11!

4.3K 345 7
                                    


"Secret"

***

       Hari ini olahraga, dan sial sekali karna Alana lupa membawa bajunya akibat telat bangun, sebab semalam begadang karna kehabisan lilin. Argh! Gadis itu mengacak rambutnya kesal. Berkacak pinggang, berjalan bolak-balik dari satu meja ke meja yang lain.

Semua anak di kelas sudah berkumpul di lapangan, tinggal dirinya sendiri di sini. Masih mengenakan seragam putih-abu. Alana benar-benar kebingungan.

"Apa gue izin sekali, ya? Tapi, Pak Rahman bilang gue bakal kena alpa. Duh!"

Lelah, Alana pun duduk di salah satu kursi, menopang dagu. Merenung seraya berpikir. Tapi, lima menit berlalu, tidak ada satu pun solusi yang melintas di kepalanya. Alana mendesah kecewa. Merelakan diri dalam cengkeraman sang alpa.

"Hay, cewek."

Mendengar suara itu, Alana lantas melirik malas ke arah jendela.

"Juteknya ...." Cakra tertawa, menutup jendela lalu masuk kelas, duduk di kursi depan Alana. "Kok, nggak ke lapangan? Lo sakit?"

Alana berdecak. "Gue bilang apa waktu itu. Jangan sok ramah," sinisnya.

Cakra tersenyum geli. Tidak marah atau jengkel. Karna Cakra yakin, lama-lama Cakra akan terbiasa dengan sikap Alana ini.

"Oke," Cakra lalu berdeham, melotot pura-pura galak. "Woy, Kampret! Kenapa lo nggak olahraga?! Mau mati lo?!"

Hening. Hingga beberapa detik saling pandang, Alana mendengus dengan tawa. Kejadiannya singkat, tapi Cakra cukup terpana. Apalagi dengan fakta bahwa ternyata Alana memiliki lesung pipi.

"Gue bilang apa, lo itu manis kalo ketawa," puji Cakra disertai senyum senang.

Alana memutar bola mata. Wajahnya kembali datar. "Lo ngapain ke sini?"

"Jawab dulu, kenapa nggak olahraga?"

"Gue nggak bawa baju olahraga. Lupa."

Ujung bibir Cakra langsung tertarik. "Ya udah, gue di sini juga. Lagian di lapangan cuma praktek lari."

Tak!

Alana melempar Cakra dengan kerikil di kolong meja dan dengan gesit Cakra menghindar. "Gue nggak mau berduaan sama lo di kelas, Sialan!" serunya marah.

"Kita nggak berdua, Lan. Kita bertiga."

"Pala lo!"

"Satu lagi setan." Cakra nyengir dan buru-buru lari ketika melihat Alana melepas sepatunya.

"Pergi sana! Dasar gila!" teriak Alana sambil memakai kembali sepatunya. Mendengus kesal.

Di ambang pintu, Cakra terkekeh. "Gue mau nyari pinjeman baju dulu. Tunggu sini," titahnya kemudian menghilang.

        Mengusap rambut, Alana tercenung. Laki-laki itu aneh, sangat aneh semenjak dia mengetahui rahasianya. Cukup mengherankan, tapi Alana tidak mau ambil pusing.

***

      Dengan santainya, Cakra berjalan menyusuri setiap koridor yang keadaannya sangat sunyi karna jam belajar masih berlangsung. Dia bersenandung dengan tangan dimasukkan ke dalam kantong celana.  Tujuannya adalah kelas XII IPA-1.

Begitu sampai, Cakra melongok sebentar dari jendela, memastikan jika keadaan di dalam aman dari jarahan guru. Dan, seperti dugaannya, kelas ini tidak ada gurunya. Tidak sia-sia Cakra mengunduh aplikasi Path.

Favorably (Complete)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن