23 || Penculikan

3.3K 151 7
                                    

"Takdir itu pilihan. Dia mempermainkan kita karena kita yang mau."

===

Hatcihh!!

Berulang kali, Ruby mengusap hidungnya yang sudah memerah. Berulang kali juga Wanita itu tidak bisa berhenti bersin. Kejadian di mana ia bermain hujan bersama Safir membuat kepala Ruby pening pada malam hari.

Ruby duduk di dalam Restoran yang sudah sangat ia kenal, Safir's Restorant. Bukan tanpa alasan, dan kali ini alasan Ruby bukan untuk menemui Safir karena wanita itu merindukannya, tentu saja bukan! Ruby memutuskan mundur secara perlahan. Ia berhenti dari Restoran yang diartikannya ia juga harus berhenti mengejar-ngejar Pria itu, berhenti menggodanya, dan menyerah untuk membuat Safir jatuh cinta pada Ruby. Mungkin Sera benar, tidak semua Pria sama!

Ruby bukanlah tipe wanita yang mudah menyerah, mengalah, atau takluk bahkan di hadapan Chandra sekalipun ia tidak pernah melakukan itu. Tapi takdir selalu punya cara. Dunia selalu punya jalan untuk segala permasalahannya. Dan manusia selalu punya kelemahan.

Mungkin Safir ditakdirkan menjadi kelemahan Ruby.

Kacamata hitam bertengger di hidung menutupi mata indah Ruby. Diam-diam Wanita itu mendelik tajam di balik kacamata. Jari lentiknya sedikit menekan benda berbentuk earphone berwarna hitam pekat yang tenggelam di daun telinga. "Jarum jam ke sebelas," katanya dengan gigi yang mengatup.

Bruna. Gadis itu bukanlah gadis yang patut diremehkan. Setelah Ruby mencari tahu tentang identitas gadis itu melalui sidik jari,  ia mulai mengikuti ke mana gadis itu pergi. Dan sialnya Bruna pergi ke Restoran Safir.

Jangan tanya siapa Bruna. Gadis itu ternyata adik dari seorang Axel Xavier, dan itu sama sekali bukan urusan Ruby, toh! Wanita itu tidak peduli.

Pria berkacamata dengan lensa tebal dari kejauhan meliriknya. Rambutnya basah dan kaku karena pomade yang terlalu banyak. Sweater berbahan wol juga menempel di tubuhnya menambah kesan norak pada Pria itu, tapi tak lama Ruby membalas tatapan pria itu dengan anggukan sekali, dia si brengsek Chandra!

Perlahan, terlihat tangan Ruby mengeluarkan pistol dan meletakkannya di atas meja. Sembari matanya melirik ke sana kemari memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Moncong pistol ia arahkan ke atas dan ....

DAARR!!

Seketika suasana mendadak ramai. Semua orang yang ada di sana terkejut. Ada beberapa yang berteriak ketakutan bahkan berlarian keluar karena panik. Padahal pistol yang Ruby pakai sama sekali tidak ada pelurunya.

Wanita itu tersenyum miris. "Orang-orang bodoh!"

Chandra menoleh ke arah Ruby sebentar. Tak lama Pria itu hilang dalam kerumunan orang-orang. Sesekali Ruby melirik CCTV yang merekamnya sejak pertama kali ia masuk, wanita itu bangkit. Kini gilirannya. Ruby harus cepat menghapus video rekaman detik-detik kedatangannya dan Chandra.

Semoga Chandra bisa menemukan Bruna.

===

DAARR!!

Safir mengadahkan kepalanya terkejut. Samar-samar ia melihat Bruna berdecak dan memutar bola matanya, lalu gadis itu pergi dari ruangannya entah ke mana. Safir bangkit dengan cepat ingin memastikan apa yang terjadi. Suara tembakan itu benar-benar terdengar jelas bahkan sampai membuat jantung Pria itu berdetak lebih cepat dari biasa.

Safir melongo melihat semua orang yang ada di restoran berhamburan berusaha menyelamatkan diri. Matanya melirik ke atas, sama sekali tidak ada kerusakan yang berarti tidak ada peluru, pandangan Safir menyisir Restorannya dari balkon atas dengan teliti. Tak lama dahinya mengerut samar.

Ruby?

"Tuan?"

Safir menoleh cepat. Ia mendapati salah satu pegawainya yang menunjukkan wajah cemasnya.

"Ada apa?" tanya Safir, cepat.

"Haruskah aku memanggil Polisi ke sini?"

"Terserah," kata Safir dan kembali memandang tempat di mana ia melihat Wanita berpostur menyerupai Ruby. Ia tidak begitu yakin, tapi setidaknya orang itu sekilas menyerupai Ruby. Sial! Orang itu sudah tidak ada.

Pria itu cepat menuruni tangga dan berlari mencari sosok yang sempat ia lihat. Bukannya bertemu Ruby, tubuh tegapnya itu malah limbung tertabrak orang yang melewatinya. Safir mengumpat pelan, Pria itu melirik pria yang menabraknya tadi. Tangannya dengan cepat mencekal tangan orang itu karena Safir merasa curiga dengan orang berpenampilan cupu yang anehnya memiliki tatto di belakang lehernya.

Pria itu—Chandra— menoleh cepat dan berusaha melepas cekalan tangan Safir.

"Siapa kau?" tanya Safir dengan rahang mengeras.

Chandra mengangkat satu alisnya tertarik. Ia menatap dalam mata biru yang Safir miliki sembari tersenyum sinis. "Kau ... pemilik Restoran ini?"

"Aku tidak perlu jawab."

Senyuman sinis semakin tercetak dengan jelas di bibir Chandra. Tiba-tiba saja pria itu berbalik dan berlari cepat masuk ke area belakang Restoran yang dengan cepat dikejar Safir.

Setidaknya Safir harus mendapatkan penjelasan siapa orang itu, atau jangan-jangan dia yang membuat keributan di Restorannya barusan? Chandra sengaja menggeser meja di koridor menghalangi jalan Safir. Tapi dengan cekatan Safir melompatinya begitu saja.

Sampai di parkiran belakang restoran, Safir sama sekali tidak melihat orang itu lagi. Ia tolehkan kepala ke segala arah mencari Pria berpakaian aneh yang ia kejar tadi. Napasnya memburu, waktu terasa melambat.

Tiba-tiba saja Chandra tersenyum mengerikan di belakang Safir dan menyalakan senapan kecil yang ada di tangannya. "Kau ... tandinganku yang menyenangkan."

Safir membalikkan badan.

DAARR!!

Sesuatu berbentuk peluru itu melesat jauh menembus bagian lengan Safir. Membuat pria itu mengerang kesakitan dan meremas lengannya yang tertembak. Kepalanya terasa sangat pening, lengannya terasa panas dan perih, pandangannya mendadak blur dan saat itu pula tubuh tegap Safir tumbang.

Chandra menyimpan kembali senapan itu ke dalam saku besar di jaket berbentuk jubahnya. Ia mengeluarkan batang rokok sisa dan menyalakannya. Diisapnya kuat tembakau bakar itu dan ia embuskan napasnya dari mulut serta hidung, membuat asap mengelilinginya. "Hidup itu permainan dan tidak mudah. Harus menjadi yang kuat dan pintar agar bisa mengalahkan lawan!" Chandra berdecak miris menatap Safir yang sudah terkapar lemas.

Hidup itu tidak mudah. Karena kadang saat kita menganggap semuanya mudah, itu akan terjadi, tapi selalu mempunyai risiko.

===

Bosen gak si?

With Your BodyWhere stories live. Discover now