19 || Abu-abu

3.4K 170 7
                                    

===

Ruby berjalan keluar dari toilet. Terlihat sapu tangan merahnya melilit leher jenjang Ruby agar terkesan seksi, atau mungkin hanya alasan untuk menutupi luka karena pecahan kaca. Wanita itu memasuki dapur dan menuju ke arah stop kontak yang berada di paling ujung ruangan.

Ruby mengerutkan dahi kesal dan melepaskan ponselnya dari charger. "Apa-apaan ini? Kenapa tidak terisi sama sekali?" Ia mengotak-atik ponselnya dan baru menyadari jika kepala charger tidak benar-benar masuk ke dalam stop kontak. Ruby mengusap dahinya kesal, hatinya bahkan masih membara karena kejadian di toilet barusan dan sekarang masalah batrai ponselnya.

Terdengar suara tawa kecil yang membuat Ruby menoleh dengan delikannya yang ia tajamkan. Ternyata Jason, bocah tengil itu lagi.

"Kau ini selalu ceroboh. Seperti gadis saja!" ledeknya gemas.

"Diamlah! Aku sedang tidak ingin bicara denganmu," jawab Ruby ketus.

"Ada apa?" tanya Jason yang terlihat penasaran. Ia berusaha menahan tawanya saat melihat wajah Ruby yang begitu menggemaskan saat marah.

Ruby terdiam setelah menghela napas panjang. Mata wanita itu menerawang dengan tangan mengepal. "Apa kau pernah bertanya kepada takdir, mengapa rasa sakit diciptakan, Jason?"

Jason mangut-mangut sendiri sembari mengusap dagunya seolah paham. "Kau sendiri?"

Ruby menghela napas lagi, ia mengangkat dua bahunya tidak tahu. "Entahlah. Kurasa karena Tuhan benci kita?"

"Jaga bicaramu!" seru Jason. "Di dunia ini Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada siang dan malam, terang dan gelap, tawa dan tangis, begitu pula bahagia dan kesengsaraan."

"Lalu kenapa Tuhan harus menciptakan rasa sakit bila bahagia saja sudah cukup?"

"Tidak Ruby! Jika tidak ada rasa sakit, maka manusia selamanya tidak akan pernah bisa menghargai bahagia."

Kali ini Ruby terdiam lagi. Bibirnya terkatup rapat saat mendengar penjelasan Jason yang bisa lebih dewasa darinya. Entah Ruby harus senang atau sedih. Tiba-tiba ponsel Ruby berbunyi, nama Sera berkedap-kedip di layar. Secepat kilat Ruby menggeser layar dan menempelkan ponselnya di dekat telinga. "Ya, Sera?"

"Apa? Aku sama sekali tidak bisa mendengarmu?" Dahi Ruby mengerut bingung. Ia menatap layar ponselnya yang telah menghitam karena kehabisan daya. Untuk yang kesekian kalinya ia menghela napas. "Jason aku harus pulang!"

"Kau harus izin dulu pada, Tuan," kata Jason cepat.

Ruby mendecak kesal dan menggeleng pelan. Tanpa memedulikan perkataan Jason, wanita itu bergegas berlari pergi dari restoran dan melajukan lamborgini-nya cepat.

Kadang Jason sempat berpikir. Untuk apa wanita seperti Ruby bekerja di Restoran jika kendaraannya saja sebuah mobil mewah. Lelaki itu hanya bisa menghela napas berat sembari menatap kepergian Ruby. Tak lama Jason melangkahkan kakinya ke ruangan Safir untuk memberitahu Bos-nya itu untuk kepergian Ruby.

===

Ruby menghentikan laju mobilnya tepat di depan perkarangan rumah. Sepi, tidak ada suara berlebihan di lingkungan rumahnya karena Ruby benci tetangga. Apalagi dengan identitasnya yang tidak pernah sengaja ia jelaskan. Kaki jenjangnya itu berlari cepat hendak memasuki rumah meski sempat terhenti saat melihat pintu rumahnya yang terbuka, juga benda aneh berukuran kecil yang tersangkut di sana.

With Your BodyWhere stories live. Discover now