25 || Pengakuan

3.6K 190 9
                                    

===

TIDAK ada yang lebih menyakitkan saat kau masih hidup, tapi tidak tahu tujuan hidup. Kehilangan mimpi itu biasa, ada saat di mana banyak orang kehilangan alasan hidup. Bukan lagi sakit, tapi menyedihkan.

Ruby tidak tahu harus berbuat apa saat mengetahui kenyataan bahwa Safir dan Axel adalah orang yang sama. Safir adalah incarannya, sama seperti Axel yang menjadi targetnya. Ia pergi dari gubuk itu, meninggalkan Chandra yang terus memukul Safir. Katakan Ruby jahat, ia hanya tidak tahan melihat Safir meringis kesakitan. Juga belum siap menjawab pertanyaan Safir jika Pria itu bertanya tentang siapa dirinya.

===

Atap atau roof top selalu menjadi pilihan terbaik untuk Ruby. Di gedung yang sudah tak terpakai ini Ruby selalu menghabiskan waktunya untuk menenangkan diri. Menikmati semilir angin yang menerbangkan helaian-helaian rambut. Tatapannya masih lurus ke depan dengan tangan yang tenggelam di balik saku jaket.

Satu langkah, dua langkah. Kaki Ruby yang berbalut sneakers putih berhenti saat ia merasa dirinya sudah berada di tepian gedung. Bahkan hanya telapak kaki bagian belakang yang mampu menopang berat badan Ruby yang mulai kehilangan akal.

"RUBY APA YANG KAU LAKUKAN?"

Teriakan memekak telinga membuat Ruby terkejut dan sontak menoleh ke belakang. Tubuh Ruby limbung, hilang keseimbangan sampai tubuh Wanita itu siap terjun bebas dan mendarat dengan naas di aspal yang keras.

Sera yang panik cepat-cepat berlari dan menarik tangan Ruby sampai tubuhnya terpeleset di tepi atap karena tarikan yang tak disengaja. Sera masih bertahan dengan tubuhnya yang tengkurap mencoba menarik Ruby ke atas dengan susah payah. "Ruby pegang erat tanganku!" seru Sera berteriak.

Ruby mencoba melepaskan tangan Sera dan menggapai tepian gedung. Kakinya menanjak dengan lincah dan dengan sekali hentakkan wanita itu sudah duduk di tepi gedung dengan napas terengah.

Sera melongo dibuatnya. Ia menoleh ke arah Ruby, kesal. Duduk sembari menatap tajam Ruby. "Kau ini gila?"

"Kau yang sudah gila!" kata Ruby, mulai tenang.

"Apa? Aku?" tanya Sera dan menunjuk dirinya sendiri. Sementara Ruby mengangguk pelan. "Jelas-jelas kau yang ingin terjun ke bawah barusan?"

Sera menjelaskannya dengan menggebu-gebu membuat Ruby menoleh sedikit ke arahnya. "Memangnya aku tidak waras? Untuk apa aku terjun ke bawah?"

Sera menghela napas kasar dan menggeleng kecil. "Sekarang kau yang bertanya padaku. Kau pikir aku aplikasi simi-simi yang selalu bisa menjawab pertanyaanmu!"

Ruby memutar bola matanya. "Hey, Seraku yang sangat cantik. Aku hanya diam berdiri di sini sampai kau mengejutkanku dan aku kehilangan keseimbangan!"

"Oh." Mendengar penjelasan dari mulut Ruby membuat Sera malu sendiri dan tersenyum kecil. "Aku pikir kau ingin bunuh diri, setidaknya jangan melepas tanganku barusan."

"Jika aku tidak melepas tanganmu, kita berdua bisa terjatuh ke bawah."

Sera terdiam. Ia tidak peduli tindakan bodoh yang ia lakukan pada sahabatnya tadi akan membahayakan Ruby. Salah Ruby sendiri berdiri di tepi gedung dengan setengah kaki yang melayang membuat Sera berpikir macam-macam. Ia melirik Ruby sekilas yang tampak tenang memandang gedung-gedung pencakar langit. "Bagaimana Safir? Kau akan diam di sini dan membiarkan dia mati mengenaskan?"

Mendengar pertanyaan Sera membuat kepala Ruby pening seketika. Ia mengurut dahinya pelan. "Bagaimana menurutmu? Aku ... aku tidak tahu harus berbuat apa?"

With Your BodyWhere stories live. Discover now