36. Hati Dibayar Ego

33.5K 2.6K 475
                                    

Rasionalitas menjadi prioritas terakhir kala cemburu datang meramaikan suasana

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Rasionalitas menjadi prioritas terakhir kala cemburu datang meramaikan suasana.
♡♡♡


"Lo apa-apaan sih? Ini tuh udah malem banget, pagi malah... jangan kaya gini kenapa?" Suara Juna memekakkan telinganya.

Sebenarnya, cowok itu sama sekali tidak berteriak —nadanya cenderung tenang bahkan untuk situasi seperti ini— tetapi hal itu justru membuat emosinya semakin tidak tertahankan. Begitu kesalnya Kirana, dia merasakan bagaimana ritme detak jantungnya terpacu oleh adrenalin.

"Minggir," tuturnya singkat dan tajam.

Juna tidak beralih posisi. Cowok itu lantas hendak kembali meraih tangannya namun dia segera menghindar. "Kirana, please... udah lah ya... ini beneran bukan waktunya buat kita tengkar. Lagian, kita ini lagi di jalan raya... kenapa kok ngga di mobil aja sih kita ngomongnya?"

Dia mendecak. "Ngga ada yang perlu diomongin lagi, sekarang gue mau pulang..."

"Ya makanya..."

"Siapa juga yang mau pulang ma lo?" Dia mendengus.

Juna menghela nafas. Cowok itu mengacak rambutnya frustasi. "Kenapa sih lo harus kaya gini sekarang? Ini tuh udah lewat tengah malem... udahlah, paling ngga diterusin ntar aja marahannya kalo kita dah pulang juga bisa kan?"

"Ngga bisa," balasnya sinis.

Dia lantas berkelit melewati cowok itu dan meneruskan langkahnya menyusuri jalanan yang sudah lebih sepi daripada ketika mereka datang tadi lantaran jajaran restauran di area itu sudah hampir semuanya tutup.

"Kirana!"

Seruan bertekanan tinggi Juna mewakili amarah cowok itu yang mulai menampakkan diri, tetapi dirinya tetap berjalan lurus tanpa menengok balik sekalipun.

Bukan maksudnya untuk bertengkar hebat dengan cowok itu seperti ini, tetapi nasi sudah terlanjur menjadi bubur, dan Kirana tidak bisa menahan emosi yang meletup-letup dalam dirinya bagaimanapun juga.

"Lo kenapa kaya anak kecil banget sih? Lo mau jalan sampe rumah apa?" Juna menghadangnya. "Gue tau lo marah, tapi bukan begini caranya!"

"Apa lo bilang? Gue kaya anak kecil?" Kirana mendecih. Dia lantas menggelengkan kepalanya. Perkataan Juna itu entah mengapa seakan memancing semua keluh kesah yang tidak ingin dia sampaikan.

"Buat apa sih kita di tengah jalan ngga jelas kaya gini nih? Poin nya apa tengkar di sini itu?" Di bawah sinar lampu jalan, kerutan di dahi Juna terpampang jelas. Matanya yang menyipit menggambarkan kejengahan cowok itu pada situasi yang sedang mereka jalani dan tubuh nya begitu awas terhadap gerakan-gerakan kecil yang dirinya buat.

"Ya emang gue maunya gini trus gimana?" Tuturnya sangat disengaja. "Lo mau cewek yang dewasa? Cewek yang selalu ngalah, yang tutup mata dan tutup mulut meski pacarnya bener-bener kelewat bates? Ya itu bukan gue, lo udah salah milih orang!"

Cinta Sejuta RasaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz