Chapter.08

236K 14.2K 255
                                    


Nafiza tersenyum membalas sapaan dari para twman-teman yang bekerja di tempat yang sama dengannya. Setelah tiga hari tidak masuk karna mengurus Alvira yang sakit. Akhirnya Nafiza bisa kembali bekerja di Kafe.

Seperti biasa suasana Kafe selalu ramai apalagi saat menjelang sore hari. Banyak anak anak muda yang menjadikan kafe tempat mereka nongkrong bersama atau pun lainnya.

Karna ada begitu banyak pelanggan yang ada, Nafiza harus bekerja double biasanya ia hanya mencatat pesanan pelanggan lalu akan ada pelayan lainnya yang bertugas mengantar pesanan tapi, saat ini Nafizs harus mencatat dari tempat satu ke tempat lainnya lalu mengantarnya juga.

Hari ini Nafiza benar-benar sibuk saking sibuknya ia tidka menyadari keberadaan Azka yang duduk di salah satu meja yang terdapat di sudut ruangan.

"Naf, ini anterin di meja no 23." ucap salah satu teman kerjanya.

"Ok." Nafiza mengambil nampan yang berisikan kopi panas.

"Aneh panas begini kok minun kopi panas?" Pikirnya.

Nafiza meletakkan kopi panas di depan seorang pria yang sedang sibuk dengan ponselnya

"Silakan di nikmati," ucap Nafiza dengan menunduk sopan.

"Bisakah kamu tidak menunduk. Kamu harus menatap orang yang kamu ajak bicara," ucapan pria yang terdengar dingin namun familiar di telinganya

"Aneh tapi..." Nafiza merasa aneh dengan pelanggan yang baru saja menegurnya. Ia merasa tidak salah dengan sikapnya sebagai pelayan di Kafe. Bukannya tidak sopan jika menatap si pelanggan? Tapi, di sisi lain ia merasa kenal dengan suara yang baru saja menegurunya.

"Mas, Az..." Kaget. Saat ini Nafiza kaget dengan keberdaan pria yang ada di hadapannya. Pria yang tak lain adalah suaminya itu kini duduk dengan santainya di depannya.

Azka Aldhinan Athala. Suami Nafiza.

Suami yang begitu ia cintai tapi, sayangnya suaminya tidak mencintainya.

"Maaf saya permisi," ucap Nafiza ia ingin menghindar dari Azka tapi sayangnya langkah Nafiza harus terhenti saat Azka menggenggam lengannya.

"Maaf, Tolong lepa.." ucapan Nafiza terhenti ketika Azka membuka suaranya

"Aku ingin bicara denganmu Nafi, Dan kamu harus bicara denganku!" seruh Azka dengan nada dinginnya dan tak terbantahkan. Jangan lupa dengan tatapan tajamnya yang membuat Nafiza langsung mengangguk tanpa sadar.

"Tunggu sebentar aku izin dulu," ucap Nafiza.

"Tidak, Kamu pasti akan lari."

"Tidak, Aku tidak akan lari. Kumohon biarkan aku izin dulu," ucap Nafiza merasa tidak enak dengan tatapan para pelanggan yang ada. Meski tidak mengeluarkan keributan yang bisa memancing perhatian tapi mereka tetap saja menjadi pusat perhatian, baik pelanggan dan juga teman-teman kerja Nafiza. Tak terkecuali Aulia.

"Tidak!"

"Mas..." Azka menarik napasnya pelan lalu melepaskan genggamannya membiarkan Nafiza mendekati temannya, Aulia.

Tak butuh berapa menit Nafiza dan Azka keluar dari dalam kafe.

"Mobil ini. Bukankah ini mobil yang sama yang terparkir di depan rumah kemarin?" Batin Nafiza bertanya-tanya.

"kalo iya, berarti Mas Azka sudah tahu keberadaanku dan anak-anak? Ya Tuhan! apa mas Azka akan mengabil mereka?"

"Masuk!" Perintah Azka pada Nafiza. Pria itu membuka kan, pintu mobil untuk Nafiza.

"Cepat, Nafiza! Kita tidak ada waktu berlama-lama di sini." Nafiza mengangguk dan masuk ke dalam mobil Azka.

"Kita mau ke mana?" Tanya Nafiza sedikit tidak tenang. Pikiran Nafiza mulai melayang kemana-mana, Ia tidak ingin Azka tahu tentang anak-anaknya karna ia tahu, Azka pasti akan mengambil mereka darinya.

