31 || Hilang

3.2K 172 9
                                    

===

Jika Intan adalah teman masa kecil Safir. Jika Intan adalah anak kesayangan Elsa. Jika Intan lebih dikhawatirkan banyak orang, maka Ruby saja yang menggantikan posisinya. Mungkin hanya Sera yang akan mencarinya.

Biar Ruby saja yang mati.

"Hey!"

Ruby menoleh, menaikkan satu alisnya bertanya saat tahu Elzar yang memanggilnya. Ia masih sangat ingat, lelaki itu senang menggoda pelanggan cantik di Restoran Safir dulu.

"Hey? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ruby.

"Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan Safir. Kau sendiri?" Elzar menatap Ruby dengan senyuman khasnya.

"Ah. Aku juga mempunyai urusan di sini."

"Hm." Elzar mengangkat pergelangan tangan kanannya untuk melihat jam tangan yang melingkar di sana. "Aku sedang tidak teburu-buru, kita bisa menghabiskan waktu jika kau mau?"

Ruby tersenyum kecil. "Tidak usah. Aku yang sedang terburu-buru."

"Emh, sayang sekali. Baiklah jika kau tidak mau. Aku akan masuk duluan," kata Elzar sembari berlalu. Sepertinya anak itu sedikit kecewa dengan perkataan Ruby, tapi Ruby tak pernah peduli. Yang ia pedulikan hanya operasi itu dan Safir, entah sejak kapan. Kali ini ia tidak mau membuang waktunya.

Ruby berbalik dan melanjutkan jalannya ke ruang operasi tanpa banyak di sadari orang. Ruby hanya tidak mau menjadi saudara yang jahat, yang merebut kebahagiaan Intan juga Elsa.

===

Seorang pria dengan pakaian Dokter itu berjalan santai dengan kedua tangan tenggelam dalam saku jas putihnya. Mata di balik kacamata itu diam-diam melirik was-was dan dengan satu sentakan, Pria itu memanjangkan satu kakinya. Tangan kirinya mengunci kedua tangan itu ke belakang. Sedang yang satunya mencoba meletakkan sapu tangan itu ke mulut Wanita yang tengah berjalan di koridor.

Wanita itu mencoba memberontak, tapi saat menghirup aroma pada sapu tangan yang ada di tangan pria itu, kepalanya mendadak pusing dengan badan yang melemas. Sampai semuanya menggelap.

Pria itu tersenyum puas dan menutup mata Wanita itu dengan sapu tangan yang ia sudah berikan obat tidur. Dengan sigap Pria yang menyamar sebagai Dokter itu membawa Wanita-nya pergi.

===

Safir hanya diam mendengar Dokter yang mengatakan pendonor Intan saat ini belum datang juga. Padahal operasi akan dilakukan sebentar lagi. Kenapa sepertinya Rumah Sakit ini selalu tidak bisa diandalkan dalam kondisi darurat seperti ini? Jika operasinya berhasil pun Intan belum tentu selamat, dan sekarang Dokter itu lagi-lagi membawa kabar buruk.

Safir hanya bisa terduduk dan berdoa agar pendonor itu segera datang. Tapi tiba-tiba otaknya malah memikirkan Ruby. Kira-kira ke mana wanita itu? Elzar mengatakan ia baru saja bertemu dengan Wanita itu di bawah, tapi kenapa Ruby sampai sekarang tidak muncul juga?

Safir mencoba menghubungi Ruby, namun ternyata selalu gagal. Ia mulai khawatir tanpa alasan. Jantungnya pun terus berdetak cepat seolah tak bisa tenang. Matanya menerawang ke depan.

Sebenarnya ada apa? Kenapa aku khawatir dengan Ruby? Dia bukan anak kecil lagi, seharusnya aku tidak perlu khawatir.

"Semoga Ruby baik-baik saja. Dan semoga saja dia tidak ceroboh lagi mengingat usianya yang sudah tua," desis Safir yang mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Tapi tetap saja hatinya merasa tidak tenang. Safir menghela napas dan memutuskan untuk mencari Ruby ke atas atap gedung. Mungkin wanita itu ada di sana.

Safir terus berjalan, mempercepat temponya. Sampai berlari karena cemas tanpa alasan yang tiba-tiba mengendap di dada.

