Chapter 26

608 21 0
                                    

"Angry is easy. But angry with whom, with the right levels of anger, at the right moment and goals. As well as the right way it is difficult.”

Aristotle

〰️〰️〰️〰️〰️〰️

“Arghhhhh ....” Reino meluapkan emosinya pada malam itu dan melemparkan bingkai foto bergambar wajah Keira yang pernah ia cetak sejak ia merasakan rasa cinta kepada Keira. Kini hatinya hancur.

“Kenapa, Kei? Kenapa gue yang ngerasain sakit banget kaya gini. Perih.” Reino membanting kepalanya pada tembok berkali-kali, tidak peduli seberapa sakit itu.

Bahkan ia tidak merasakan lukanya walaupun darah sudah mengucur dari sudut kepalanya, luka di hatinya bahkan jauh lebih sakit dari itu.

“Kenapa masih ada dia di hati lo? Kenapa harus gue yang terluka?!” Reino terus saja berteriak sambil memukuli kepalanya sendiri.

Reino bukanlah pria yang suka berbagi cinta, Keira merupakan cinta pertamanya. Keira yang mampu membuatnya merasakan sebuah cinta dari lawan jenis. Tapi, Keira tidak bertanggung jawab atas perbuatannya itu.

If i know what love is, it is because of you.

Reino terus berteriak meluapkan emosinya. Hingga orang tua Reino terbangun dan berusaha masuk ke dalam kamar Reino.

“Reino, ada apa Nak?” Bunda bertanya dari luar kamar Reino sambil mengetuk pintu kamar Reino. Tidak pernah sebelumnya Reino meluapkan emosi seperti ini.

“Arghhhh, bodoh!” teriak Reino dari dalam kamarnya dan terdengar suara dinding kamar Reino yang beradu dengan kepalanya. Keira menangis dengan keras ditutupi oleh bantal mendengar Reino yang ternyata terluka separah itu.

“Reino kamu kenapa, Nak? Buka pintunya, cerita sama Bunda. Bunda khawatir, kamu ngapain di sana?” tanya Bunda sambil meneteskan air matanya. Hati seorang ibu ikut merasakan sakit seorang anaknya, terlebih ia hanya mendengar anaknya membanting-banting kepalanya ke dinding dan ia tidak bisa menolong anaknya.

Ayah sibuk mencari kunci cadangan kamar Reino, khawatir hal aneh terjadi pada anaknya.

“Keira, ada apa dengan Reino?” tanya Bunda Fiona dengan keras yang diharapkan Keira mengetahui hal yang terjadi, karena Reino baru saja bersama dengan Keira.

Keira pun keluar dari kamarnya dengan berusaha menutupi air matanya. Tangan dan kaki Keira bergetar pada saat itu.

“Reino kenapa, Bun?” tanya Keira yang berusaha menutupi semuanya.

“Bunda gak tau, tiba-tiba ada suara keras dari arah kamar Reino. Kamu dengar? Reino terus-terusan membanting kepalanya ke dinding tembok kamarnya?” ucap Bunda sambil menangis, sementara Reino tetap saja menyakiti dirinya tanpa memperdulikan orang lain di sekitarnya tanpa memperdulikan aliran darah dari sudut kepalanya.

“Rei?” ucap Keira pelan sambil mengetuk pintu kamar Reino. Tidak bisa ditutupi, air mata Keira tumpah begitu saja.

“Reino, Bunda khawatir,” ucap Bunda sambil menangis, ”Ayah cepatt!”

“Reino gapapa, Bun,” ucap Reino dengan suara yang sangat menunjukan kesakitannya.

“Buka pintunya sayang,” ucap Bunda Fiona.

Tidak lama kemudian Ayah datang menbawa kunci cadangan kamar Reino. Syukurlah Reino tidak menyimpan kuncinya pada pintu sehingga mudah bagi Ayah membuka kamar Reino dengan kunci cadangan.

Bunda segera berlari menuju Reino, memeluk Reino dengan erat. Melihat anaknya yang tertunduk lemah di sudut kamar.

Reino membalas pelukan Bundanya, memeluk erat seperti meminta pertolongan. Pelukan Reino menceritakan hal yang terjadi pada dirinya. Bunda menguatkan pelukannya lagi, hanya itu yang dibutuhkan oleh Reino.

Just a Little Closer [Completed✔️]Where stories live. Discover now