thirty nine; unconditionally

17.8K 1K 2
                                    

"Sudah sampai!" seru Alvis saat mobil sudah berhenti tepat di depan rumah Nadiar. Alvis menoleh, menatap Nadiar yang hanya bersidekap dada sambil cemberut. Alvis mendengus, kemudian keluar dari mobilnya. Alvis mengelilingi mobil dan berhenti di pintu di mana Nadiar duduk di mobil. Alvis kemudian membuka pintu mobilnya pelan, dan mendapati Nadiar yang hanya memalingkan wajahnya dari Alvis dengan ekspresi cemberut. Alvis sedikit membungkukan badannya agar sejajar dengan tubuh duduk Nadiar. "Jadi, kita lagi marahan, nih? Marahan pertama kita?"

Nadiar menatap Alvis dengan dagunya yang di angkat tinggi. "Iya! Aku gak pernah ditolak, tau? Apalagi, ditolak dengan pemaksaan gitu."

"Oh ya?" tanya Alvis dengan sebelah alisnya yang diangkat. Alvis lalu tersenyum dan mengusap puncak kepala Nadiar. "Kalau gitu, aku yang pertama, ya?"

Nadiar mendengus lalu berdecih. Ia mendorong wajah Alvis ke samping dengan jari telunjuknya. "Kamu itu nyebelin, tau gak?"

"Hm ..."

"Dingin!"

"Oh ya?"

"Judes!"

"Masa, sih?"

"Gak usah sok kegantengan!"

"Emang aku ganteng?"

"Bukan ganteng lagi! Kamu itu tampan banget, tau gak?!" Nadiar berseru kesal, sebelum tersadar dan melotot kaget. "Eh?"

Alvis tersenyum miring. "Hmm, gitu, ya? Aku tampan?"

Nadiar mendesis, lalu mendorong bahu Alvis dan membuka sabuk pengaman, kemudian keluar dari mobil Alvis. Nadiar menutup pintu mobil Alvis dengan kekuatan penuh, membuat Alvis tertawa kecil. "Ngapain ketawa?!" pekik Nadiar galak. "Aku do'ain, waktu sampe rumah, mobil kamu tiba-tiba ancur karna kekuatan aku yang nutup pintu mobil kenceng banget!"

Alvis menegapkan tubuhnya, lalu memasukan kedua tangannya ke saku celana. Kedua bahu Alvis mengedik sekilas. "Kalo kamu mau beneran ancurin sekarang juga, silahkan aja. Aku punya banyak mobil."

Nadiar melotot galak, lalu mencubit pinggang Alvis sekuat tenaga.

"Aw! Aw! Aw! Sakit, yang!"

"Bodo amat! Jangan songong, makanya!" seru Nadiar sambil melepaskan cubitannya dari Alvis.

Alvis meringis sakit sambil mengusap bekas cubitan Nadiar di pinggangnya. Melihat Nadiar yang malah menatap pinggang Alvis dengan tatapan merasa bersalah, sebuah dengusan geli meluncur dari hidung Alvis. Alvis kemudian mendekatkan kepalanya ke telinga Nadiar. "Kamu tau? Kamu juga orang pertama yang berani ngejek aku, walaupun itu sebuah fakta. Dan kamu juga orang pertama yang berani cubit pinggang aku sekuat tenaga kayak tadi," bisiknya, lalu menjauhkan wajah dan tersenyum pada Nadiar. Mereka saling menatap.

Dan Alvis tidak berbohong tentang hal itu. Nadiarlah yang Alvis biarkan merendahkan dirinya tanpa Alvis membalasnya. Jika kalian lupa, terakhir orang yang merendahkan Alvis kini menderita karena tidak mendapatkan pekerjaan di mana-mana. Ya, seluas itulah kekayaan dan kekuasaan Alvis. Dan inilah yang membuat Alvis benar-benar merasa kalah oleh Inandra. Di saat semua yang Alvis inginkan dapat Alvis dapatkan, Inandra malah bisa memiliki apa yang Alvis ingin miliki. Ini membuat Alvis kalah dan merasa kekuasaannya terenggut.

Ngomong-ngomong tentang Inandra ..., bagaimana jika Nadiar tahu jika Alvis yang selama ini menganggu orang yang penting bagi Nadiar itu?

Marah? Kecewa? Sakit hati? Alvis tidak tahu jawabannya. Mungkin, Nadiar akan menjauh dan membenci Alvis. Lagian, siapa Alvis, sih, yang bisa membuat Nadiar mempertahankan dirinya?

Seketika, Alvis merasakan sebuah rasa ngilu yang menyesakkan jantungnya, membuat Alvis menghela napas panjang. Namun, ini lebih nyeri. Rasanya berlipat-lipat. Dan entah kenapa, ada keinginan kuat dari Alvis untuk merengkuh Nadiar dan mendekap Nadiar erat-erat.

Handsome CEO [Repost]Where stories live. Discover now