Bab 17

2.8K 391 2
                                    

   Seorang anak kecil, menarik narik tepian bajuku. Rambutnya ikal dan kulitnya putih pucat.

     "Apa kita akan selamat?" Tanyanya lugu.
 
   Aku sedikit terkejut mendengarnya. Anak kecil yang polos, pasti ia merasa ketakutan sekarang.

   Aku duduk dengan tumitku, agar tinggiku setara dengannya.

     "Tenanglah sayang, kita pasti akan selamat. Kami akan berusaha melindungimu dan keluargamu. Kau tidak perlu takut" ujarku mengelus mengelus rambutnya dan menyelipkan beberapa helai ke belakang telinganya.

     "Kau seorang gadis yang hebat. Aku ingin seperti dirimu nanti".

   Lagi lagi aku dibuat terkesan dengan perkataannya.

      "Ya, dia memang gadis yang hebat. Bahkan lebih dari kata itu" sahut Steve disampingku.

   Anak kecil ini tersenyum lalu berlari kembali ke pangkuan orang tuanya.

     "Aku kesana sebentar" pamit Steve.

   Ia menghampiri Betty dan temannya. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi mereka tampak sangat dekat satu sama lain.

   Clark memetikan 3 kali jarinya. Semua persenjataan dan kendaraan keluar dari tempat persembunyiannya. Lalu ia membuka satu persatu kapsul kendaraan.

   Aku membantu anak anak kecil untuk masuk ke dalam tank yang akan di kendarai oleh Nick. Aku yakin mereka lebih aman di dalam sini. Lagipula tank tidak dapat memuat banyak orang dewasa.

   Semua pengungsi sudah masuk ke dalam kendaraan, kecuali timku. Karena kami yang akan berjalan di hutan.

     "Ambilah senjata yang kalian mau!" Kata Clark.

   Aku mengambil senapa panjang, menyiapkan pistol di kedua sisi ikat pinggangku dan mengisi tasku dengan peluru.

     "Clark, apa kau punya P3K disini?" tanyaku pada Clark yang sedang menguji senapannya.

     "Ada, tunggu sebentar aku ambilkan dulu" jawab Clark.

   Aku melihat Rogers sedang mempersiapkan tim kami. Lebih baik aku membantunya dulu.

    "Rogers.." sapaku.
    "Hey Wizzy, di tim kita ada 7 orang pria dan 6 orang wanita" sapanya balik.
    "Apa ada yang kondisinya lemah? Maksudku yang tidak mampu untuk berlari nanti".
    "Menurutku tidak ada".
    "Baguslah".

   Syukurlah di timku semuanya bertubuh tegap dan masih mampu berlari. Itu sedikit mengurangi bebanku nanti.

   Aku kembali merapikan isi tasku agar nyaman saat dibawa berjalan nanti. Aku mengambil foto Lizzy.
Lizzy, mungkin ini saatnya aku berkorban untuk kota kita. Akan aku lakukan untukmu, Lizzy.

     "Ini P3K yang kau minta, Wizzy" Clark menyodorkan P3K yang ukurannya kecil.

     "Terimakasih".

     "Siapa itu? Ia mirip denganmu. Apa fotomu waktu kecil?" tanya Clark melihat foto Lizzy yang sedang ku pegang.

     "Ini adikku. Namanya Lizzy" jawabku.

     "Sepertinya ia anak yang periang. Dimana ia sekarang? Mengapa dia tidak bersamamu?".

     "Ia meninggal saat ledakan di terminal bawah tanah Matahari. Dan kau benar tentangnya. Ia memang anak yang periang" mataku sedikit berair mengenang Lizzy.

    "Maafkan aku, aku tidak tahu kalau adikmu sudah meninggal".

    "Tidak apa-apa, aku sudah biasa dengan kematian. Ayahku meninggal karena kecelakaan dan tak lama ibuku menyusulnya saat sedang bertugas. Ah, seharusnya aku tidak menceritakannya padamu. Maafkan aku".

War of The CityWhere stories live. Discover now