat."

"Sirik bae sampeyan semua ini," omel Tama lalu menetapkan fokus pada Cakra yang duduk lebih rendah darinya. "Coba, apa yang mau ditanyain, Dek?"

"Anjir, geli!" Heboh Cakra, kemudian mencoba serius. Ia berdeham, menghilangkan gugup. "Em ... gini, misalnya lo deket sama seseorang, lo cinta banget sama dia, tapi suatu ketika, lo diharusin menjauh dari dia karena suatu alasan. Apa yang bakal lo lakuin, langsung menjauh atau gimana?"

Tama dan yang lain nampak mencerna pertanyaan Cakra. Hingga akhirnya, Aidan lebih dulu membuka suara. "Itu pasti berat buat lo berdua, tapi apa pun alasannya, menjauh secara langsung itu bukan pilihan tepat. Mungkin lo perlu metode lain, kayak menghindar secara halus. Menurut gue lebih gampang. Biar cewek itu benci sama lo, sesuai harapan."

Cakra terpaku memandang pria berusia dua puluh satu itu.

"Be-benci?"

"Iya," sahut Aidan. "Dari awal, yang gue tangkep dari pertanyaan lo itu sebenernya adalah gimana caranya bikin orang yang cinta sama lo jadi benci sama lo. Jadi, gue jawab dengan sangat rasional. Terserah, mau lo pake atau enggak."

"..."

Aidan memetik gitar milik Tama dengan asal. "Tapi, resiko yang harus lo tanggung juga nggak main-main, Cak. Mungkin sampai bisa bikin lo berani nyobain alkohol saking frustrasinya."

Favorably (Complete)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