thirty six; what do you mean

20K 937 8
                                    

Tak ingin hubungan kita berakhir, dimana aku memulai?

—Justin Bieber—

Apa yang bisa mendeskripsikan perasaan Alvis saat ini?

Marah? Kalut? Khawatir? Sepertinya, ketiga perasaan itu sedang Alvis rasakan. Nyatanya, kejadian yang menguras batin Alvis pagi ini membuat Nadiar hanya menatap layar komputer dengan serius seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah, Nadiar tidak menangis sebelumnya dan Nadiar tidak disiksa sebelumnya.

Demi Tuhan, ini pertama kalinya Alvis melihat Nadiar menangis! Dan rasanya? Alvis benar-benar ingin membunuh pelaku yang membuat Nadiar menangis!

Dan ya, Alvis akan membunuhnya.

Mengapa pria sialan itu datang sekarang? Brengsek. Karena terfokus pada Nadiar, Alvis lupa jika ia sudah berniat untuk membalaskan perlakuan pria itu.

Alvis mengeluarkan ponselnya, lalu menekan layar ponselnya dan terus menggeser layar hingga layar ponsel Alvis berganti saat Alvis memulai panggilan. Alvis lalu menyimpan layar ponselnya di telinga.

"Halo, Dave?" ucapnya saat panggilannya sudah di angkat.

"Hm. Apa si lo? Ganggu gue, tau gak? Orang lagi sarapan, juga."

Alvis menghela napas lelah. "Ini lebih penting dari sarapan lo."

"Ck, apa emangnya?"

"Cari tahu tentang Albert, dan buat dia mati di tangan orang lain."

"Apa maksud lo?"

Alvis mendengus. "Dia bikin kesalahan fatal. Yang pasti, urus dia dan buat kematiannya menyedihkan dan dikenang jelek oleh media. Yang pasti, berita kematiannya harus jadi viral. Besok, gue tunggu beritanya."

"Ck, oke deh kalo gitu. Besok harus ada di berita atau besok harus udah gue kasih tau kabar kematiannya sama lo?"

"Besok harus udah jadi viral."

"Hah, gue harus nyari ide yang hebat, kayaknya. Libatin polisi, gakpapa?"

Alvis mendengus sinis. "Harus, Dave. Dia harus dikenang sebagai penjahat yang mati menyedihkan."

"Hmm, oke."

"Dan ..., Dave?"

"Hm?"

Alvis menelan ludahnya dengan susah payah, lalu menghela napas panjang. "Gimana cara bikin cewek lo gak marah sama lo?"

"Maksud ...?"

"Si Albert ini ada hubungannya sama Nadiar. Dan suatu kejadian, bikin Nadiar marah sama gue."

"Oh ternyata. Ada hubungannya sama Nadiar, toh? Jadi, si Albert ini apanya Nadiar? Selingkuhan, hm? Makanya lo mau bunuh dia."

Alvis menghela napas panjang kembali. "Bukan. Dan, cepet kasih tau gue gimana cara dia gak ngambek lagi!"

"Dih, bukannya lo pernah pacaran, dulu? Kenapa gak nyari ide sendiri aja?"

Alvis berdecak jengah. "Yang ada di otak gue sekarang adalah kasih bunga, Dave. Tapi, gue bingung apa Nadiar mau nerima atau engga. Seleranya, mungkin beda dari cewek lainnya."

"Dih, kata siapa? Semua cewek suka di kasih bunga, kok. Atau lo kasih boneka, deh. Atau nggak, jalan-jalan sama shopping bareng dia. Biasanya, yang kayak gitu suka manjur."

"Oh ya?"

"He-em. Dan jangan lupa bilang maaf."

"Pasti."

"Hu-uh. Gudlak yaa."

Sambungan pun terputus. Dari cara Devan berbicara dan betapa singkatnya respon Devan, Alvis yakin jika Dizi sedang berada di sana. Makanya, Devan tidak bercanda seperti biasanya pada Alvis.

Handsome CEO [Repost]Where stories live. Discover now