13 || Tidak Pernah Menyesal

5.2K 213 15
                                    

===

"Bruna?" tanya Ruby pada dirinya sendiri saat berhasil membaca tulisan yang ada di belakang foto tersebut.

Helaan napas kasar terdengar. Tangan Ruby meremas kesal foto yang ia genggam. Ruby benar-benar tidak mau membunuh seorang gadis muda. Kalau begini maka dirinya benar-benar akan menjadi seorang pembunuh, ya meski sebenarnya Ruby memang pembunuh bayaran. Dan lepas dari Chandra tidak semudah membalikkan telapak tangannya sendiri.

"Kasihan, sayang sekali orang secantik dia akan mati." Ruby melempar remasan foto yang sudah tak berbentuk itu ke sembarang arah dan memutuskan untuk meninggalkan tempatnya.

===

You just want attention

You don't want my heart

Maybe you just hate the thought of me with someone new ...

Yeah you just want attention

I knew from the start ....

Lagu mengalun dari radio menemani perjalanan mereka di dalam mobil. Safir yang mengendarai mobilnya hanya melirik sekilas pada Intan yang sedang bersenandung kecil. Harusnya pagi ini ia ke kantor untuk memastikan semua pekerjaannya di sana, tapi berhubung Intan ingin ikut dengannya, Safir putuskan untuk ke Restoran saja.

Sebenarnya Safir paling tidak suka diikuti, selain menghambat pekerjaan itu juga membuatnya repot. Seperti harus selalu berpura-pura baik demi tidak menyinggung hati orang itu. Tapi kalau dengan Ruby beda hal lagi. Jika wanita itu terus mengikutinya, maka Safir tidak mau repot untuk berpura-pura baik karena status Ruby hanya orang aneh yang berotak tidak waras.

"Yeah, you just want attention. I knew from the start. You're just making sure i'm never gettin' over you. Ohh." Intan mengikuti alunan lagu yang dinyanyikan oleh Charlie Puth, salah satu penyanyi yang ia idolakan. Dengan senyuman kecilnya yang membuat Intan semakin terlihat cantik. Sayang, tidak membuat Safir terpana karena sudah ia anggap adik sendiri.

"Hei," panggil Safir sembari melirik sekilas ke arah Intan.

"Ada apa?" tanya Intan. Matanya berbinar dan senyumannya terlihat cerah. Safir dapat melihatnya, ia hanya tersenyum kecil menanggapi.

"Aku tebak kau belum makan." Safir memutar setirnya saat ada belokan.

"Memang belum, mana sempat aku makan. Tadi aku buru-buru ingin bertemu denganmu karena aku sudah merindukan mata birumu itu," kata Intan. Seulas senyuman kembali terbit di wajahnya yang cantik, Intan menyingkirkan anak rambutnya ke belakang telinga.

Safir mendengkus geli mendengarnya. Ia menggerakkan kepalanya setelah menghentikkan mobil mengisyaratkan untuk mengajak Intan keluar. "Baiklah. Aku tidak ingin tenagamu habis karena merindukan aku, jadi kau harus makan."

"Baiklah," sahut Intan dan mengikuti Safir untuk keluar dari mobil. Mereka sudah sampai di restoran Safir, mata hitam pekat yang terlihat bening itu melirik ke arah Safir dan tersenyum sekilas. Intan tidak dapat menghentikan senyumannya jika berada di dekat Safir. Jantungnya selalu berdebar kuat belum lagi aroma tubuh Safir yang mask membuat Intan nyaman.

Intan meraih tangan Safir dan menggenggamnya erat saat memasuki Restoran, yang hanya ditanggapi Safir dengan senyuman kecil. Intan melihat sekitar yang terlihat ramai, memerhatikan Restoran Safir yang kian hari makin terlihat banyak pengunjung, tapi dari 7 tahun lalu semenjak Restoran ini berdiri tidak ada yang berubah. Suasana dan luas restorannya masih sama, hanya saja dekorasi ruangannya yang sedikit berbeda.

With Your BodyWhere stories live. Discover now