20 || Biru

3.7K 171 0
                                    

===

Safir tertawa kecil. "Kau selalu sinis dengan restoranku, Bruna."

Mata biru Bruna memutar malas. "Justru karena restoran itu kau lupa dengan adikmu sendiri."

"Mana mungkin aku lupa denganmu. Cepat jawab saja pertanyaanku habis darimana saja kau sampai pulang selarut ini?" tanya Safir yang mulai bangkit dari duduknya.

Bruna membuang napas lelah. Matanya menatap objek lain datar. "Memberi sedikit pelajaran untuk Wanita itu."

"Wanita siapa yang kau maksud?" tanya Safir mulai penasaran. Dua tangannya ia lipat di depan dada sambil menatap adiknya intens.

"Pembunuh itu. Aku yang akan membunuhnya," jawab Bruna lugas dan mengikuti gaya Safir—melipat dua tangannya di depan dada.

"Kau tidak usah ikut campur. Biar aku yang menangani pembunuh itu."

"Kau bisa saja menemukan pembunuh itu dalam waktu kurang dari seminggu. Tapi lihat sekarang? Kau bahkan belum mulai mencarinya karena terlalu sibuk dengan Restoranmu!" kata Bruna sarkas. "Aku bahkan sudah tahu siapa nama dan wajahnya seperti apa."

Safir mengerutkan dahinya tidak senang. Bukan karena ia tidak suka Bruna menemukan si pembunuh lebih cepat darinya, tapi karena pembunuh itu bukanlah hal yang main-main. Wanita yang mereka bicarakan bisa saja sangat berbahaya dan dapat mengancam nyawa adiknya. "Belum saatnya, Bruna. Biarkan pembunuh itu merasa dia aman, lalu setelah itu aku akan menjebaknya."

"Menjebaknya untuk apa?"

"Akan kubunuh dia!" ucap Safir yakin.

Sementara Bruna tertawa pelan sembari memegang perutnya. "Kau mungkin meletakkan satu peluru. Tapi kau hanya memberi tiga peluru, Safir," katanya sembari menghentikan tawa. "Kau tidak akan membunuhnya. Kau hanya akan membuat pembunuh itu masuk Rumah Sakit Jiwa dan aku tidak akan terima!"

Satu alis Safir menaik. "Bukankah itu bagus? Dibunuh secara perlahan."

Bruna menggeleng kuat-kuat. "Aku yang akan tetap membunuhnya sebelum Wanita itu yang akan menghabisiku!" ucap Bruna telak dan pergi menaiki tangga dengan langkah yang sengaja ia hentakkan, tak peduli Safir yang masih memanggilnya. Bruna tetap naik ke atas dan memasuki kamar tanpa menoleh lagi.

===

Suara jangkrik menemani sunyi malam. Angin berembus kencang di luar membuat beberapanya menyelinap masuk ke dalam kamar Ruby melalui jendela yang terbuka. Wanita itu duduk di depan komputernya dengan jari-jari jenjang yang mengurut pelan dahinya. Setelah memindahkan seluruh identitas, bukti, dan senjata miliknya ke rumah Sera, wanita itu berniat menghubungi seorang hacker yang sudah ia kenal.

Layar komputernya tak lama menampilkan Wajah seorang pria seumurannya dengan kacamata bertengger manis di hidung. Mungkin beberapa orang yang tidak mengenalinya akan berpikir Pria itu adalah orang yang pintar, baik, dan sopan. Pria baik-baik. Wajahnya yang tampan dan perawakannya yang terlihat kalem menjadikan Pria itu terlihat sangat manis.

Tapi pria yang ada di dalam komputer Ruby bukanlah pria baik atau sopan. Mungkin pintar, tapi berbahaya. Seorang hacker dunia gelap yang sering dibayar karena kepintarannya untuk hal sadap-menyadap di dalam urusan dunia jaringan internet.

"Bagaimana, Boy?" tanya Ruby.

Boy menyisir rambutnya ke belakang. Ia membasahi bibirnya sekilas. "Beres. Semua sudah aku hapus. Tidak ada lagi rekaman vidio atau cctv tentangmu."

With Your BodyWhere stories live. Discover now