Pesan

2.2K 160 17
                                    

Saya sendiri sebenarnya menulis itu ingin menyampaikan sesuatu. Cieh, menyampaikan sesuatu. Tapi itu juga karena pesan dari Allah di dalam Al-Qur'an.

"Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah yang munkar." [Ali 'Imran: 110]

Tentunya sebagai seorang muslim saya punya kewajiban melaksanakan firman Allah ini. Maka dari itu, saya berusaha untuk bisa memberikan pelajaran dan pesan di setiap tulisan yang saya buat. Terdengar lebay juga sih, kenapa juga saya harus seperti seorang pendakwah. Tapi tulisan tanpa ada pesan di dalamnya tidak akan hidup.

Ada dua tipe manusia di dunia ini. Orang yang melihat sesuatu dan orang yang merasakan sesuatu. Orang yang melihat sesuatu itu ia hanya akan membaca apa yang ia lihat. Sedangkan orang yang merasakan sesuatu adalah orang yang membaca dan merasakan pesan yang ada di dalamnya. Orang yang tipe pertama ini dia sekedar membaca, berapa banyak pun tulisan yang ia baca ia tak akan mengerti karena sekedar di mulut saja. Sedangkan orang yang merasakan sesuatu, ketika dia membaca atau bahkan dibacakan sebuah tulisan, maka ia akan mengingat pesan-pesan itu.

Guys, dunia ini banyak orang-orang yang punya pemikiran nyeleneh. Para abege-abege jaman sekarang berbeda dengan jaman saya muda dulu. Lihatlah ketimpangan di masyarakat, lihatlah kesenjangan di antara manusia. Ternyata jaman ini dipenuhi oleh orang-orang yang tidak peduli sesama, berbuat semaunya, hedonis, apatis, dan hipokrit.

Kita secara naluriah tentunya sudah mengenal mana yang baik dan mana yang bukan. Apalagi kalau kita sudah belajar tentang norma-norma, baik norma agama, norma kesusilaan yang ada di masyarakat. Contohnya kita nggak mungkin mengatakan orang yang makan dengan tangan kiri dianggap baik. Kenapa? Bukannya itu cuma perkara makan saja. Buat apa dipermasalahkan. Ingat, kita ada norma agama yang mana mengarahkan manusia agar hidup lebih baik. Agama saya mengajarkan makan dengan tangan kanan dan melarang makan dengan tangan kiri. Ini saja sudah disebut suatu kebaikan.

Kira-kira bagaimana cara yang tepat bagi kita untuk bisa punya andil di dalam hal ini? Mau berorasi? Mau jadi orang terkenal? Punya perusahaan media? Mau jadi presiden dulu? Tidak ternyata.

Ada cara yang lebih mudah dari itu semua, yaitu dengan cara menulis.

Pena lebih tajam dari pedang ~ Winston Churcill.

Memang benar. Coba lihat jaman sekarang, di saat orang-orang bisa diarahkan dengan media masa. Anda tentunya heran ketika ada sebagian media-media provokasi yang menuliskan statemen-statemen yang mengarahkan masyarakat untuk berbuat makar. Ini salah satu dari kekuatan menulis. Jaman dulu orang-orang selalu mencari berita. Ya, ketika saya masih muda orang-orang suka membaca koran, membaca majalah, tabloid dan buku.

Memang jaman sekarang minat membaca orang Indonesia itu kurang. Contoh yang paling mudah bisa dilihat adalah pernahkah Anda sesekali membaca tulisan yang ada di produk kemasan, dari apa bahannya, berbahaya ataukah tidak? Pernahkah Anda sesekali membaca isi dari postingan yang dishare oleh kawan Anda di Facebook atau pun media sosial lainnya? Ataukah Anda sekedar baca judul dan sinopsisnya saja?

Bahkan di jaman sekarang pun orang masih bingung kenapa pintu mini market tidak bisa dibuka lantaran ia tak membaca tulisan "DORONG" yang tertera di pintunya.

Oke, kembali ke pesan.

Lalu bagaimana caranya kita menuliskan pesan yang ingin kita sampaikan ke sebuah cerita. Pertama, kau harus punya Ide dulu. Ide ada di tulisan saya sebelumnya. Dari ide itulah kemudian berangkat ke masalah pesan ini. Pesan bisa Anda sisipkan di sela-sela cerita. Atau bahkan keseluruhan ide anda berangkat dari pesan yang ingin Anda sampaikan, ini lebih bagus lagi.

Anda bisa sisipkan dialog atau percakapan di dalam cerita Anda semisalnya dialog seperti ini:

"Kang, koq tidak ikut ke masjid?" tanya Adi.

"Saya sholat di rumah aja, Di," jawab Burhan.

"Eh, jangan begitu. Sholat di masjid itu pahalanya 27 raka'at lho. Ayok deh, sholat ke masjid. Ntar ane traktir minum kopi habis dari masjid," bujuk Adi.

"Serius? Oke deh kalo gitu," ucap Burhan dengan sumringah.

"Dasar, kalau ditraktir aja mau. Ayolah!"

Nah, apa pesan dari dialog di atas? Ajakan pergi untuk jama'ah sholat di masjid. Simpel sebenarnya, tapi ini sudah dianggap sebagai salah satu kebaikan lho karena kita mengajak kepada kebenaran. Semakin banyak pesan-pesan yang ingin Anda sampaikan di dalam sebuah cerita, maka semakin berkualitas buku yang anda tulis. Trust me. Meskipun ceritanya tidak sebagus cerita penulis-penulis ternama, tapi buku yang sarat penuh pesan akan membuat penulisnya mendapatkan manfaat, demikian juga pembacanya. Manfaat penulisnya tentu saja ia mendapatkan pahala karena telah menyebarkan kebaikan, pahalanya bakal bertambah kalau para pembacanya melakukan apa yang disampaikan.

Sama halnya kalau Anda menulis sesuatu yang mengajak kepada kesesatan, mengajak kepada kebencian, mengajak kepada hal-hal yang berbau dosa. Misalnya mengajak untuk membunuh orang, mengajak untuk mencuri, mengajak untuk korupsi misalnya. Misalnya tulisannya mengajak untuk menentang Tuhan, mengutuk Sang Pencipta misalnya. Ini tentunya tidak benar dan penulisnya berdosa. Bahkan kalau ada orang yang mengikuti pesan penulisnya, maka sang penulis akan dapat dosanya juga.

Jadi mulai sekarang berhati-hatilah dalam menulis. Tangan yang Anda gunakan untuk menulis suatu saat akan dimintai pertanggung jawaban. Dia akan berbicara di hari Akhir tentang semua perbuatan Anda. Maka dari itu biar nanti tangan kita menjadi saksi kebenaran, maka tulislah sesuatu yang bermanfaat. Setidaknya cerita Anda lebih berbobot dengan pesan-pesan kebaikan daripada sekedar cerita picisan yang terkadang saya nggak tahu apa pesan yang ada di dalam cerita itu.

Panduan MenulisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang