thirty five; hair

20.7K 957 13
                                    

Karena dia sekedar orang pecundang dan aku tahu itu.

—Little Mix—

Nadiar tidak tahu kata apa yang dapat mendeskripsikan tentang apa yang dirasakannya pagi ini kepada dunia.

Aneh? Kaget? Heran? Menakjubkan? Mengerikan? Mengharukan?

Entahlah. Yang pasti, seperti biasa, Nadiar pergi ke kantor untuk bekerja. Bedanya, saat ini Nadiar sedang berdiri membelakangi pintu masuk dan disuguhi dengan pemandangan yang menegangkan di balik tubuh tegap seseorang yang membelakanginya. Di bawahnya ada pria yang lebih tua sedang bersujud sambil menangis tersendu.

Pria itu terlihat kacau. Pakaiannya lusuh, dan rambutnya berantakan. Yang dia lakukan hanya menangis sambil memohon dan mendongakan kepalanya pada Alvis. Ya, lelaki yang sedang berdiri tegap tanpa mengacuhkan orang yang bersujud dihadapannya itu adalah pacar Nadiar. Alvis tetap berdiri tegap, dan tidak peduli walaupun pria yang bersujud padanya itu sudah menciumi kaki Alvis yang terbalut sepatu beberapa kali. "Saya bersalah, Pak! Saya mohon kembalikan karir saya!"

Entah apa yang dilakukan Alvis terhadap laki-laki itu. Yang pasti, laki-laki itu seolah tidak peduli dengan beribu mata yang menatap iba atau penasaran padanya. Begitupun dengan Alvis yang hanya bersidekap dan membiarkan kakinya dipeluk tanpa menghiraukan tatapan marah atau sinis yang ditujukan padanya. Sedangkan Nadiar, dia hanya diam dan tertegun dengan apa yang dilihatnya saat ini.

"Pak! Saya mohon maafkan saya! Saya mohon!" pria itu berseru dengan suaranya yang serak, lalu menundukan kepala dan menangis kencang.

"Saya mohon, Pak, kasihani saya! Saya sudah mencari-cari pekerjaan, namun mereka malah mengatakan jika saya pengkhianat! Saya mohon, Pak! Saya tahu ini ulah bapak yang mengatakan pada presdir saya terdahulu untuk memblacklist nama saya!"

Hening. Hanya suara isakan yang terdengar sebelum Alvis mendengus sinis, lalu menendang bahu pria itu hingga tersungkur ke belakang.

Mulut Nadiar menganga lebar, sedangkan karyawan yang lain sudah menarik napas kaget. Baru kali ini Nadiar melihat seseorang yang merendahkan orang lain dengan kejamnya. Dan lagi, ini kantor. Banyak sekali orang yang melihat kejadian tersebut. Tidakkah Alvis berniat mengurangi kekejamannya itu? Atau, apakah Alvis memang berniat untuk membuat dirinya terlihat berkuasa? Sehingga, tidak ada yang berani untuk macam-macam padanya.

"Anda membuat kesalahan yang sangat fatal, jika Anda lupa," suara Alvis terdengar, membuat Nadiar diam tegang di tempatnya. Suara Alvis begitu mencekam, begitu dingin dan terdengar amat kejam.

"Anda berani merendahkan saya. Merendahkan kekuasaan saya. Saya sudah memperingatkan Anda sebelumnya, bukan?"

Nadiar menelan ludah.

Pria yang terjungkal itu, kini bergegas bangkit dan kembali bersujud di kaki Alvis. "Saya bersalah! Tolong ampuni saya!" serunya kencang, lalu menangis tersendu-sendu. "Hidup saya kini kacau! Istri saya membawa anak saya dan meninggalkan saya! Ampuni saya! Saya mohon!"

Alvis mendengus keras. "Teruslah memohon. Saya tidak akan pernah mengampuni kamu bahkan saat kamu sudah menjadi gelandangan di jalanan. Kamu pantas mendapatkannya."

Pria itu menangis sambil terus menundukan kepalanya hingga keningnya terlihat menyentuh lantai.

Nadiar menelan ludah, lalu menggigit bibir bawahnya, merasa iba dengan kelakuan pria itu.

Alvis terdengar menghela napas jengah. "Bawa dia enyah dari hadapan saya," perintahnya yang langsung di angguki oleh dua satpam yang berada di sana.

Kedua satpam itu lalu masing-masing memegang tangan kanan dan kiri pria itu. Pria itu terus memberontak sambil mencoba menahan kakinya untuk tetap di sana. Alvis sendiri tidak berniat untuk menoleh dan hanya menatap lurus-lurus ke depan. Saat dua satpam dan pria itu berjalan ke arah Nadiar, Nadiar menunduk dan menghela napas panjang, merasakan sedikit sesak pada jantungnya.

Handsome CEO [Repost]Where stories live. Discover now