Chapter 34: Menjalani Kehidupan Masing-Masing

204 42 29
                                    

Suara dentingan ponsel terdengar. Altana yang sedang berbaring di atas kasurnya mengambil ponsel di atas meja dan melihat sebuah notifikasi dari akun Instagram-nya.

dimitri.alvan posted a new story for a while!

Altana langsung menekan tombol notifikasi tersebut dan melempar ponselnya asal saat melihatnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Altana langsung menekan tombol notifikasi tersebut dan melempar ponselnya asal saat melihatnya. Pasti saat ini Alvan sedang galau di kamarnya sembari mendengarkan lagu yang ia upload secara berulang-ulang. Tanpa mendengarkannya, dari melihat judul lagunya saja Altana sudah yakin bahwa itu lagu untuknya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran lelaki itu. Jika Alvan masih mencintainya, mengapa harus mengucapkan sebuah kata sakral yang dapat memisahkan mereka? Padahal menurutnya, ini semua tidak sepenuhnya salah Alvan.

Sungguh, alasan yang Alvan utarakan masih belum dapat diterima oleh Altana.

Altana mengambil ponselnya kembali dan melihat akun profil Alvan. Foto candid dirinya yang Alvan ambil saat pekan olahraga di sekolahnya masih terpajang di akunnya. Begitu pula dengan swafoto mereka berdua saat mengenakan almamater sekolah. Sebelum Alvan mengunggahnya, Altana sempat protes karena di foto itu ia terlihat jelek. Alvan lantas menanggapinya bahwa mau bagaimanapun ekspresi Altana, tetaplah cantik menurutnya.

Memang tukang gombal. Namun, itu berhasil membuat Altana menjadi percaya diri.

Tanpa sengaja jarinya menekan akun profilnya sendiri. Postingan terakhir yang Altana unggah di akunnya adalah foto dirinya bersama Alvan. Foto tersebut diambil saat mereka berdua melakukan kerja kelompok di rumah Alvan.

Ah, ia jadi teringat Safa, adik perempuan Alvan. Juga, kelinci hitam yang Alvan berikan pada adiknya. Apakah kelinci pilihan Altana sudah besar?

Perempuan itu menatap plafon putih dan menghela napas. Pandangannya teralihkan pada jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sehari setelah Alvan benar-benar memutuskannya, Altana memilih untuk memboloskan diri dan beristirahat dari kegiatan sekolah. Alasan sakit ia ambil dengan meminta orangtuanya untuk membuatkan surat tertulis. Ya, Altana memang sakit. Sakit hati.

Altana meliburkan diri untuk memulihkan pikirannya dari bayang-bayang Alvan. Persetan dengan tugas sekolah yang menumpuk sebelum UTS. Kesehatan mentalnya lebih penting daripada selembar kertas.

Merasa bosan, Altana beranjak dari ranjangnya dan mengambil bola basket yang tergeletak di bawah meja belajar. Ia keluar rumah dan menanggapi pertanyaan mamanya mengenai dirinya yang hendak ke lapangan sebentar untuk bermain basket.

Altana butuh refreshing dan melampiaskan emosinya. Maka dari itu, lapangan kompleks yang memiliki ring basket adalah tempat yang tepat untuk menuangkan hasratnya.

Saat perempuan itu melangkah, matanya tidak sengaja menangkap Zach yang habis membeli sesuatu di warung. Altana masih sebal karenanya. Dari bersahabat dengan lelaki psikopat yang merusak hubungannya dengan Alvan, mematikan ponsel agar Altana tidak menguping pembicaraan di ruang BK (walaupun sebenarnya ini hanya asumsinya saja) dan terakhir menelepon Altana saat dirinya sedang berbicara serius dengan Alvan.

ILLEGIRLWhere stories live. Discover now