fourty one; one thing

16.4K 1K 9
                                    

Ada yang aneh dengan Alvis hari ini. Alvis benar-benar manja. Manja yang kebangetan. Masalahnya, saat ini, saat Devan masih ada di dekat mereka, Alvis malah duduk di sofa sambil terus memeluk pinggang Nadiar dari samping, dan menyimpan kepalanya di bahu Nadiar.

Nadiar mencoba melepaskan tangan Alvis dari tubuhnya, namun sangat susah seperti tangan Alvis di lem dengan kuat di sana. "Vis, jangan gini deh. Ini ada anak yang lagi dipingit. Dan kalo dia ngeliatin kita lebih lama lagi, tar dia jadi pengen. Kalo aku yang jadi korban pelukan dia, tar berabe," katanya sambil melirik Devan, dan hanya di balas dengan tatapan najis-tralalanya.

"Biarin, yang. Jangan lepasin," balas Alvis dengan manja dan mengeratkan pelukannya di pinggang Nadiar. "Dia gak akan berani meluk kamu. Tar aku patahin tangannya kalo dia berani."

Nadiar menghela napas panjang. Masalahnya lagi, Alvis ini membuat jantung Nadiar makin berdentum cepat. Skinship dengan Alvis memang bukan musibah. Namun, jika apa kata Alden benar, Nadiar bisa-bisa stroke di depan Alvis. Dan itulah musibahnya. Yang dapat Nadiar lakukan sekarang adalah pasrah dan mengusap lembut rambut Alvis, menikmati rasa nyaman walaupun jantungnya terasa ingin meledak.

"Aku bisa denger suara jantung kamu dari sini," Alvis tiba-tiba berucap sambil menyurukan wajahnya sedikit turun di bahu Nadiar, membuat Nadiar refleks menahan napasnya. "Sama kayak aku. Ketukannya, bener-bener mirip."

"Sumpah?!" pekik Nadiar tidak percaya sambil melotot pada Alvis, dan Alvis hanya mengangguk menjawab Nadiar. "Wah, berarti, kamu harus periksa ke Bang Alden juga, Al. Bang Alden lagi nyari tahu tentang penyakit ini."

"Penyakit?"

"Iya," jawab Nadiar sambil mengangguk sekilas. "Soalnya, kata Bang Alden, ini bisa jadi stroke."

Alvis langsung mengangkat kepalanya dan menatap Nadiar dengan ekspresi bingungnya. "Kenapa kamu bisa mikir gitu? Abang kamu juga, kenapa gak ngerti?"

Nadiar mengerjapkan matanya. "Soalnya, aku ngerasain hal ini waktu sama kamu doang. Kata Bang Alden, ini mirip kayak salah satu jenis amnesia gitu. Jadi, sekarang Bang Alden lagi nanya-nanya ke temen dokternya buat nyari tahu."

"Abang kamu dokter?" tanya Alvis, yang di jawab dengan anggukan Nadiar. "Dan dia gak tau apa gejala ini? Dan kamu ngerasainnya cuma sama aku doang?" Alvis kembali bertanya, membuat Nadiar lagi-lagi mengangguk. Alvis mendengus geli. "Aku tahu ini kenapa, yang."

Nadiar mengerutkan alisnya dengan bingung. "Kenapa?"

"Ini gejala ...," jeda, Alvis mendekatkan bibirnya pada telinga Nadiar. "Jatuh. Cinta."

"Ah masa, sih?" heran Nadiar sambil menatap Alvis. "Aku kan emang cinta sama kamu. Tapi, waktu sama mantan-mantan aku, aku gak pernah ngerasain gini. Aku kan pernah cinta sama mereka."

Alvis tiba-tiba tersenyum lebar, lalu mengusap puncak kepala Nadiar. "Ya, ya, kamu pernah cinta mereka," ucapnya aneh, lalu melepaskan pelukannya. Alvis merebahkan tubuhnya di sofa dengan paha Nadiar sebagai bantalan. Senyumnya masih terukir lebar saat Nadiar menunduk untuk menatapnya. "Nadiar."

"Kenapa?"

"Kabur sama aku, yuk! Kamu tinggalin semua yang ada di sini, dan aku bakal kasih kamu segalanya."

Nadiar melotot pada Alvis. "Gila, ya?"

"Aku serius," jawab Alvis cepat sambil menggenggam tangan Nadiar dan menyimpan genggaman tangan itu di perut Alvis. "Kita ngilang di dunia ini, dan tinggalin segala yang ada di sini."

"Kamu aneh!" seru Nadiar sambil mengerenyitkan alisnya. Ia lalu menoleh pada Devan. "Temen lo ini kenapa? Kesurupan?"

Devan hanya mengedikan bahunya, lalu berlalu dari pandangan mereka.

