Chapter 14: Jadi Mama Sehari

2.3K 378 33
                                    

Alvan menatap layar komputernya dengan tatapan kosong

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alvan menatap layar komputernya dengan tatapan kosong. Rahangnya mengeras saat melihat foto itu kembali. Riley tidak terlalu berbeda, ia masih sama seperti dulu. Hanya, penampilannya saja semakin modis semenjak kepulangannya dari Turki.

Ponselnya bergetar tatkala ia sedang mengusap wajahnya dengan kasar. Kepulangan Riley dari Turki membuat lelaki itu uring-uringan. Ia kembali bingung dengan perasaannya sendiri. Alvan merasa kalau selama ini dirinya mendekati Altana hanya sebagai pelampiasannya karena kesal ditinggal Riley. Tapi disisi lain, ia tidak menganggapnya demikian. Justru Alvan merasa benar-benar tulus mencintai Altana.

Tapi mengapa disaat Riley telah memiliki seorang kekasih membuat Alvan tidak rela dan menjadi kepikiran hingga kepalanya akan pecah jika memikirkannya terus-menerus?

Mengapa Alvan seegois ini?

Dirinya kembali mendecak saat mendengar getaran ponsel. Ia mengambilnya dengan malas dan menatap layar ponselnya.

Alta :
Sakit apa?

Dua kata itu membuat hati Alvan yang beku menjadi menghangat. Senyum kecil tampak terukir di wajahnya. Hari ini Alvan memilih untuk meliburkan diri karena ia sedang tidak enak badan akibat naik wahana bianglala kemarin. Untung saja, mamanya memperbolehkan Alvan untuk libur. Bahkan, Della-mama Alvan membuatkan anaknya bubur agar cepat pulih.

Alvan :
Sakit hati.

Alvan menjawabnya dengan jujur. Sebodo amat jika Altana menganggapnya itu bercandaan. Ngomong-ngomong, mengapa Altana menjadi peduli padanya?

Sebuah ketukan pintu membuat Alvan mematikan layar komputernya dan kembali fokus menggambar di meja belajarnya. "Kak."

Alvan menengok ke belakang saat decitan pintu terbuka. Tampak anak kecil dengan rambut kuncir dua itu menatapnya dengan cemberut. Alvan mengangkat alis dengan bertanya-tanya.

Anak kecil yang akrab dipanggil Safa itu langsung memeluk Alvan yang terduduk, dan membuat Alvan menggendongnya. "Kenapa?" tanya Alvan pelan dengan desusan agar tangisan Safa berhenti.

Bocah yang genap berumur enam tahun di bulan ini memang sangat manja sekali dengan Alvan. Mungkin karena sifat Alvan yang lembut pada adiknya lah membuat Safa nyaman berada di dekat kakak lelakinya. "Di sekolah aku bakal ngadain pensi dalam rangka Hari Ayah, tapi Ayah kan udah nggak ada. Mama nggak bisa liat aku nyanyi karena dia ada meeting. Safa harus gimana?"

Semenjak ayah Alvan meninggal dua bulan yang lalu, Safa selalu seperti ini. Menangis jika menyangkut soal ayahnya, karena sejak kecil Safa selalu dekat dengannya. Saat mengetahui ayahnya telah berada di surga merupakan hari-hari yang berat bagi bocah itu. Ia tidak mau makan dan memilih menangis di kamar selama tiga hari berturut-turut. Setelah dibujuk Alvan dengan kalimat ajaibnya, akhirnya Safa bisa tenang dan tertidur pulas di pelukan Alvan yang kebetulan juga sedang berduka.

ILLEGIRLWhere stories live. Discover now