08 || Hadirnya Intan

5.6K 213 1
                                    

===

"PIHAK club sendiri baru menyadari pagi tadi, Tuan."

Safir menyatukan kedua tangannya. Dengan tatapan yang menajam bak elang, pria itu masih terdiam mengingat perkataan asisten kepercayaannya. Bagaimana bisa, lagi-lagi salah satu orang kepercayaannya yang bernama Samuel meninggal bunuh diri. Menurut informasi yang Safir dapatkan, Sam mati karena menembak dirinya sendiri. Tak ada tanda atau jejak apa pun yang dapat ditemukan jika pria malang itu benar terbunuh.

Tapi Safir sangat yakin, Sam dibunuh. Dan pembunuhnya adalah orang yang sama saat Tom terbunuh. Seketika tangan Safir mengepal dengan rahang yang mengeras, ia bersumpah akan membunuh siapa pun yang mencoba mengusik pekerjaannya. "Perfect day ever!"

Telepon kantor berbunyi membuat Safir harus menekan tanda angkat tanpa meletakkan gagang telepon. Tak lama suara seorang wanita terdengar.

"Tuan Axel. Ada seorang wanita ingin menemui Anda."

"Bilang saja aku sedang tidak bisa diganggu!"

"Tapi Tuan, dia memaksa ingin bertemu. Dia bilang dia mengenal Tuan dengan sangat baik."

"Terserah," ucap Safir dan telepon ditutup. Ia sudah cukup tahu siapa yang datang. Sahabatnya itu, seorang wanita cerewet juga manja. Namanya Intan. Sejak kemarin saat wanita itu dan  Mommy- nya datang ke restoran, wanita itu langsung pergi tanpa berbalik, dan tentu saja tanpa kata. Safir tersenyum kecil karena penyebabnya adalah saat ia sedang bersama dengan Ruby.

Tak lama pintu ruangan kerjanya terbuka dan menampilkan seorang wanita muda cantik. Benar dugaan Safir, dia Intan. Tengah tersenyum dengan manis ke arahnya.

Intan menghampiri Safir. Wanita berparas kecil yang memiliki kulit sedikit pucat itu menatap pria di depannya kagum. Mata sipitnya kian menyipit saat ia terkekeh. "Kau masih sama. Terlihat berwibawa."

Safir terkekeh pelan. Ini kali pertama pria itu terkekeh pada orang lain setelah sekian lama, meskipun kekehannya terlihat dipaksakan untuk menghargai Intan, wanita itu sama sekali tidak menyadari. Intan malah semakin lebar tersenyum.

"Memangnya kau berharap aku berubah seperti apa?" tanya Safir dengan suara yang lebih lembut dari biasanya.

"Hm, entahlah." Intan terlihat berpikir. "Sebenarnya aku lebih suka Safirku yang tetap sepeti ini. Ini waktunya jam makan siang. Aku membawakanmu bekal."

Intan menggeser bangku yang ada di depan meja menjadi di dekat Safir lantas diduduki. Ia meletakkan beberapa kotak makanan dari tasnya dan membukanya satu per satu. "Taraaa! Makanan kesukaanmu. Pasta."

Safir terdiam. Pikirannya tiba-tiba berkelana tak tentu arah saat melihat pasta. Ia jadi teringat pasta masakan Ruby yang terlihat tidak enak karena tampilannya yang tak keruan, namun saat dicicipi rasanya bahkan lumayan untuknya meminta tambah seporsi lagi. Atau kejadian kemarin saat wanita gila itu menumpahkan pasta. Mengapa wanita itu jadi identik sekali dengan pasta? Makanan kesukaan Safir?

"Ayo, akk!" titah Intan yang hendak menyuapi Safir.

Safir mengerjap pelan dan menatap Intan. Tatapannya mengatakan dirinya bukan anak kecil!

"Oh, ayolah, Safir! Hanya sesuap saja!" kata Intan lagi yang terpaksa membuat mulut pria itu terbuka. Setelah pasta masuk ke dalam mulut Safir, Intan mulai memecah hening dengan bertanya.

"Kapan. Kau ke restoran?" tanya Intan sedikit ragu. Mengatakan restoran ia jadi mengingat kejadian kemarin saat berada di sana. Dan jujur saja, wanita itu tidak suka, sangat!!

"Mungkin nanti sore jika tidak sibuk," jawab Safir. Pria itu menatap Intan takut-takut saat melihat wajah wanita itu yang terlihat muram. Setelah menelan pastanya, Safir mengambil kotak makan yang digenggam Intan dan meletakkannya di meja. Ia menghela napas sejenak. "Soal kemarin hanya salah paham."

"Tidak usah dibahas."

"Kau marah? Wanita kemarin adalah kokiku," kata Safir lagi berusaha meyakinkan.

Intan memandang Safir tidak percaya. "Kokimu? Kenapa harus menggunakan kata itu? Kenapa tidak koki di restoranmu saja?" tanya Intan terdengar tercekat.

Sementara Safir hanya bisa menghela napas pasrah. Intan memang seperti itu, ia terlalu sensitif dalam hal apa pun. "Semua koki yang ada di restoranku adalah kokiku. Mengertilah Intan! Aku tidak bermaksud--

Intan menyela perkataan Safir. "Aku jauh-jauh datang ke sini dari Roma hanya untuk bertemu dirimu! Karena aku merindukanmu Safir. Tapi sepertinya, kau tidak!"

Lagi, Safir hanya bisa menghela napas. Ia paling benci situasi di mana dirinya harus menghibur atau mengatasi masalah dengan wanita yang sedang marah. Biasanya jika Intan yang marah, itu bagi Safir tidak terlalu merepotkan. Tapi entah mengapa kali ini Safir merasa direpotkan.

"Bulan depan," kata Intan yang seperti menggantungkan kalimat dari kata-katanya.

Safir menatap Intan lekat, ia tahu apa yang akan dibicarakan wanita di depannya. Sudah Safir pikirkan hal ini dari lama dan jika ternyata memang benar, itu akan sangat merepotkan.

"Aku akan operasi transplantasi jantung. Resikonya fifty-fifty, hidup atau mati aku harap kau ada di sampingku. Itu saja." Setelah mengatakan hal itu Intan bangkit berdiri dan pergi meninggalkan ruangan Safir dan pria di dalamnya yang tengah terdiam dengan wajah sendu.

"Apa yang kemarin aku lakukan itu salah?"

===






Yayyayayaya gue tau ini dikit bngt, tapi gpp daripada g updet. Dan kemaren harusnya gue apdet tapi wp masih eror jadi gadak notif masuk. Nanti Rabu sore gue apdet, inshaAllah kalo wp ga error.

With Your BodyWhere stories live. Discover now