Nafiza tidak ingin itu terjadi.

.
.
.
Sampai di taman dekat sekolah dan rumah Nafiza. Azka menghentikan mobilnya lalu keluar dari mobil di ikuti Nafiza.

"Ikuti, Aku." Nafiza hanya mengangguk dan mengikuti langkah Azka yang masuk ke dalam taman yang sepi.

"Mas, Az..." Baru saja Nafiza ingin membuka suara menyakan sesuatu Azka langsung memeluk erat Nafiza seakan akan tidak ada hari esok.

"Jangan pergi lagi Nafi, jangan menjauhkan aku dengan kalian lagi." ucap Azka serak bersama mata dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Pada akhirnya ia bisa memeluk dan mendekap badan mungil Nafiza.

"Mas Azka menangis?" Batin Nafiza

"Maafkan aku. Aku yang dulu menyakitimu Nafi, aku mohon. Berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, berikan aku kesempatan bersamamu dan anak-anak, Arka dan si kembar Alvaro dan Alvira," lanjutnya.

"Nafi... Nafiza sudah memaafkan semuanya tapi,  kembali bersama mas Azka. Nafi butuh waktu," ucap Nafiza membuat Azka terdiam sambil mengepalkan tangannya

"Kenapa Nafi? kamu bilang sudah memaafkanku tapi, kenapa kamu tidak ingin aku memperbaiki semuanya?" Tanya Azka.

"Bukan begitu Mas. Nafi sudah memaafkan mas Azka. tapi..." Nafi menarik napasnya pelan lalu menghembuskannya "Kembali bersama? Nafi butuh waktu. Nafi mohon," Lanjutnya dengan mata yang sudah memerah karna air matanya

"Jangan menangis sayang," Tangan Axka terulur menghapus air mata Nafiza yang sudah menetes. I menarik napasnya.

"Baiklah, aku akan memberimu waktu Nafi tapi kumohon, kmau jangan pergi lagi."

Nafiza tak menjawab, ia hanya mengangguk saja, lagi pula Nafiza akan pergi kemana? Ia sudah terlalu nyaman di kota kelahirannya ini.

"Tunggu Mas, Mas tau tentang si kembar?" Tanya Nafiza baru menyadari kalau Azka tadi menyebut si kembar yang berarti Azka tahu tentang Alvaro dan Alvira.

"Iya jauh sebelum aku kemari. Aku sudah tahu soal mereka. Aku juga sudah tes DNA dan hasilnya membuktikan kalau Alvaro dan Alvira adalah anakku." jelas Azka

Nafiza menarik napasnya mendengar penjelasan Azka, ia tak heran jika Azka bisa mendapatkan informasi tentangnya mengingat Azka adalah orang yang bisa melakukan apa pun dengan uangnya.

Nafiza menatap sekeliling taman matanya terkunci pada mobil yang ia lihat dan kembali menatap azka

"Mobil itu? Apa itu mobil Mas Azka?" Tanya Nafiza yang di jawab anggukan kepala oleh Azka

"Jadi mobil itu yang kemarin?"

"Iya" jawab Azka.

"Kemarin aku bertemu dengan Arka dan Alvaro di jalan. Aku ingin mengantar mereka tapi Arka tidak mau."

"Nafiza," Panggil Azka membuat wanita itu menatapnya.

"Bagaimana keadaan Alvira?"

"Mas..."

"Ya, Aku tahu Alvira sakit. Aku tahu dari Alvaro."

"Alvaro? Mas bertemu Alvaro? di mana? Apa mas bilang Kalau___"

"Ya, Aku bertemu dengannya di sekolah. Aku tidak memberitahukan siapa Aku. Aku ingin kamu yang memberitahukan pada Mereka Nanti," potong Azka

"Huuf...." Azka menghembuskan napasnya untuk menghilang rasa sesak di dalam dadanya.

Nafiza yang di yang ditatapnya mengalihkan matanya

"Nafi," panggil Azka lagi.

"Ayo pulang anak-anak pasti sedang menunggumu."

Azka menggenggam tangan Nafiza dan menariknya lembut menuju ke arah mobil miliknya yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Setelah sampai di mobil Azka langsung menjalankan mobilnya ke arah sekolah anak-anaknya meski hari sudah sore ia tahu anak anaknya masih di sekolah menunggu Nafiza.

***

Bersambung....

Kamis : 08.03.2018

Dear Nafiza (Proses Revisi/terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang