17 || Pikiran Kecil

3.6K 145 8
                                    

===

Ternyata kau cantik juga.

Di otak Ruby hanya ada kata itu yang terulang lagi dan lagi, bahkan dirinya tidak dapat menghentikannya. Jantungnya seperti terpompa cepat, sedikit mengilu. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan. Namun logikanya mengatakan ini tidaklah benar. Seorang pembunuh seperti Ruby tidak pantas untuk merasakan rasa, karena Wanita yang seharusnya berdarah dingin itu sudah benar-benar mematikan hatinya.

Hidupnya semakin rumit saat bertemu Chandra, dan Safir adalah titik di mana kerumitan itu beradu menjadikannya semakin nyata, namun jelas. Seperti benang kusut yang terlihat indah. Hanya saja ia tidak pernah tahu apa yang ia lakukan. Menjadi koki hanya untuk menggoda Pria seperti Safir? Yang benar saja! Apa dia sudah gila!

Justru karena Ruby sudah gila, ia selalu ke club setelah pulang dari Restoran, dan sekarang ia hanya duduk manis di bar dengan segala pikiran tentang Safir.

"Nghh!" Ruby mendesah tiba-tiba saat sebuah tangan meremas pinggangnya tanpa izin. Ia mengusap pangkal hidungnya lelah, selalu saja ada yang mengganggu di saat ia ingin tenang.

"Hai, Manis! Kau sendirian," bisik Pria itu intens di dekat telinga Ruby, beberapa kali pria asing itu mengembuskan napas menggoda.

Ruby menatap Pria itu dengan mata mengerling, jemarinya menelusuri dada bidang pria itu sampai ke tengkuk secara perlahan membuat pria itu mendesah tertahan. "As what you see, Dad!"

Hidung mereka bersentuhan. Pria itu menarik pinggang Ruby mendekat sehingga tubuh wanita itu berada dalam dekapan. Pria itu mencium Ruby lembut, mengecap bibirnya perlahan, mencoba merasakan setiap inci kelembutan dari bibir wanita itu.

Ruby memejamkan matanya. Tapi yang ia lihat adalah Safir, dahinya mengerut. Ia merasakan semua sentuhan itu adalah sentuhan Safir. Ah, tidak! Lebih tepatnya Ruby hanya menginginkan Safir, ia halusinasi. Cepat-cepat wanita itu membuka matanya dan mendorong pria itu kuat. Ia beranjak pergi sebelum pikirannya semakin liar.

"Aku membencimu, Safir!"

===

Embun yang masih membasahi rerumputan itu terganggu dengan sebuah kaki yang terus saja menginjak mereka tanpa alasan. Dia Bruna, dengan sepatu boots berbahan kulit yang ia kenakan, gadis itu menendang-nendang rerumputan di dekat pohon besar membuat sepatunya basah terkena percikan embun pagi. Kedua tangannya tenggelam di balik saku baju tebal, tapi matanya menatap sinis rumah mewah tepat beberapa meter di depan matanya.

Terlihat Wanita dengan gaya pakaian yang terlihat seksi ditambah kacamata maroon bertengger di hidung keluar dari rumah itu, yang dilihat Bruna adalah Ruby yang hendak pergi ke Restoran tanpa Bruna ketahui. Saat lamborgini itu melaju meninggalkan rumah mewah yang diduga Bruna adalah rumah Ruby, gadis itu---Bruna tersenyum sinis.

Kakinya melangkah seringan kapas menuju rumah itu. Siulan keluar dari bibir mungilnya. Sesekali matanya mendelik liar ke mana-mana untuk mengamati bangunan mewah menjulang tersebut. Tidak sulit gadis berbahaya seperti Bruna membuka pintu yang terkunci, ia hanya akan menggunakan alat berbentuk seperti peniti untuk membuka pintu rumah Ruby dengan mudah. Gadis itu masuk dan tersenyum lebar.

"Wah! Wah!" Bruna bertepuk tangan sendiri sembari memandang kagum rumah itu. "Bravo, Bruna, bravo! Hanya dengan mengandalkan otakmu yang licik kau dapat menemukan rumah pembunuh itu lagi." Tak lama tawa terdengar. Ia begitu membanggakan dirinya sendiri.

"Hmm," gumam Bruna. Kakinya berhenti melangkah dengan tangan yang mengusap dagu seolah berpikir. "Jika begini akan mudah untukku, membunuh wanita itu, atau jika tidak dia yang akan membunuhku, cih!"

"Ruby, kau kah itu?"

Bruna terdiam. Air wajahnya terlihat berubah tegang saat mendengar suara wanita lain di dalam rumah besar. Ia pikir pembunuh itu tinggal sendirian.

Shit!

"Kau tidak kerja hari ini?"

Bruna masih diam. Tatapannya menajam seiring gerakan bibirnya yang mengucap nama Ruby dengan sinis tanpa suara. Ia tersenyum miring saat mengetahui nama orang yang ia cari. Jika begini akan semakin mudah ia menggeledah seluruh isi rumah milik Ruby.

Lihatlah dunia. Bukan polisi atau siapa pun yang menemukan Ruby, tapi Bruna. Teriak Bruna dalam hati.

"Rub-- ah!" Sera menghentikan langkahnya saat melihat seseorang tengah berdiri membelakanginya. Ia mengerutkan dahi sedikit dengan mata yang menelusuri tubuh itu dari bawah ke atas. Dan Sera tahu, orang itu bukanlah Ruby. "Siapa kau?"

Bruna mengedip sekali. Ia tersenyum sinis, diam-diam tangan yang ada di balik saku besarnya itu menarik pelatuk pistol yang sudah ia siapkan.

Permainannya akan lebih seru jika aku bunuh Wanita ini dulu!

===

Apdet cepet, jangan?

With Your BodyWhere stories live. Discover now