Chapter 18

622 23 0
                                    

"Mirror is my best friend. Because when i cry, it never laughs."

Charlie Chaplin

〰️〰️〰️〰️〰️〰️

Di malam harinya, Keira terlihat sedang berbaring di ranjangnya menghadap ke arah jendela kamarnya. Jendela kamarnya itu bersebrangan dengan arah pintu masuk kamarnya. Keira tampak sedang menangis sambil mendengarkan musik melalui earphone yang telah terpasang di telinganya itu entah sejak kapan.

Ranjang yang ia tiduri terasa mendapatkan tekanan lebih dari sisi lainnya. Ranjangnya itu berukuran king size. Benar saja sosok pria berbaring begitu saja di sampingnya, masuk tanpa mengetuk, berbaring tanpa izin, tentu dia Reino.

“Lo lagi nangis ya?” tanya Reino dengan suara tenornya itu.

“Engga kok,” jawab Keira dengan suara paraunya itu. Lidah Keira terasa kelu ketika ingin mengucapkan kata-kata yang mengusir Reino untuk keluar dari kamarnya. Pertanyaan Reino terlihat menenangkan bagi Keira. Ya, wanita. Semudah itu.

Reino menyilangkan kedua tangannya dan meletekkannya tepat di bawah kepalanya sambil berbaring menghadap langit-langit kamar Keira, “Hmm, yakin?” tanyanya sekali lagi untuk meyakinkan.

“Iya,” jawab Keira masih dengan suara paraunya.

“Kalo lo ga nangis, lo liat gue. Jangan belakangin gue kaya sekarang,” pinta Reino pada Keira.

Tanpa suatu aba-aba, Keira segera membalikkan badannya dan memeluk Reino dengan erat, sangat erat. Terdengar oleh Reino suara nafas Keira yang mulai tidak beraturan. Awalnya Reino merasa kaget, namun Reino mulai menggerakan tangannya untuk membalas pelukan Keira.

Bergerak melingkari tubuh Keira yang jelas lebih kecil dari Reino, sehingga mudah untuk dipeluk. Reino mengeratkan pelukannya, isakan Keira semakin kuat dengan pelukan Reino yang semakin erat.

Sesekali Reino mengusap punggung belakangnya dan menciumi bagian atas kepala Keira. Usapan di bagian punggung dan kecupan di kepala memang dapat menenangkan seseorang, menguatkan.

Tidak sedikit pun Reino bertanya hal apa yang sedang terjadi pada Keira. Pertanyaan bukanlah salah satu cara untuk menenangkan, Reino paham itu. Reino hanya mencoba menenangkan Keira.

Jantung mereka saling berpacu, jantung Keira berdegup kencang dikarenakan tangisan dan suasana hati yang sedang tidak baik, lalu apa arti dari degupan kencang dari jantung milik Reino?

“Siapakah yang salah, Rei? Aku? Dia? Atau bahkan ternyata Tuhan juga bisa salah?” teriak Keira dalam isakannya yang masih dalam pelukan Reino.

Superman yang salah, pakai celana dalem kok di luar,” jawab Reino yang berusaha mencari jawaban yang tepat agar tidak menambah suasana hati Keira menjadi lebih buruk.

Perasaan emosional Keira semakin besar, ”SIAPA, REI?!”

“Tukang nasi goreng, nasi udah di masak masih aja di goreng HAHAHAHA.” Tawa Reino yang berusaha memecahkan suasana hening tersebut.

Keira masih saja terisak, lelucon milik Reino tidak sedikit pun dapat meluluhkan Keira. Bahkan lelucon tersebut mengingatkan Keira kembali pada sosok pria yang menjadi alasan ia menangis sekarang, Aldi pernah mengucapkan lelucon tersebut. Melihatnya, Reino hanya kembali mengeratkan pelukannya pada Keira.

Keira terus membasahi kaus yang dikenakan oleh Reino, tidak masalah bagi Reino untuk hal itu. Selang berjalannya waktu, Keira terlelap di pelukan Reino, terasa bagi Reino dengan ditunjukkan oleh dekapan tangan Keira pada punggungnya mulai mengendur.

Reino mencoba melepaskan pelukannya dengan perlahan-lahan agar Keira tetap terjaga dalam tidurnya.

Just a Little Closer [Completed✔️]Where stories live. Discover now