09 || Tidak Suka

4.9K 204 3
                                    

===

SINAR matahari tampak menyelip di antara kaca-kaca restoran. Siang sudah menjelang sore, dan dari pagi yang Ruby kerjakan hanya duduk di meja pelanggan sembari menatap ke jendela luar. Apalagi kalau bukan menunggu kedatangan Safir? Ruby sempat heran, kenapa pria itu selalu saja datang sore? Percuma saja ia bekerja di sini jika jarang bertemu dengan Safir. Bahkan alibinya waktu lalu saat ia mengatakan ingin seseorang melihat dirinya dari hati tidak membuat Safir berusaha mengenalnya lebih dekat. Pria itu masih dingin dan tidak peduli, jika berbicara panjang kali lebar maka akan ada kata-kata ketus di antaranya membuat Ruby gemas.

Tidak ada yang berani menegur Ruby. Wanita itu tidak menggunakan setelan koki, ia beralasan kakinya masih sakit dan izin untuk tidak bekerja dulu, tapi Ruby tetap datang ke restoran hanya untuk melihat Safir. Satu hal yang akhir-akhir ini ia pikirkan, mengapa nama Safir seringkali bermunculan di otaknya?

Sampai beberapa menit berlalu secercah senyuman miring itu muncul di antara kedua bibir manis Ruby. Pria yang ditunggu-tunggu telah datang memasuki restoran. Tanpa basa-basi dan tanpa melihat sekitar Ruby melangkahkan kaki cepat menghampiri pria berkemeja biru pastel itu dan memeluknya. Menghirup aroma kuat-kuat pada leher Safir. Tak memedulikan pria yang ia peluk hanya diam di tempat membeku.

Ruby melonggarkan pelukannya dan tersenyum mengerikan. Menatap Safir. "Maaf sedikit lancang, Tuan! Aku hanya rindu bau tubuhmu."

PLAK!

Tamparan keras tiba-tiba didapatkan Ruby. Wanita itu hampir terjengkal karena kerasnya tamparan jika saja Safir tidak menopang tubuh Ruby dengan tangan kekarnya. Pria itu menoleh menatap wanita di sampingnya, tatapannya menajam, tapi tak lama. Karena saat itu pula tergantikan tatapan mata yang Safir usahakan terlihat lembut.

"Intan, jangan seperti itu! Kamu terlalu berlebihan," desis Safir. Ia berusaha menarik tubuh Ruby yang masih mematung tak percaya.

Seluruh mata pelanggan yang ada di sekitar menoleh karena mulai penasaran.

"Lancang sekali jalang ini datang dan memelukmu! Memangnya dia siapa? Jalangmu? Hah?" Intan hampir berteriak. Matanya memerah antara menahan tangis dan marah. Ia kesal, ia cemburu, dan ia ingin memaki wanita jalang yang dengan tidak tahu diri menyentuh Safirnya.

Ruby masih meringis sambil mengusap pipinya yang terasa berdeyut tak keruan. Panas dan perih beradu menjadi satu. Ia mencoba membuka matanya yang sedari tadi terpejam. Melihat sosok wanita yang kemarin sempat melihat dirinya dan Safir di ruangan Safir. Apa wanita itu kekasih Safir? Ruby akui dirinya salah, tapi jujur, Ruby tidak sengaja memeluk Safir. Ia hanya kesal pada pria itu karena datang terlalu lama. Ia hanya suka menggoda pria itu. Dan ia mulai benci seseorang yang mengatur dirinya harus bagaimana dalam bersikap. Termasuk wanita itu.

Intan melirik tajam Ruby yang masih menatapnya. Wanita itu maju selangkah mendekati Ruby, tangannya dicekal Safir, dengan kasar Intan mengibaskan cekalan Safir dan tetap mendekat. "Tidak adakah pria lain selain Safirku yang bisa kau goda, hah?"

Ruby bersikap tenang. Seperti yang selalu ia lakukan, wajah datar dan senyuman sinis itu terlihat di wajah cantik Ruby. "Tidak mau!"

Intan mengerutkan dahi tidak suka. Ya! Dirinya barusan hanya bertanya seolah basa-basi untuk menyuruh wanita itu menjauhi Safir, tapi Ruby ternyata cukup pintar untuk menebak apa yang ia katakan. "Mau tidak mau kau harus menjauh dari Safir! Jangan dekati dia lagi! Karena aku tidak suka!!"

"Memangnya apa peduliku kau suka atau tidak? Yang aku suka Safir," jawab Ruby kalem.

Intan berniat menampar Ruby lagi, tapi dengan cepat Ruby mencengkram tangan Intan dengan begitu erat membuat meringis.

"Hentikan!" Safir meletakkan tangannya pada cengkraman Ruby membuat wanita itu menoleh. Pria itu melepaskan tangan Ruby dan perhi sembari menarik Intan menjauh.

Ruby hanya bisa menghela napas kasar karena kesal. Rasanya ia ingin menjambak rambut wanita itu sampai tak ada lagi yang tersisa. Tangannya mengepal kuat sampai seseorang datang dari arah belakang. Berdiri tepat di samping Ruby.

"Jangan buat Safir marah!"

Ruby menoleh cepat. Mendapati Elzar dengan senyuman mempesona yang ia seringkali tunjukkan. "Kau!"

"Iya, aku. Elzar." Jeda sebentar sebelum Elzar melanjutkan perkataannya. "Kau tidak mau Safir membencimu, bukan?"

"Apa maksudmu?" Ruby balik bertanya dengan alis mengerut.

Elzar tertawa kecil. Tangan besarnya memeluk pinggang ramping Ruby dan membisikkan kata halus di sana membuat tubuh Ruby sedikit merinding. "Jika kau menyakiti Intan, Safir bisa marah."

Lalu Elzar mengecup pipi Ruby sekilas sebelum meninggalkan wanita yang tengah terdiam di tempatnya. Bukan karena bisikan atau ciuman Elzar, bagi Ruby itu biasa apalagi pria seperti Elzar yang gemar bergonta-ganti wanita. Tapi perkataannya, bahwa Safir akan marah jika ia menyakiti Intan?

Ah, Ruby benci ada di situasi seperti ini.

===

Makin hari makin dikit aja. Bodo amat yg penting apdet.

Sebenernya Ruby itu gak suka atau emng cemburu si, herman gue

With Your BodyWhere stories live. Discover now