"Dih, sama anehnya," gerutu Nadiar sebal. Nadiar lalu kembali menatap pada Alvis. "Kamu gak lagi kesurupan, kan? Atau, kepala kamu kebentur sesuatu, gitu? Bisa jadi itu bikin otak kamu agak geser."

"Aku udah bilang kalo aku serius, Nadiar Gabriela Putri," ucap Alvis sambil menatap tepat pada mata Nadiar. "Kamu bilang kamu cinta aku, kan? Jadi, ayo kita lari dan ngilang dari dunia ini."

Nadiar menggeleng cepat. "Aku gak mau. Ucapan kamu yang bilang bakal ngasih segalanya, itu bohong. Karna bagi aku, disini adalah segalanya. Tempat dimana sahabat dan keluarga aku tinggal," jawabnya panjang lebar, lalu memincingkan matanya pada Alvis. "Apa yang bikin kamu pengen ngilang dari dunia ini?"

Alvis terdiam sejenak, lalu menurunkan pandangannya, enggan menatap Nadiar. "Ada resiko, dan masa lalu yang harus aku hindari."

Nadiar menatap Alvis datar, lalu cemberut. "Cih, dasar anak manja!" ejeknya sambil menatap Alvis tajam. "Disini, yang sebenernya manja itu kamu! Bukannya hadapi, malah lari. Itu namanya cemen, tau gak? Gak gentle! Kamu aku blacklist jadi suami!"

"Kok gitu?!" pekik Alvis dengan matanya yang melotot pada Nadiar.

"Yaiyalah!" Nadiar menjawab sambil balik melotot. "Ngadapin masa lalu aja kamu ogah, apalagi masa depan? Misal, nih, yah. Kamu ngelamar aku, trus keluarga aku gak restuin. Kamu mau ngajak aku kawin lari, iya? Atau yang paling parah, kamu bakal bikin aku hamil duluan," ucapnya panjang lebar, lalu bergidik ngeri. "Idih! Ogah banget punya kandidat suami kayak gitu."

Alvis menghela napas panjang, lalu mengangguk. "Hmm, kamu bener juga."

"Yaiyalah, Diar, gituloh."

Alvis tersenyum, lalu mencubit pipi Nadiar. "Kalo gitu, my Nadi, kamu tinggal 2 hari disini ya? Please?"

"Siapa yang kamu panggil my Nadi?" tanya Nadiar dengan alis yang mengerenyit heran.

"Kamu," jawab Alvis sambil nyengir lebar. "Itu panggilan kesayangan aku," Alvis melanjutkan sambil cengengesan. "Kamu nginep disini, ya? 3 hari aja."

Nadiar melotot, lalu menjitak kepala Alvis. "Kamu beneran mau bikin aku hamil duluan?! Dan tadi bukannya minta 2 hari? Kenapa nambah?"

"Aduh!" Alvis meringis sambil mengusap bekas jitakan Nadiar. "Aku nggak berniat bikin kamu hamil! Aku cuma mau ngabisin waktu sama kamu aja. Emangnya salah kalo aku bolos 3 hari? Aku ini Bos besar, loh. Jarang banget ngabisin waktunya, ntar."

"Yaampun Alvis, kamu aneh banget hari ini!"

Alvis menghela napas panjang, lalu menurunkan kembali pandangannya. "Sebenernya, kalo aku sakit, aku suka manja sama orang yang aku cintai. Makanya, aku suruh kamu tinggal disini. Karna lebam-lebam ini bikin aku sakit. Dan aku gak bisa jauh-jauh dari kamu."

Nadiar mengerenyit tidak mengeti. "Kok gitu?"

"Ini penyakit mematikan, sayang. Bisa bikin pengidapnya depresi berkepanjangan!"

"Sampa segitunya?!" pekik Nadiar, yang diangguki dengan sangat mantap oleh Alvis. Nadiar menyimpan jari telunjuknya di dagu, berpikir. "Tapi ..., gimana, ya, yang? Aku belum pernah nginep di tempat cowok. Jadi, aku gak tau gimana cara izinnya."

"Aku aja yang minta izin!" Alvis terduduk dengan cepat di sofa sambil berseru semangat dan mengadahkan tangannya. "Mana hape kamu?"

"Eh?"

Sepertinya, nenek dan kakek yang rabun pun, tahu jika ada yang tidak beres dengan perilaku Alvis hari ini.

Sepertinya, nenek dan kakek yang rabun pun, tahu jika ada yang tidak beres dengan perilaku Alvis hari ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Buat kalian semua yang mau novel versi cetaknya, bisa diliat langsung aja di sini ya guys yaaa

Tata cara pembelian :

Buka aplikasi shopee > ketik nama toko Pure Publishing > buka toko > klik bagian terbaru

Or link : https://shp.ee/1teenpv

Handsome CEO [Repost]Where stories live. Discover now