Bab 4

6K 666 6
                                    

   Ayahku seorang pasukan keamanan kota. Ia berpangkat Kapten. Sama seperti ibu, ia sering mengajarkanku hal hal yang kuanggap tidak penting saat itu. Cara bertahan hidup di hutan, taktik menembak jitu, dan berbagai hal tentang perang. Sepertinya orang tuaku tau hari ini akan terjadi.

   Ayahku pernah bilang, kemampuan seseorang akan meningkat terhadap benda benda di sekitarnya apabila dalam keadaan terdesak.

   Kali ini Steve tidak bertanya, ia mendekati jendela tua yang tertutup tirai bambu tipis. Ia mengintip keadaan di luar.

     "Sepertinya malam ini tidak Bagus untuk mencari Lizzy dan keluargaku. Sebaiknya kita tetap disini sampai besok pagi" usul Steve.
     "Baiklah" jawabku.

Kami kembali ke lantai 2, aku memilih tidur di kamar nomor 2 dan Steve memilih tidur di kamar nomor 4. Kamar nomor 3 di periksa oleh Steve. Kamar itu bekas pemabuk dan banyak bergelimpangan botol bekas minuman keras.

     "Wizzy, apa lebih baik jika kita beristirahat di ruang tengah saja? Maksudku untuk menghindari agar kita tidak terpisah nantinya" tanya Steve.

   Benar juga, mengingat keadaan di luar sana, membuat kami saling mencemaskan satu sama lain.

     "Oke" jawabku.

   Kami menaruh senjata kami di samping sofa berwarna cream yang telah usang ini.   
    "Kau tidur di sofa saja"ujar Steve.
    "Dan kau? Bukankah hanya ada satu sofa disini? "Tanyaku.
    "Tak apa. Aku bisa tidur di bawah sofa" jawab Steve.

   Aku mengambil 2 selimut tebal untuk kami. Sementara Steve mencari makanan di lemari pendingin lantai 5.

   Aku mencoba untuk menghidupkan televisinya. Ternyata masih bisa hidup, meskipun sinyalnya masih terganggu. Mungkin karena robot dan mesin mesin di luar sana yang merusak sinyal di kota.

   Steve datang membawa peti berwarna biru yang berisi banyak makanan serta minuman kaleng. Kami duduk menyandar di bawah sofa, menekuk kaki dan membalutnya dengan selimut tebal. Kami makan dengan lahap.

   Siaran di televisi mengatakan bahwa keadaan di luar masih berbahaya dan tidak terkendali lalu layar kembali memburam seperti di penuhi jutaan semut hitam.

   Setelah selesai makan, kami mempersiapkan tempat untuk tidur.

     "Menurutmu, apa yang sedang dilakukan oleh walikota? Mengapa tidak ada satu pun bantuan dari luar kota ataupun luar negeri yang menolong kita? " tanya Steve yang sedang mempersiapkan posisi tidurnya di bawah sofa.
     "Entahlah, bukannya tidak ada tetapi belum ada. Aku yakin pasti akan datang bantuan dari luar kota ataupun luar negeri. Mungkin besok. Tidurlah, ini hari yang panjang untuk kita" jawabku. Steve sudah berbaring di bawahku. Tapi, ia hanya memakai selimut hingga lutut.

   Aku menyelimutinya sampai batas dagunya. Ia terbangun dan menggenggam tanganku.

     "Tetaplah bersamaku, Wizzy"ucap Steve. Aku mengangguk pelan.
     "Dan satu lagi... "Ia menatap mataku.
     "Apa? " tanyaku sedikit terkekeh.
     "Selamat ulang tahun yang ke 16 tahun"lanjut Steve. Lalu ia melepaskan genggamannya dan kembali tidur menghadap sisi berlawanan.aku tersenyum kecil. Aku naik ke atas sofa dan bersiap untuk tidur.

   Hari ini, hanya Steve yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Entah dia tau dari mana tanggal ulang tahunku. Aku bahkan lupa kalau hari ini aku berulang tahun yang ke 16.

   Kejutan terbesar dan yang takkan pernah kulupakan dari kota ini adalah aku berpisah dengan adik kesayanganku. Serta hadiah terbesarnya, muncul robot dan mesin mesin jelek itu. Lalu perlahan mataku mulai mengantuk dan aku pun terlelap tidur.

War of The CityWhere stories live. Discover now