21 || Bodoh

3.5K 176 11
                                    

===

Jari itu mengetuk dagu pelan. Matanya tak henti memandang sesuatu yang entah sejak kapan menjadi objek yang menarik. Alisnya kadang berkerut samar, terkadang juga dua sudut bibir itu naik meski hanya kurang dari sesenti. Badan tegapnya yang menjulang berdiri di ambang pintu, mengawasi Ruby yang tengah sibuk di dapur Restoran dalam diam.

Safir tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Semuanya terasa abu-abu bila mengingat siapa mereka. Dari awal pertemuan Safir dengan watnita itu memang sudah terbilang aneh, tapi Safir akui kehadiran Ruby dalam kehidupannya tidaklah buruk. Wanita itu selalu bisa membuat Safir tersenyum dan tak bisa diam. Ya, Safir menganggap Ruby lebih dari kokinya. Mungkin teman. Lupakan bagaimana membuat Ruby terpesona terhadap dirinya, kenyataannya sekarang Safir-lah yang telah jatuh pada pesona sang Ruby, tak peduli bagaimana jadinya jika Ruby tahu. Mungkin Safir akan tetap seperti ini, ketus, seolah tak menyukai kehadiran Ruby.

Agar Ruby tidak pergi.

Akhirnya kedua sudut bibir Safir benar-benar terbit menimbulkan senyuman geli saat pemikiran-pemikiran itu terlintas di dalam kepala. "That's no make sense to me!" gumamnya sembari menggeleng kecil.

Ruby yang mendengar gumaman Safir pun menoleh. Cukup terkejut, tapi tak lama Wanita itu tersenyum manis. "Ada apa?"

Safir yang tiba-tiba salah tingkah melihat Ruby yang menatapnya seperti itu pun menggeleng kikuk. "Hanya mengawasi dapurku."

Ruby mengangguk kecil. "Aku ingin sekali mencoba banyak masakan, selain pasta."

"Kau bisa tanyakan itu pada kepala koki di sini."

"Yah. Tapi aku tidak terlalu dekat dengan orang itu. Lagipula Wanita itu jarang ada di sini."

Safir mengelus dagunya. "Benar juga." Pria itu berjalan mendekat menatap Ruby lekat. Mata coklat terang itu terlalu indah untuk dilewatkan, lalu bibirnya yang terlihat tipis dan berisi. Tatapannya turun ke arah leher. Sapu tangan merah terikat rapi pada leher jenjang wanita itu. "Aku tidak menyangka kau masih bisa bergaya saat menjadi koki."

Ruby tersenyum lebar. Bukan senyuman sinis lagi yang selalu ia tunjukkan. Kali ini ia benar-benar tersenyum begitu manisnya. "Aku suka terlihat cantik."

Pikiran Safir melayang jauh di mana saat Ruby berulang Kali mengatakan bahwa Wanita itu tidak memiliki hati. Ia hanya merasa penasaran dengan hal itu. "Pastikan hatimu juga cantik."

Ruby membeku. Tanpa tahu Safir memicingkan matanya saat tahu perubahan riak wajah Wanita itu, tapi semua tak bertahan lama setelah Ruby menatap Safir lekat-lekat. "Aku harap begitu."

Safir mengangguk pelan meski ia masih merasa aneh dengan perkataan Ruby. Ia tersenyum kecut dan berbalik arah hendak kembali ke ruangannya. Niatnya datang ke Restoran untuk mengecek data, tapi mengapa Safir harus mengikuti Ruby?

"Safir?"

Saat sudah berada di ambang pintu, pria itu menoleh dan mengangkat dua alisnya tinggi-tinggi. Menunggu Ruby yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

Ruby mengecup lama telapak tangannya sendiri dan meniupnya seolah ciuman itu akan sampai pada Safir yang berada 3 meter di depannya.

Safir tersenyum geli. Ia melakukan hal yang sama, Pria itu berpura-pura menangkap ciuman Ruby dan meletakkannya keras pada pipinya sendiri. Hal itu membuat Ruby tertawa keras.

"Kenapa tidak di bibirmu saja?"

Safir tidak memedulikan perkataan Ruby dan berlalu pergi dari sana. Jantungnya berdebar kencang membuat Pria itu ingin cepat pergi dan bernapas dengan mudah.

With Your BodyWhere stories live. Discover now