fourty two; stand by you

17.2K 1K 0
                                    

Viral!! Pelaku Bom di Rumah Sakit Berhasil di Tangkap!

Kejamnya Berbagai Kejahatan Pelaku Bom Rumah Sakit

Polisi Yang Menembak Mati Pelaku Bom Rumah Sakit Diberi Apresiasi

Selain Merampok, Pelaku Bom Rumah Sakit Sering Melecehkan Anak di Bawah Umur

Nadiar menghela napas, lalu menelan ludahnya dengan susah payah. Saat ini, seluruh sosial media sedang menampilkan berita tentang lelaki yang sehari yang lalu menjambak Nadiar. Berita ini sudah sampai ke mana-mana dan menjadi viral di youtube juga. Berita di televisi pun tak hentinya mempertontonkan adegan di cctv saat penjahat itu menyandera warga. Nadiar benar-benar tidak menyangka orang yang menjambaknya itu adalah penjahat yang sangat di benci dunia. Dan mengetahui jika Nadiar pernah di caci maki penjahat ..., Nadiar merasa dirinya lebih buruk dari penjahat sendiri.

Ya, penjahat itu bahkan melihat Nadiar sebagai orang yang jahat. Dan itu benar-benar terdengar buruk bagi Nadiar. Memikirkannya, membuat Nadiar menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya di sofa. Ia melempar ponselnya di ruang kosong di sofa, lalu menghela napas panjang. Hari ini, entah mengapa terasa ada beban berat di bahu Nadiar. Apa mungkin karena penjahat itu menyalahkan Nadiar atas kesialan yang diterimanya? Ya, mungkin karena itu. Nadiar jadi merasa jika dirinya adalah penyebab kematian orang yang menjambaknya itu.

Sensasi dingin yang tiba-tiba menyengat pipinya membuat Nadiar tersentak kemudian menoleh ke samping, dan menemukan sebuah minuman kaleng di sana. Nadiar lalu mengangkat tatapannya dan mendapati pemegang kaleng tersebut tersenyum pada Nadiar.

"Buat kamu," ucap Alvis. Dan Nadiar langsung mengambil alih minuman kaleng tersebut. Alvis lalu duduk di sofa, tepat di samping Nadiar. "Kamu kenapa ngelamun?"

Nadiar memajukan bibir bawahnya. "Aku cuma kepikiran berita akhir-akhir ini."

"Berita apa? Itu kenapa kalengnya gak di buka?"

"Bukain," Nadiar berujar manja sambil menyimpan pelipisnya di bahu Alvis dan menyodorkan minuman kaleng tersebut.

"Manja," ejek Alvis, namun tetap mengambil minuman kaleng tersebut dan membukanya untuk Nadiar, lalu mengembalikannya pada Nadiar.

Nadiar nyengir lebar sambil meneguk minumannya, lalu membuang napas panjang. "Kamu denger berita yang lagi viral akhir-akhir ini, gak?" tanyanya sambil menoleh pada Alvis.

"Nggak. Emang ada apaan?"

Nadiar membenarkan posisi kepalanya di bahu Alvis, lalu menghela napas panjang. "Orang yang waktu itu jambak dan tampar aku di kantor, dia mati di tembak karna nyandera orang di bank. Nekat banget."

"Hmm. Trus?"

"Kok gak kaget?" tanya Nadiar sambil menjauhkan pelipisnya dari bahu Alvis, kemudian matanya memelototi Alvis. "Kamu gak ngerasa wow, gitu?"

Alvis hanya menggeleng santai sambil meminum minuman kalengnya. "Ngapain orang mati di wow-in?"

Mata Nadiar mengerjap cepat. "Iya juga, sih," ucapnya, lalu menghela napas panjang. "Aku cuma ngerasa buruk aja karna berita itu."

"Kenapa?" tanya Alvis dengan matanya yang memincing.

Nadiar kembali menghela napas panjang. "Ya kamu bayangin aja. Kamu di caci maki sama penjahat. Dan rasanya di caci sama penjahat, kayaknya lebih buruk dari penjahat itu sendiri."

Alvis hanya menyimpan minuman kalengnya, lalu menggaruk tengkuk. "Kenapa kamu harus ngerasa gitu?"

"Yah ..., entah," jawab Nadiar sambil mengedikan bahunya. "Kalo yang caci maki itu orang baik, kayaknya lebih baik. Karna apa? Orang baik tau apa perilaku yang benar. Tapi kalo yang caci maki ternyata orang jahat? Well, orang jahat itu pun tau kalo yang dia lakuin jahat. Dan saat kamu di cap jahat sama penjahat ...," jeda, Nadiar menggelengkan kepalanya, lalu menghela napas panjang. "Rasanya bener-bener buruk."

