Chapter 2: Friendzone itu Menyakitkan

3.8K 643 70
                                    

Altana yang sedari tadi memejamkan mata tiba-tiba mengencangkan pegangannya pada pinggang Alvan saat lelaki itu mengerem mendadak

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Altana yang sedari tadi memejamkan mata tiba-tiba mengencangkan pegangannya pada pinggang Alvan saat lelaki itu mengerem mendadak. Motor hitamnya berhenti di depan lampu merah yang membuat Altana mendengus kesal dan memukul bahu lelaki itu. "Jangan ngebut-ngebut, Alvan!"

"Bodo amat," celetuk Alvan enteng. Ia melihat lampu lalu lintas yang telah berubah menjadi warna kuning. Alvan tersenyum miring. Tepat saat lampu berubah berwarna hijau, Alvan kembali mempercepat laju motornya hingga membuat Altana memeluk pinggangnya untuk kedua kalinya.

Walaupun Alvan memakai helm, ia bisa mendengar kalau sedari tadi Altana melantunkan ayat-ayat suci agar Tuhan memberikan keselamatan untuknya. Astaga, kapan lagi Alvan melihat tingkah lucu seorang Altana?

Motor lelaki itu berhenti di depan sebuah rumah minimalis.

Komplek Boulevardia, 23A.

Alamat rumah Altana.

Altana merasakan pusing yang hebat saat turun dari motor Alvan. Ia merasakan akan mengeluarkan sesuatu, dan benar saja, Altana memuntahkan isi perutnya di dekat selokan. Alvan yang panik, lantas mencabut kunci motornya dan membantu Altana untuk mengeluarkan isi perutnya dengan cara memijat tengkuk perempuan itu.

Sesekali Alvan menjauhkan rambut Altana agar tidak terkena muntahan. Saat Altana telah selesai, ia berdiri dan menarik ingusnya. Alvan memberikan tupperware berisi sisa air minum miliknya untuk diberikan pada Altana.

"Sumpah, lo gila," ucap Altana pada akhirnya, karena sedari tadi mereka berdua terdiam.

"Sorry-sorry, gue nggak tahu kalau berakhir seperti ini."

Altana mengganguk mengerti. Ia menatap Alvan dengan mata sayu. "Makasih udah nganterin gue. Lo mau--salat di rumah gue?"

"Nggak, Ta. Sepertinya gue bakal salat di masjid dekat sini."

"Oh, oke," ujar Altana lemas. Ia menjinjing tas olahraganya dan meninggalkan Alvan yang masih termenung menatap dirinya.

Entah mengapa, saat melihat Altana yang berjalan dengan sedikit terhuyung membuat hati Alvan tiba-tiba cemas. Ia mendecak dan berlari ke arah Altana untuk mengambil tas jinjing beserta tas yang digendong perempuan itu.

Altana yang tidak mengerti menatap Alvan dengan tatapan bertanya. "Ayo naik ke punggung gue."

Menghela napas, Altana menggeleng. "Gue bisa jalan sendiri, Alvan."

Perempuan itu kembali melangkah. Namun, sebuah tangan menghadangnya dan membuat Altana kembali berhenti.

"Naik, Alta," suruh Alvan yang sedari tadi sudah berjongkok.

Altana tidak bisa menolak Alvan karena kepalanya benar-benar berat. Maka dari itu, Altana kembali memundurkan langkah dan mengalungkan lengannya pada leher lelaki itu. Sempat Alvan kehilangan keseimbangan untuk berdiri karena tas gendong Altana yang cukup berat ditaruhnya di depan. Namun, hal itu bisa ia atasi dengan mudah.

ILLEGIRLحيث تعيش القصص. اكتشف الآن