Lelaki itu berakhir dengan tertidur di paha Altana. Televisi yang menayangkan drama Korea ia acuhkan dan lebih memilih memandang wajah Alvan yang sedang tertidur. Tangannya mengusap rambut lelaki itu yang sedikit keriting.
Walaupun terdapat tiga jerawat kecil di dahinya, tapi di sisi lain kulit Alvan sangat lembut bagaikan pantat bayi.
Ia beranjak dan mendaratkan kepala Alvan pada bantal sofa. Pembantu di rumah lelaki itu menghampirinya sembari memberikan selimut merah. "Ini, Non."
Menerimanya dengan senyuman, Altana mengucapkan terima kasih. Alvan tampak bergumam, tetapi ia kembali masuk ke alam mimpi.
Jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Sudah seharusnya ia pulang. Mengambil tas selempangnya, ia memesan ojek online. Tangannya masih asyik mengusap rambut lelaki itu dan memerhatikan bagaimana Alvan mengekspresikan wajahnya saat tertidur.
Ia jadi tidak tega meninggalkan Alvan.
Ponselnya bergetar, menandakan bahwa ojeknya telah tiba. Ia berdiri dan hendak berbalik kalau saja tangan seseorang menahannya.
"Anter nggak?" tanyanya. Matanya sedikit menyipit saat melihat Altana.
Altana menggeleng, lalu mengusap kepala Alvan. "Tidur lagi aja. Ojol yang aku pesen udah di depan. Kasian kalo di-cancel. Aku duluan."
Alvan yang masih setengah sadar tersenyum saat melihat kalung perak melingkar di leher kekasihnya. "Kalungnya lucu ya."
Perempuan itu lantas menunduk, memegang kalung pemberian Alvan sembari tersipu. Masih sempat-sempatnya ia menggodanya disaat seperti ini.
Altana pamit pulang, Alvan mengucapkan hati-hati.
Di perjalanan pulang, pikirannya tak jauh dari Om Ardi, ayah Alvan. Ia tahu hal seperti ini pasti hanya kebetulan semata, tapi entah kenapa ia harus menyelidikinya semenjak berhubungan dengan Alvan.
Masalahnya, Altana merasakan firasat aneh setiap mengingat masa lalunya. Seakan-akan ia harus mencari tahu, apa hubungan Liana dan Ardi hanya sebatas teman atau lebih? Ia takut Liana belum bisa merubah perilaku buruknya sejak SMA, yakni memiliki banyak mantan dan tidak setia pada ayahnya sendiri.
Mengusap wajahnya, Altana mendecak. Tidak seharusnya ia berburuk sangka pada mamanya sendiri.
Ah, rasanya kepalanya akan pecah jika ia bersikap seperti ini.
Sampai di rumah, ia memberikan uang pada ojek yang ditumpanginya. Kebetulan, ayahnya sedang berada di ruang tamu. Pria berkacamata itu sedang berbicara dibalik teleponnya. Altana memberi salam, dan pria itu menyuruhnya duduk sebentar.
Banyak sekali berkas-berkas yang ada di meja. Altana mengintipnya sekilas, berkas itu merupakan kontrak perjanjian antara perusahaan Ayahnya dan juga perusahaan lain. Entahlah, ia sendiri tidak mengerti apa gunanya berkas-berkas itu.
DU LIEST GERADE
ILLEGIRL
Jugendliteratur"Kenapa lo manggil gue dengan sebutan illegirl?" "You're so cruel, because my heart become dangerous when I saw your smile, and that's a crime. So, I call you illegirl." © copyright 2017 by trooyesivan.