Suara helaan napas panjang kali ini terdengar dari Alvis. "Kamu gak usah ngerasa kayak gitu. Penjahat itu gak punya otak dan hati nurani. Penjahat selalu berpikir apa yang dilakuinnya bener," balasnya, kemudian terdiam dan terlihat menerawang. Matanya lalu kembali menatap Nadiar tepat di manik mata. "Tapi ..., penjahat juga punya kelemahan."

Nadiar mengigit bibir bawahnya, lalu menghela napas panjang. "Tapi, tetep aja aku—"

"Kamu terlalu baik," potong Alvis cepat dengan matanya yang tak berhenti menatap tepat pada manik mata Nadiar. "Kamu terlalu percaya sama dunia. Kamu seolah gak punya rasa takut dan menganggap semua manusia itu sama."

Nadiar menghela napas panjang lagi. "Aku bukan orang baik. Aku juga pernah suudzon sama orang. Aku netral, dan punya logika. Itu aja."

"Aku juga punya logika, tapi itu gak bikin aku jadi sebaik kamu," Alvis membalas, dan terlihat menelan ludahnya susah payah. "Kamu benar, Nad. Kita bener-bener berbanding terbalik. Aku Lucifer, dan kamu Gabriel. Aku iblis, kamu malaikat. Aku jahat, dan kamu baik. Pertanyaannya ...," jeda, Alvis menatap tepat di manik mata Nadiar. "... apa kita bisa berakhir bahagia?"

Nadiar diam. Alvis pun diam. Mata Nadiar mengerjap dan menatap tidak mengerti pada Alvis. Mengapa jadi menyambung ke arah ini? Bukannya tadi mereka sedang membicarakan tentang berita? Lalu, kenapa tiba-tiba menyambung ke arah ini? Apa ini yang membuat perilaku Alvis jadi sangat aneh hari ini? Nadiar menggigit bibir bawahnya, lalu menangkup pipi Alvis, dan menatap tepat di manik mata Alvis. "Ada apa? Ini aneh untuk hubungan kita yang baru ini. Kamu tiba-tiba ngomongin itu."

Alvis mengedipkan matanya beberapa kali, lalu menurunkan pandangannya—enggan menatap Nadiar. "Ah ...," jeda, Alvis tertawa sumbang. "Aku cuma ngelantur, maaf."

Nadiar menggeleng dan menahan kuat pipi Alvis dengan tangannya saat Alvis akan membuang mukanya. "Look me in the eyes, Al," ucapnya, dan membuat Alvis kembali menatap Nadiar. "You can tell me."

"I-I ...," jeda, kedua mata Alvis bergulir menatap mata kanan dan kiri Nadiar. "I'm just scared. I don't want to lose you, Nadiar."

Nadiar terdiam senejak, lalu menelan ludah. "Kenapa kamu tiba-tiba ngomong gitu?"

Alvis tertawa sumbang. "Semua orang takut kehilangan, bukan?"

Nadiar terdiam dan tetap menatap mata Alvis yang berbinar putus asa, ketakutan, dan kesedihan itu. Nadiar tidak tahu apa yang membuat perasaannya bercampur aduk seperti ini. Namun, Nadiar pun merasakannya. Ketakutan yang Alvis rasakan. Seolah, apapun yang berhubungan dengan Alvis, akan menyakitinya juga di masa depan.

Karena itu, yang dapat Nadiar lakukan hanyalah memeluk Alvis dengan erat, dan dibalas tak kalah eratnya oleh Alvis. Nadiar memejamkan matanya, mencoba mencari ketenangan dari pelukan Alvis.

Namun, Nadiar merasakan perasaan takut yang lebih kuat. Sehingga, dengan seluruh keberanian yang tersisa, Nadiar mengeratkan pelukannya dan berucap, "Don't worry, I'm here." dengan harapan, itu akan terjadi selamanya.

Buat kalian semua yang mau novel versi cetaknya, bisa diliat langsung aja di sini ya guys yaaa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Buat kalian semua yang mau novel versi cetaknya, bisa diliat langsung aja di sini ya guys yaaa

Tata cara pembelian :

Buka aplikasi shopee > ketik nama toko Pure Publishing > buka toko > klik bagian terbaru

Or link : https://shp.ee/1teenpv

Handsome CEO [Repost]Where stories live. Discover now