BRAK!

Karena terburu-buru Safir sampai tak sengaja mendobrak pintu atap. Ia menolehkan kepalanya ke segala arah. Tak ada Ruby, hanya ada embusan angin yang menyapa Safir. Ia menghela napas kuat-kuat, membiarkan rasa khawatir yang bersemayam di dadanya keluar dan terbawa embusan angin malam.

Bersamaan itu, di tempat lain embusan itu menyapa wajah seorang wanita yang menutup matanya. Menerbangkan helaian rambutnya perlahan sehingga kedua mata itu terbuka. Ia menghirup napasnya dalam-dalam. Beberapa menit berlalu sampai Ruby sadar di mana dirinya berada. Di atap gedung, tapi bukan gedung Rumah Sakit. Ada dua orang Pria memegang erat kedua tangan Ruby. Ia mencoba memberontak, tapi tenaga dua pria itu sangatlah besar dibandingkan Ruby.

Suara tepukan terdengar dengan tawa licik diikuti. Ketukan sepatu itu mendekat membuat Ruby diam, menunggu orang yang menyuliknya itu memerlihatkan batang hidungnya di hadapan Ruby, dan ia pastikan orang itu tidak akan selamat dari genggamannya.

"Apa kabar Ruby?"

Ruby menoleh. Angin lagi-lagi berembus membuat rambutnya yang menutupi mata berkibar ke belakang. Membuat Wanita itu bisa dengan jelas menatap penculik itu, dan orang itu memberi tatapan setajam harimau yang ingin menghabisi mangsanya. Bukan Ruby jika wanita itu takut hanya karena tatapan seseorang.

"Pernah berpikir kau akan mati dengan cara seperti apa?"

"Well ... sorry?" Ruby mengangkat satu alisnya menatap Chandra dengan senyuman miringnya. "Seorang pembunuh sepertiku, tidak akan mati di tangan pecundang sepertimu."

Chandra melotot tidak percaya dengan perkataan Ruby yang meremehkannya. Dua tangannya mengepal kuat menahan amarah, telinganya panas mendengar hinaan itu.

"Shut the fuck up your sweetie mouth!!" bentak Chandra.

Ruby lagi-lagi tersenyum sinis penuh ejekan. Ia menggeleng pelan dengan tawa yang dibuat-buat. "Kau tahu, aku sudah memberitahu Safir tentang semuanya. Tinggal menunggu dia datang dan memasukkanmu ke dalam penjara. Semua orang juga tahu, pembunuh tidak pantas dipenjara, dan kau akan mendapatkan itu Chandra."

"Tidak Ruby," kata Chandra sembari mengangkat satu tangan, jari telunjuknya berada tepat di depan bibir Ruby menyuruh Wanita itu tidak banyak bicara. "Kenapa dia harus memasukanku ke dalam penjara? Kenapa dia tidak langsung membunuhku saja?"

Ruby menyingkirkan tangan Chandra dengan menjauhkan wajahnya. "Karena Safir tidak akan sudi mengotori tangannya untukmu," jawab Ruby cepat.

"Oh, bagaimana dengamu, sayang? Kau tak takut?"

"Aku tidak pernah takut akan apa pun bahkan mati sekali pun! Aku yakin Safir akan datang, dia akan menemukanmu!"

"Cepat bawa dia ke penyimpanan buah!" teriak Chandra menyeru anak buahnya untuk membawa Ruby.

Semua pria berpakaian hitam itu menuruti perintah Chandra dan membawa Ruby pergi. Chandra tersenyum mengerikan dengan tatapan tajam menerawang. "Bukan aku, tapi kau yang membunuh anak buah Safir. Aku hanya telah membunuh Ayahnya, dan beruntung sekali perusahaan itu tidak bangkrut!"

"Oh ya!" Chandra melotot senang. Setiap perkataannya memiliki nada jahat yang dibuat-buat. "Aku tidak membunuh siapa pun! Tapi orang itu ... Elzar yang telah membayar orang sepertiku!" Lantas diikuti tawa mengerikan.

===

Hai...👐 Aku bakal usahain apdet cepet, karena gak bisa double up. Soalnya, kayaknya, sepertinya, hmm cerita ini bakal mendekati tamat. See you ya!

With Your BodyWhere stories live. Discover now