45!

3.4K 303 7
                                    


"Apologize"

***

         Ada yang mengganjal hati Dira semenjak mendengar pengakuan Cakra dua hari yang lalu. Antara bingung juga gelisah. Jujur, kali ini Dira sama sekali tidak merasa bahagia melihat Cakra yang tiba-tiba kembali dekat. Justru malah menjadi hal yang aneh karena mata laki-laki itu selalu nampak muram.

Sebenarnya ada apa? Apa motif Cakra?

Seketika ingatan demi ingatan mulai tersusun rapi. Mulai dari Cakra yang tiba-tiba rajin datang menjenguk ke rumah sakit, Cakra yang selalu mengantar jemputnya sekolah, dan Cakra yang selalu bersikap baik setiap waktu. Semua terlalu mendadak seakan-akan sudah diatur terlebih dulu.

"Diatur?" Dira bergumam sendiri. Tayangan televisi di depannya nampak tidak menarik lagi. Hingga satu menit termenung, ia menemukan sebuah petunjuk.

Mata Dira bergulir pada bingkai foto di meja televisi. Pada potret dirinya dan Eljuna yang saling merangkul.

"Nggak mungkin." Dira tertawa kaku. Segala asumsi mulai berargumentasi di dalam kepala. "Nggak mungkin karena Juna, kan?"

     Sejak Cakra selalu ada di sampingnya, Juna seakan hilang ditelan bumi. Dia datang pun hanya sebentar, tidak lama seperti biasanya. Seolah ia memang menginginkan Cakra untuk menggantikan.

Dira menelan pelan salivanya, mengusap wajah, frustrasi. Menyesal kenapa dirinya tidak menyadari skenario itu dari awal. Juna benar-benar!

Dengan kesal, Dira mengambil ponselnya. Menekan panggilan cepat di angka satu dan menunggu sambungan panjang bersama sesak di dada. Sampai akhirnya suara Juna terdengar di ujung sana.

"Kenapa, Dira? Ada masalah?"

"Ke rumah aku. Sekarang."

Pik! Tanpa mendengar balasan, Dira mematikan telepon secara sepihak. Saat ini, yang ia butuhkan hanya alasan laki-laki itu yang dengan tega mempermainkan semuanya.

    Lima belas menit berlalu, Juna pun datang. Dengan air muka khawatir yang tak terelakkan. Tapi, Dira tidak memedulikan itu. Gadis tersebut menyuruh Juna untuk duduk sementara ia membuatkan teh kulit manggis kesukaan Juna.

"Kemu kenapa nelepon aku malem-malem? Kamu nggak apa-apa, 'kan?" tanya Juna yang ternyata menyusul ke dapur, berdiri di samping Dira.

Yang ditanya tidak langsung menoleh dan menjawab, hingga Juna harus berbicara dua kali.

"Dira ... ada apa?"

"Kamu yang ada apa, El." Dira mematikan kompor sebelum akhirnya tatapannya terjatuh pada Juna. Nanar. "Kamu punya rencana apa sama Cakra?"

Detik berikutnya, Dira melihat Juna yang memucat. Dia sungguhan tertangkap basah. Membuat Dira merasa sedih karena firasatnya itu tidak berbohong.

"Ternyata bener."

"Dia ngomong apa sama kamu? Dia nyakitin kamu lagi?"

Dira mendengkus tak percaya mendengar penuturan Eljuna. Kepalanya menggeleng keras. "Bukan dia, El, tapi kamu. Kamu yang nyakitin Cakra!" Teriaknya.

"Aku?" Juna menunjuk dirinya, ekspresi wajahnya berubah datar. "Dia ngomong apa aja sama kamu, Ra. Apa dia ngomong macem-macem yang bikin otak kamu teracuni?"

"JUNA!"

"Si berengsek itu bener-bener—"

Kalimat Juna terhenti ketika tiba-tiba Dira memeluknya. Menangis terisak di sana sembari memukul-mukul pelan dadanya. Juna lantas merasa tenggorokanmya tercekat.

Favorably (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang