Chapter. 30 (New)

158K 7.6K 651
                                    

Duduk di depan meja rias seraya menatap kosong kearah cermin adalah hal yang Nafiza lakukan beberapa hari ini, terhitung sudah tiga hari Nafiza serta anak-anaknya berada di New york, tempat tinggal keluarga Ayah dari Nafiza. Baskara, Nama keluarga besar Ayah Nafiza. keluarga Baskara adalah keluarga yang berasal dari Indonesia karna sesuatu di masa lalu keluarga besar tersebut pindah ke New York.

"Melamun lagi?" Tanya Fikri membuat Nafiza tersentak, ia menatap Fikri melalui pantulan cermin yang ada di hadapannya.

"Mau sampai kapan begini terus?" tanya Fikri lagi

"Buat apa menangisi dia, dia yang sudah bahagia di atas sakit dan kehancuranmu?"

Fikri menarik napasnya saat melihat air mata Nafiza mengalir begitu derasnya, melalui cermin.

"Sudahlah Natta, Hidup ini terlalu singkat untuk di habiskan dengan orang yang salah. dan dari pada kamu mengurung diri di kamar seperti ini. Lebih baik buka lembaran baru bersama anak-anak di negara ini. lupakan dia." Tambah Fikri lalu berlalu dari kamar Nafiza.

'Luapakan? bagaimana bisa aku melupakan pria yang ku cintai terlebih lagi dia Ayah dari anak-anakku?' Batin Nafoza bertanya-tanya.

Meski hati wanita itu sudah tersakiti oleh suaminya namun ia tetap mencintainya, entah kenapa Nafiza berharap padanya. padahal jelas-jelas Azka menyakitinya dan jelas-jelas Azka tak menganggapnya lagi. Bodoh, Yah Nafiza akui dirinya bodoh. bodoh karna masih menginginkan Azka bukan hanya menginginkannya tapi juga mencintainya. salahkah ia mempertahankan Azka? Suaminya, Ayah dari anak-anaknya?

Nafiza menghapus air matanya saat mendengar suara getaran ponsel yang ada di atas meja rias, Ponsel itu milik Arka yang di berikan oleh Azka waktu itu, karna ada nomor tak di kenal mengirim pesan gambar yang tak seharusnya anak di usia Arka melihatnya. Pesan gambar itulah yang membuat Nafiza mengambil ponsel tersebut dari Arka.

Nafiza menghembuskan napasnya saat suara getaran ponsel tersebut sudah tak terdengar lagi, namun baru beberapa saat menarik napas lega karna ponsel itu sudah tak bergetar. Ponsel tersebut kembali bergetar membuat Nafiza melihatnya kembali.

Ayah, itulah nama si pemanggil di ponsel tersebut. Nafiza membiarkan saja hingga panggilan tersebut berakhir, tak ada niatnya untuk mengangkat panggilan tersebut

"BUNDA... BUNDA... BUNDA..." teriak seorang anak kecil yang sedang di kuncir dua, di balik pintu kamar milik Nafiza.

"Ya sayang?" sahut Nafiza seraya menghapus air matanya.

"HUA... BUNDA..." kembali Alvira berteriak dan mulai menangis membuat Nafiza beranjak dari duduknya dan membukakan pintu untuk Alvira.

"Kenapa sayang?" tanya Nafiza, Ia berjongkok agar bisa menyamakan tingginya dan Alvira.

"Ayah..." Ucap Alvira

"A..yah?"

Alvira mengangguk. "Ayah belantem, Bunda..."

"Ayah berantem?" Tanya Nafiza

"Iya, belantem sama Om Kiki, di bawa." Jawab Alvira membuat Nafiza terdiam.

"Bunda..." Panggil Alvira membuat Nafiza tersadar.

"BIARKAN, AKU BERTEMU NAFIZA!"

"TIDAK, AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU BERTEMU DENGAN NAFIZA."

BRAK
BRUK

Nafiza segera berdiri ketika mendengar suara teriakkan dari Azka serta Fikri di susul oleh suara lainnya.

Dengan segera Nafiza melangkah dan berdiri di pembatas balkon. di mana ia bisa melihat keributan di lantai satu.

"BIARKAN AKU MENEMUI, NAFIZA!" Teriak Azka.

Dear Nafiza (Proses Revisi/terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora