Chapter 9: Sebuah Ajakan

2.3K 424 22
                                    

Di hari Kamis, seperti biasa Altana mengikuti ekskul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di hari Kamis, seperti biasa Altana mengikuti ekskul. Kaki jenjangnya melompat saat mengarahkan bola basket ke ring. Sayang, benda berbentuk bulat itu tidak masuk dan malah menyenggol besi ring hingga bola basket itu terpantul dan hampir mengenai kepala Altana.

Altana yang sebal, memilih untuk meminggirkan diri dan menselonjorkan kakinya karena pegal. Ia melihat Melvin yang melakukan lay up dan bola itu masuk ke dalam ring dengan teknik yang tepat. Sembari membiarkan keringatnya keluar seutuhnya dari tubuh, Altana memerhatikan teman satu ekskul-nya yang fokus pada permainan masing-masing.

Suara sebuah peluit membuat Altana menengok dan melihat Pak Oja yang merupakan pelatih basket sedang memberhentikan permainan dan menyuruh murid-muridnya untuk beristirahat sejenak. Altana mengambil botol minum dan meneguknya. Altana menengokkan kepala saat merasakan seseorang duduk di sebelahnya.

Itu Melvin, teman Zach.

"Tumben lay-up lo nggak bener, kurang fokus?" tanya Melvin enteng dan kembali meminum air mineralnya.

Altana menatap Melvin sinis. "Tumben tanya-tanya."

"Bukan gitu elah, lo nggak fokus gara-gara berantem sama Zach?"

Altana memberengut. "Nggak, gue nggak berantem sama Zach. Akhir-akhir ini dia emang sering ngilang aja, mungkin sibuk sama Kara."

Altana tahu bahwa Melvin mengetahui segalanya, karena ia adalah teman terdekat Zach, jadi buat apa Altana berbohong? Toh, Zach sendiri pasti telah memberitahunya. Berbicara soal Melvin, lelaki itu memiliki perawakan yang bagus. Kulitnya putih, alisnya yang tebal, dan juga cacat pada pipinya membuat Melvin semakin rupawan saat ia sedang tersenyum ataupun tertawa. Altana heran saja, mengapa Melvin masih betah menjadi obat nyamuk dan men-jomblo padahal banyak para perempuan yang mengantri untuk menjadi pacarnya.

Dari jauh, Altana melihat Zach yang asyik mengobrol dengan Kara di depan ruang OSIS. Lelaki itu memberikan sebuah cokelat batangan dan membuat senyum Kara mengembang. Altana yang melihatnya, memutar bola mata. Tanda bahwa ia sebal.

Tak lama, Altana melihat Kara yang memasuki ruang OSIS dan Zach menghampiri anak-anak basket-Ah, bukan. Maksudnya Altana dan Melvin yang sedang duduk bersebelahan. "Ngapain lo ke sini?" tanya Altana dengan menatap sekilas.

"Gue gabut, pengen balik tapi harus nungguin Kara beres rapat."

"Kenapa nggak balik duluan aja?" tanya Melvin mencoba memberi sebuah saran.

"Nggak, ah. Males ke sekolah lagi, Ned," ucap Zach enteng.

Altana mendecak dan membuka suaranya kembali untuk mengingatkan Zach. "Gini nih, kalo pacarannya udah cinta mati. Gue ingetin ya, jangan mau diperbudak cewek. Tanpa sadar, hal itu bisa menjatuhkan derajat lo sebagai cowok. Kalo gue jadi lo sih, mending balik terus tidur di rumah sampai pulas. Males banget gue nungguin pacar buat tujuan pulang bareng."

ILLEGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang