Chapter 24

587 21 1
                                    

"Love is like the wind, you can not see it but you can feel it."

Nicholas Sparks

〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️〰️

Keira menyisir rambutnya, bersiap-siap untuk pergi berdua bersama Reino. Ia membiarkan rambutnya lurus terurai dan memberikan jepit mungil di salah satu sisi rambutnya.

Ia pun memoleskan beauty balm cream di wajahnya dan memberikan bedak di wajahnya dan Keira pun tidak lupa memoleskan sedikit lipstick di bibirnya dengan warna krim agak oranye agar tidak terlalu terlihat pucat, ini kali pertama Keira merias wajahnya kembali setelah sekian lama ia tenggelam dalam kelam kenangan bersama Aldi hingga sekarang ia mulai merasakan kenyamanan bersama Reino.

Aldi tentu masih ada, sulit untuk dilupakan. Namun, perasaan Keira untuk Aldi telah dibagi sedikit demi sedikit kepada Reino.
Sementara di kamarnya, Reino pun sedang bersiap-siap sebelum berangkat dengan Keira.

Reino menyemprotkan pewangi pada bajunya dengan banyak semprotan dengan harapan wanginya akan ada sampai malam ini berakhir. Ia mengenakan jam tangannya yang diambil dari meja belajarnya.

“Udah jam tujuh malem, Keira udah siap belum ya.” Reino melirik jam tangannya kemudian ia melirik dinding kamarnya yang ada di hadapannya.

Reino DwP : Kei? Udah siap?

Reino mengirimkan Keira pesan. Namun, hingga 3 menit Reino menunggu tetap tidak ada balasan dari Keira. Bagi seseorang yang menunggu balasan pesan, 3 menit sangat lah lama. Reino pun memutuskan untuk pergi saja ke kamar Keira.

“Samlekum, lama amat Bu haji.” Reino tanpa ketukan pintu segera masuk membuka kamar Keira dan berbaring di kasur sambil memandangi Keira yang masih sibuk merias wajahnya.

“Ihhh kamu kok asal masuk aja,” ucap Keira sambil menatap Reino yang terlihat dari kaca riasnya.

“Aku kan udah chat kamu.” Reino mengambil guling yang tergeletak dan kemudian dipeluknya. Keira melanjutkan merias wajahnya.

“Anjir, ini udah jam berapa. Ayo, nanti kesiangan Bu haji. Nanti jama’ahnya ilang.”

“Sabar, siang apaan. Malem gini.” Keira pun bersiap mengambil mini ranselnya yang kemudian diisikan dengan pewangi, lip tint, earphone, tisu dan dompet, “Ayo, aku udah siap.”

“Yaudah gih berangkat, gue ngantuk,” Reino menjawab sambil menutup matanya seperti orang sedang tertidur.

“Ihhh, jadi gak? Ayo berangkat,” ucap Keira namun Reino hanya terdiam.

“Reino?” Keira mencubit hidung milik Reino, “Yaudah aku tidur aja nih ya kalo gak jadi pergi.” Reino masih saja terdiam tidak membalas ucapan Keira.

“Reino ihhh, aku tidur beneran nih ya?” tanya Keira sekali lagi.

“Iyaa, Kei. Tidur aja sini, di samping aku nih.” Reino menggerakkan tangannya dan menepuk salah satu sisi kasur lainnya yang masih kosong nengisyaratkan agar Keira tertidur di bagian tersebut.

“Ihhh, Reino serius! Aku udah dandan cantik-cantik ujungnya gak jadi.” Keira kembali melepaskan tas yang sudah digendongnya kemudian diletakkan ke tempatnya semula.

“Hahahaha, jadi sayang. Iya dah yang udah cantik, ayo berangkat.” Reino yang awalnya melirik gerak-gerik Keira melalui sela-sela matanya yang ia buka sedikit kemudian segera terbangun melihat Keira yang mulai menyimpan tasnya kembali itu.

Reino segera menarik tangan Keira. Keira pun tersenyum melihat tangannya yang digenggam oleh sosok pria tangguh yang telah menunjukkan ketangguhannya kepada Keira dengan cara menemani setiap kali Keira merasakan sedih. Sosok tangguh lah yang setiap wanita patah hati butuhkan.

Reino menarik tangan Keira namun Keira hanya terdiam tanpa bergerak melihat tangannya digenggam oleh Reino.

“Kei? Ayoo!” ucap Reino. Reino menarik lagi tangan Keira, namun Keira masih saja diam menatap tangannya sambil tersenyum.

Sesekali Keira menatap Reino dengan tatapan tengil. Reino pun mencium pipi Keira kemudian menarik kembali tangan Keira dan Keira pun mengikuti arah tangan itu ditarik.

“Dasar ... masa harus dicium dulu sih, manja.” Reino tersenyum.

Keira dan Reino pun menuju kamar Bunda Fiona dan Om Sena, terlihat Om Sena sedang berbincang-bincang dengan Bunda Fiona.

“Yah, Bun, Reino sama Keira keluar dulu sebentar ya,” ucap Reino yang kemudian diikuti oleh Keira yang tersenyum mengisyaratkan juga ikut meminta ijin.

“Iya, jangan pulang kemaleman ya, Nak,” ucap Bunda Fiona sambil tersenyum.

“Ayah bakal kunci pagarnya dari jam 9, no more Reino.” Ayah mengingatkan Reino kembali akan waktu maksimal yang bisa Reino dan Keira gunakan untuk berada di luar rumah pada malam hari.

“Telat dikit gapapa ya? Ini aja udah hampir jam setengah delapan, Yah,” ucap Reino membujuk.

“Iya, jam 9 lewat 15 menit ya."

“Ya Allah Ayah, bentar amat,” ucap Reino.

“Yaudah, jam 9 lewat 10 menit,” ucap Ayah.

“Dihhh kok malah dikurangi lagi,” jawab Reino dengan menunjukkan raut wajah sedihnya.

“Oh yaudah, jam 9 lewat 5 ya, jangan telat.”

“Kok gitu? Yaudah iya-iya jam 9 lewat 15 Reino pulang.” Reino pun pamit dengan mencium pundak tangan Om Sena dan Bunda Fiona diikuti oleh Keira di belakangnya.

“Hati-hati ya, Nak, Jaga Keira baik-baik,” ucap Bunda Fiona.

“Siap, Bun! Tuan Puteri yang cantik ini selalu dalam genggaman Reino,” ucap Reino dengan tangan yang diletakkan di kepala seperti seorang prajurit hormat. Kedua manusia yang telah membesarkan Reino itu pun tersenyum mendengar perkataan anak kesayangannya.

Reino melajukan kendaraanya meninggalkan rumah kemudian mulai memasuki jalanan Jakarta yang sangat terang dikelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi dengan lampu warna-warni yang pastinya dengan tegangan yang tinggi hingga menghasilkan cahaya yang sangat terang. Ini merupakan kali pertama Keira merasakan suasana malam di Jakarta.

Reino mengajak Keira ke salah satu taman kota di sudut kota Jakarta, tempatnya sangat sepi. Hanya terdapat beberapa mahasiswa dengan jari-jemari yang sibuk menari di atas papan tombol pada laptop, entah mereka mengerjakan tugas atau mereka sedang mencari inspirasi serta mood demi ketenangan dalam menulis cerita yang akan mereka publikasikan di wattpad ataupun blog yang mereka punya.

Di sudut lainnya terdapat sepasang sejoli yang sedang menikmati suasana taman itu yang sangatlah indah dengan lampu tumblr yang mengililingi pohon dan tanaman pada taman kota tersebut. Reino memilih untuk duduk di bawah pohon dekat kolam ikan. Pohon, pohon tersebut pohon akasia.

Pohon tersebut yang selalu mengingatkan Keira akan kenangan tentangnya. Keira memikirkan Aldi pada pandangan pertama ia melihat pohon akasia tersebut namun Keira tetap berusaha untuk melupakan sosok Aldi, karena sekarang ia sedang bersama dengan Reino.

Keira tidak mengetahui tujuan Reino mengajaknya kemari. Yang wanita biasanya pikirkan yaitu pasti pria yang mengajaknya kencan akan mengajaknya untuk memiliki status yang disebut pacaran. Namun, tidak bagi Keira.

Keira berpikir Reino hanya membantu Keira menenangkan Keira untuk melupakkan Aldi seperti malam-malam sebelumnya yang Reino selalu lakukan sehubungan dengan kejadian siang hari di sekolah.  Kejadian yang sempat membuat air mata Keira menetes di tempat umum, kantin.

⚫️⚫️⚫️⚫️

Swadeekha~ cila.

Serang, 07 Maret 2018

Just a Little Closer [Completed✔️]Where stories live. Discover now