40. Pesta Satu Orang

67.7K 2.8K 526
                                    

Hilang dari pandangan tidak selalu berarti hilang dari pikiran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hilang dari pandangan tidak selalu berarti hilang dari pikiran.
♡♡♡



Kerlap-kerlip lampu panggung seketika menyita pandangan Kirana begitu sepatu hak tingginya menginjak area taman dari sebuah bistro di bilangan Selatan Ibu Kota.

Dengan dress selutut berwarna putih, sesuai dresscode yang tertera dalam undangan, dan tas tangan kecil berwarna senada, dia melangkahkan kakinya menuju ke area pesta.

Hari ini adalah acara ulang tahun Jelita yang ketujuh belas, dan tentu saja, temannya yang merupakan anak juragan minyak kelapa sawit itu merayakannya dengan cara yang lebih bergengsi daripada yang dilakukan kebanyakan remaja seumuran mereka pada umumnya.

Setengah berlari, dia bergegas menuju ke area pre-function. Meskipun sudah berangkat satu setengah jam sebelumnya dari waktu yang sudah ditentukan, Ayah tadi masih saja terjebak kemacetan lantaran tidak mengenali seluk beluk daerah ini.

"Sori Van gue ta-"  Lidahnya tercekat.

Dia dan Nevan kemarin diserahi mandat menjadi petugas penerima tamu oleh Jelita, tetapi yang dia hadapi kini bukanlah cowok itu melainkan teman sekelas garis miring pacar yang sudah tidak berkomunikasi lagi dengannya sejak kurang lebih tiga minggu yang lalu.

"Nevan yang minta gantiin, katanya sih diare," jelas Juna menjawab kebingungannya. Cowok itu hanya memandangnya sekilas dan melemparkan senyum kecil sebelum kembali menyibukkan diri dengan daftar tugas yang harus mereka kerjakan sebelum acara dimulai.

Kirana menahan nafas. Dia memalingkan wajahnya dan mendesah resah. Jujur, dia tidak siap jika harus menghadapi kecanggungan perata hati ini selama empat jam ke depan.

Sejak malam ketika dirinya berbicara dengan Juna di depan rumah cowok itu, hubungan mereka jadi menggantung, tanpa arah dan kepastian akan sisi mana yang seharusnya dituju.

Keraguan itu lantas perlahan mempengaruhi frekuensi komunikasi mereka sehingga pada suatu hari Juna berhenti mengirimkan pesan-pesan tidak penting seperti dagangan apa yang lewat di depan rumahnya, dan bagaimana usilnya Kak Pandu hari ini.

Ketika pagi datang, dia juga tidak lagi melihat sebuah Honda City berwarna hitam yang terpakir di depan rumahnya, dan cowok itu juga tidak lagi berusaha mengajaknya untuk pulang bersama seusai sekolah.

"Emh... ini... meja buat hadiahnya belum ada." Celetukan Juna membuyarkan lamunannya. Cowok itu kemudian memberikan gesture bahwa dia akan pergi sebelum melangkahkan kaki menuju bagian indoor bistro di mana tim pengatur acara pesta sedang berkumpul membahas rundown.

Kirana memandang punggung cowok itu yang kian lama kian menjauh darinya. Hatinya terasa tercabik-cabik, seolah ada linggis yang senantiasa berusaha untuk mencabut setiap lapisannya. Dalam diam dia menyesali keangkuhan yang dia pertahankan atas nama ego.

Cinta Sejuta RasaWhere stories live. Discover now