24 || Bertemu Axel

3.4K 153 6
                                    

===

Gelap.

Berdebu.

Lembab.

Kata yang tepat untuk mendeskripsikan tempat itu. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk melewati ventilasi yang sudah disarangi laba-laba. Gubuk terbengkalai itu sepi, hanya ada hewan-hewan yang betah di sana.

Napas pria itu pelan bahkan hampir tak terdengar. Dia terbatuk, matanya terbuka perlahan lantas menyipit mengamati tempat itu. Tangannya mati rasa, linu, sakit, dan masih terasa panas. Badannya serasa remuk. Safir mengadahkan kepala, kedua tangannya diikat rantai dengan keadaan berdiri. Ia mencoba melepas ikatan yang ada membuat pergelangan tangannya memerah.

"Aaaaaarrrrrggghh!!!"

===

"RUBY!!" teriak Sera geram saat mendapati sahabatnya tengah bercumbu dengan seorang yang tidak ia kenal sama sekali.

Ruby seketika menghentikan aktivitasnya. Dan Pria asing itu bergegas pulang. Entah apa yang mereka lakukan.

"Seperti tidak biasa saja?" tanya Ruby saat pria itu sudah pergi.

Sera memutar bola mata. "Aku akan tetap bilang itu menjijikkan!"

"Well?" kata Ruby sembari menaikkan satu alis. "Aku pusing. Butuh hiburan. Lalu pria itu datang dan ingin bermain denganku, kenapa tidak?"

Menghela napas, Sera menatap Ruby heran. "Ayolah, Ruby! Harus berapa kali aku bilang jauhi kebiasaan itu lagi. Cukup membunuh saja yang membuat hidupmu rusak, tidak untuk tubuhmu."

Kini, Ruby yang menghela napas, lelah. Ia duduk di sofa miliknya dan memejamkan mata. "Biarkan saja! Tidak ada yang akan mengkhawatirkanku!"

"Aku? Safir?"

"Cih!" Ruby berdecih cepat. "Safir?"

Sera mengangguk. "Hey! Jangan bilang kau menyerah."

"Sudah kulakukan," jawab Ruby pelan.

"Aku heran," ucap Sera setelah lama melotot pada Ruby. "Kau ini selalu saja menyiksa dirimu."

Ruby menoleh. "Apa maksudmu?"

"Hidup hanya sekali, Ruby. Lakukan apa yang kamu cinta dan pastikan itu yang terbaik untukmu," kata Sera sembari berlalu ke dapur.

Entah untuk yang ke berapakali Sera berucap seperti itu, tapi Ruby tahu apa yang ia lakukan, mungkin takdirnya bersama Chandra. Membunuh dan membunuh. Ia menyenderkan punggungnya dan menatap langit-langit. "Apa Safir benar peduli?"

Keningnya berkerut samar. Itu adalah pertanyaan bodoh. Tentu saja Safir tidak peduli dengan Ruby, memangnya ia siapa?

Drrtt!

Ponselnya berbunyi. Ruby mengangkat panggilan dari ponselnya dan meletakkan benda pipih itu di daun telinga. Tak lama Wanita itu mengangguk dan bangkit. "Sera aku pergi!" teriaknya sembari berlalu keluar rumah.

Sera yang mendengar teriakan Ruby hanya bisa berdecak sebal. "Kau pikir aku tukang bersih-bersih rumahmu, ya, Rub?" Sera bertanya sendiri seolah Ruby ada di hadapannya.

With Your BodyWhere stories live. Discover now