24!

4K 316 3
                                    


"Highway Don't Care"


***

      Selama tiga hari belakangan, Alana seakan lupa apa yang namanya fokus. Bagaimana caranya fokus, dan harus seperti apa agar tetap fokus. Kesadarannya seolah-olah direnggut menghilang entah ke mana. Alana linglung, bingung, bahkan terkadang melamun. Dan Intan adalah orang pertama yang menjadi saksi dari itu semua.

Pernah Alana bercerita tanpa ditanya padanya, jika gadis itu sedang menginap di panti asuhan. Lalu kalau ditanya alasan di balik itu, Alana menjawab dia hanya ingin menemani Hafiz.

Tidak masuk akal. Cara Alana bercerita juga tidak kelihatan normal. Dia tersenyum-senyum, sambil sesekali menghela nafas. Seperti orang yang tengah gelisah. Sebenarnya Intan ingin mengorek lebih dalam, tapi saat ini (saat masa UAS sedang berlangsung) Intan belum bisa. Intan benar-benar sibuk karna omelan sang mama yang menyuruhnya harus belajar secara total.

"Jangan ngelamun mulu, dong! Gue berasa makan sama patung tau nggak," sungut Intan pada akhirnya, tidak tahan.

Mereka sedang berada di kantin. Yang hari ini lumayan sepi karna kantin sebelah sedang ada promo jajanan murah. Benar, sekolah ini memiliki dua kantin. Kantin Seru (yang sekarang Alana dan Intan singgahi) dan Kantin Sehat yang semua makanannya rata-rata berbahan dasar sayuran serta roti-rotian. Ya, semacam itulah.

"Gue nggak bengong. Ini pempeknya enak banget, makanya gue menghayati."

Sebelah alis Intan refleks terangkat. Melihat Alana yang mendadak riang sekali, itu aneh!

Secara tiba-tiba, Intan menaruh punggung tangannya ke dahi Alana, yang mana langsung ditepis Alana karna kaget.

"Apaan, sih!"

"Lo yang apaan!" Intan bersungut. "Lo aneh tau nggak! Alana gue itu jutek, judes, bukan yang suka cengar-cengir terus  tiba-tiba murung. Kayak penderita bipolar, tau?!"

Alana memutar bola mata. "Serba salah, ya, emang temenan sama lo," dengusnya.

"Jangan bilang gara-gara Cakra?"

"Kenapa Cakra?"

"Dia bikin lo sedih, 'kan?" Intan berdecak, sedikit menggebrak meja, membuat Alana sekali lagi terkejut. "Gue udah bilang, itu cowok bener-bener, deh!"

"Sumpah, Tan, gue sama sekali nggak paham sama semua gumaman ambigu lo itu."

Intan kemudian terdiam, tanda jika dia lelah berdebat dengan Alana. Meski di dalam hati ia penasaran, tapi sepertinya saat ini Intan harus membiarkan Alana dulu. Mungkin temannya itu sedang butuh waktu berpikir.

Begitu pula Alana, melihat Intan yang terdiam, ia juga melakukan hal yang sama. Terdiam, termenung, lagi-lagi memikirkan cara agar dia bisa lupa pada kejadian kemarin.

Pertemuan singkatnya dengan orang yang seumur hidupnya tak ingin lagi Alana temui.

***

"Aku kadang nggak suka sama pelajaran Sejarah. Materinya itu lho, banyak banget! Bikin pusing. Menurut kamu gimana?"

Yang diajak bicara mengangguk saja, karna saat ini matanya tengah fokus pada ponsel dalam genggaman. Galang mengiriminya game baru, yang sudah beberapa hari ini selalu Cakra mainkan seperti candu. Bahkan ingat jika dirinya sedang UAS pun tidak.

Favorably (Complete)Where stories live. Discover now