thirty four; bad things

22.7K 1.3K 84
                                    

Langit sudah gelap saat mobil yang Nadiar tumpangi kini berhenti di depan rumah milik Nadiar. Sisa tawa akibat celotehan Nadiar yang direspon menyebalkan oleh Alvis pun, perlahan terhenti. Nadiar tersenyum lebar pada Alvis. "Bye honey, sampai ketemu di kantor!"

Baru saja tangan Nadiar menyentuh gagang pintu mobil, suara Alvis yang berseru, "Tunggu!" membuat Nadiar membatalkan niatnya dan menoleh pada Alvis.

"Kenapa?" tanya Nadiar dengan alis yang terangkat sebelah.

Alvis melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum miring pada Nadiar. Dan sial, ketampanan Alvis berlipat-lipat! "Aku yang bukain pintunya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.

BUNUH GUE!! Nadiar tidak bisa merespon kelakuan Alvis sedikitpun. Ia hanya diam saat Alvis keluar dan mengelilingi mobil. Sifat Alvis yang amat sangat jarang Nadiar lihat kini seketika membuat darah Nadiar berdesir. Dan harus Nadiar akui. Untuk pertama kalinya, Nadiar merasakan kegugupan yang berlipat saat pintu mobil terbuka, dan menampakan tubuh bagian tengah Alvis.

Alvis menunduk, lalu mengulurkan tangannya pada Nadiar. Senyum manis terukir jelas di wajah Alvis. "Ayo ...," jeda, senyum Alvis melebar. "Sayang."

KAMVREDO!! Jantung Nadiar serasa akan meledak saat itu juga. Sambil tersenyum bego, Nadiar mengulurkan tangannya, dan membalas genggaman tangan Alvis. "Hehe, makasih sayang." balas Nadiar seadanya.

Alvis mendengus geli, lalu menarik tangan Nadiar saat Nadiar menurunkan kakinya ke aspal jalanan. Alvis menutup pintu mobil, lalu tersenyum tipis pada Nadiar. "Sampai ketemu di kantor," ucapnya, yang di balas anggukan cepat Nadiar. Alvis mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Nadiar, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Nadiar. "Good night, love."

BUNDA!! AYAH!! TOLONGIN DIAR!! DIAR GAK KUAD! Sekali lagi, Nadiar hanya bisa cengengasan untuk menutupi kegugupannya. "Iya, kamu juga gut naig, ya lop, hehe."

Alvis terkekeh kecil, lalu menjauhkan wajahnya dari Nadiar. "Udah sana, masuk!"

Nadiar tersenyum. Dan Nadiar bersumpah bahwa ia merasakan bibirnya gemetaran saat menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. "Sampai ketemu di kantor."

"He-em," Alvis mengangguk, lalu mengedikan dagunya ke rumah Nadiar. "Sana! Ntar kamu kedinginan."

Nadiar nyengir lebar, lalu berjalan dengan kaki gemetaran. Nadiar melangkah lebar-lebar, memaksakan kakinya yang lemas itu agar ia bisa cepat-cepat masuk rumah. Dalam hati, Nadiar berdo'a agar Alvis tidak menyadari betapa gugupnya Nadiar. HELOWW!! NADIAR ITU PLAYGIRL! Plis, deh, ah. Gugup di depan cowok itu menurunkan derajat playgirl kelas atas seperti Nadiar.

"ABANG!!" Nadiar berteriak sekuat tenaga, lalu berlari ke lantai 2, dan tidak mempedulikan Ayahnya yang menyemburkan minuman dan langsung tersedak. Biarlah, ada Bunda yang menemani Ayah untuk menepuk punggung Ayahnya. Nadiar masih ada urusan. Ia harus segera menemui Alden di kamarnya. Sampai di depan kamar sang kakak, Nadiar menggebrak pintunya cepat, membuat Alden yang sedang main PS, melompat di kasur sambil berteriak kaget.

"KAGET GUE, NAD!" teriak Alden sambil melotot garang. Alden lalu menatap layar televisi dengan wajah sedih. "Ish, padahal dikit banget lagi menang."

Nadiar tidak peduli. Ia berjalan cepat ke arah Alden yang sedang menekan-nekan tombol stik PS dengan wajah cemberut. Nadiar harus bertanya sekarang. Ini antara hidup dan mati Nadiar. "Abang! Kayaknya, Diar mau sekarat!"

Alden melotot pada Nadiar. "Apa?! Tau darimana lo?! Lo punya kanker?! Gue oprasi sekarang, Nad! Gue bakal bikin lo sembuh hari ini juga! Ayo kita ke rumah sakit!"

Nadiar menggeleng cepat saat Alden sudah berdiri dan memegang tangan Nadiar. "Jantung gue."

"Kenapa?! Jantung lo bocor?!"

Handsome CEO [Repost]Where stories live. Discover now