Bab 29

2.6K 341 4
                                    

   Meskipun aku seorang anak pramuka, aku memiliki phobia ketinggian. Lebih baik disuruh barlari 20 km daripada panjat tebing 10m. Dan sekarang aku berada diatas gedung tertinggi diantara gedung-gedung pencakar langit lainnya di kota ini. Bisa mati keringat dingin jika aku disuruh melompat dari gedung ini sekarang.

    Rogers sudah memasang alat pemgaman pada tubuhnya begitu juga dengan Steve.

     "Ini" ujar Steve memberikan pengaman padaku. Tapi bagiku ini asalah sebuah pisau yang akan membunuhku secara perlahan.

     "Ayo, ambilah. Kita tidak punya banyak waktu sebelum mutan-mutan itu datang kemari" ulang Steve.

     "Steve, aku punya phobia pada ketinggian" kataku sedikit ragu-ragu. Entah ini pantas atau tidak bila seorang pemimpin pasukan pemberontakan takut pada ketinggian. Itu terdengar lucu. Mungkin Nick akan tertawa mendengarnya.

     "Kalau begitu kau kugendong di belakang lalu kau hanya perlu menutup mata agar tidak melihat seberapa tingginya dirimu" balas Steve.

   Cukup masuk akal, tapi aku merasa ada yang janggal bila aku melakukan itu. Seperti ada yang salah.

     "Ayolah Wizzy, tidak ada cara lain, kau tidak mungkin hanya terdiam disini bukan?" Bujuknya.

     "Baiklah, tapi..."

     "Sudah jangan khawatir, kau akan aman bersamaku" kata Steve meyakinkanku sambil mengenakan alat pengaman di pinggangku, lalu menyatukannya dengan alat pengaman di pinggang bagian belakangnya.

   Steve jongkok menungguku untuk naik di punggungnya. Aku tertarik pada tubuhnya karena alat pengaman ini. Aku menyelepangkan alat pemanah otomatisku kebelakang.

     "Ayo naik, tunggu apalagi? Jangan ragu-ragu, lagi pula aku tidak akan mengambil kesempatan dari ini" ujar Steve menggodaku.

   Baiklah, tidak ada salahnya juga. Aku hanya perlu diam beberapa menit hingga kami turun. Itu tidak sulit bukan?

   Rogers sudah memasang tali dari atas sini yang menjuntai lurus ke bawah.

   Aku naik ke punggung Steve. Merangkul lehernya dan meletakan daguku di pundaknya. Steve berdiri. Ia menggendongku mendekati Rogerz di tepi atap.

     "Tubuhmu sepeti kapas, tuan putri" ujarnya.

     "Sudahlah, jangan menggodaku" balasku sinis.

   Rogers hanya tersenyum geli melihat kami. Entah itu terharu atau mengejeku. Aku pasti terlihat sangat konyol dan seperti anak kecil yang sedang digendong oleh kakaknya.

   Rogers menuruni gedung duluan, lalu Steve dan aku menyusul. Kami turun dari selatan gedung agar tidak terjebak langsung dengan peperangan. Jika turun lewat sisi lain, kami bisa mati sebelum menyentuh permukaan tanah.

   Perlahan tapi pasti Steve menuruni gedung dengan aku dibelakangnya.

   Aku merasa kaki Steve seperti seekor cicak yang menempel pada dinding kaca bangunan ini. Aku sedikit mengintip kebawah. Kepalaku langsung terasa pusing . Aku kembali menutup mataku dan semakin merangkul erat dengan Steve. Aku tidak mau sampai terjatuh.

     "Kau takut?" Tanya Steve.

     "Sedikit" jawabku gengsi.

     "Jangan takut, aku tidak akan membiarkamu sampai terjatuh putri tidur. Tapi jangan tidur di pundaku, ya"

     "Iya, iya"

   Kenapa jantungku berdegup kencang? Apa ini karena phobia ketinggianku? Tapi aku bisa merasakannya. Rasanya berbeda saat aku phobia. Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Seperti ada yang salah...

War of The CityWhere stories live. Discover now