chapter 3 : Senja

1.8K 237 70
                                    

Suasana mendung menyelimuti daerah jakarta barat, suasana yang kelam dan mencekam di ruang 302 yang berada di sebuah rumah susun di daerah tersebut, gemuruh tetangga saling berbisik membicarakan penghuni di sana.

"MATI KALIAN SEMUA..! MATIIIIII...!"

teriakan menggema di sepanjang lorong lantai 3 tersebut, teriakan yang sangat nyaring untuk seorang gadis muda di dalam kamarnya, tangan dan kakinya terikat di tiap ujung penyangga tempat tidur.

"Bagaimana romo?!" tanya orang tua si gadis cemas.

"Ada dua pilihan, yang pertama saya telepon teman saya di Vatikan untuk meminta jasa pengusiran arwah atau exorcist, tapi itu membutuhkan waktu lama untuk ditanggapi pihak sana, sekitaran seminggu mungkin lebih," jelas sang lelaki paruh baya yang di panggil romo tersebut.

Tangis ibu si anak semakin pecah mendengar lamanya waktu untuk membantu anaknya yang sedang meronta-ronta sambil meracau tentang kematian.

"Dan pilihan kedua apa pak?" tanya si suami.

"Kalau itu..."

-TOK..TOK..TOK..-

suara pintu terketuk mengalihkan pembicaraan mereka.

"Assalamualaikum..!"

sebuah salam terdengar dari balik pintu kayu tersebut..

6 jam sebelumnya..

"TENG..TENG..TENG..TENG"

Bunyi bel mengema seantero gedung kelas, murid-murid mulai membanjiri pintu gerbang, pak Kusni mejeng di pintu gerbang dengan kacamata hitam dan baju satpamnya, sambil mengoda gadis-gadis sekolah ini yang hendak ingin pulang, sungguh tua bangka cap kambing bandot.

Naura terlihat membereskan peralatan belajarnya, hari ini tidak ada yang begitu spesial, hanya belajar dan belajar, saat istirahat pun Naura ke mushola sehabis itu ia berkeliling untuk mengenal sekolahnya lebih jauh bersama teman barunya yang bernama Indah, berkenalan dengan teman-teman perempuan lain di kelasnya kemudian ke perpustakaan untuk membaca novel disana, beberapa murid cowo berusaha kenalan akan tetapi tidak di gubris oleh dirinya, kesan dingin sedingin es tergambar jelas dari diri gadis tersebut.

Beda cerita dengan Surya, sehabis ibadah sholat dia nongkrong di kantin ngobrol ngalor ngidul sama gengnya, geng trimasketir yang terdiri dari si Bambang jangkung, Ucok bulet dan Surya di tengah, geng trimasketir terkenal sebagai geng yang berfaedah, makan gorengan 3 pas bayar 5, sodakoh kata mereka.

Sehabis ibadah ashar Naura berjalan meninggalkan mushola, melewati murid-murid paskibra yang sedang berlatih baris berbaris ia berjalan perlahan menuju gerbang sekolah menuju ke jalan raya, saat itu hanya ada dia yang berada di jalan aspal pintu keluar, langkah kakinya terhenti di bawah pohon beringin, mata batinnya menangkap aura gerak gerik makhluk tak kasat mata, akan tetapi ia tidak melihatnya, ia bertanya-tanya kemanakah makhluk tadi pagi yang menakut-nakutinya tersebut, setetes air menetes di depan naura, akan tetapi setelah ia lihat lebih jelas itu bukan air akan tetapi residual astral yang berupa darah yang jatuh dari atas dirinya.

"HIHIHIHIHI..!"

pekik tawa yang lirih akan tetapi nyaring terdengar memekakkan telinga dari atas tubuh naura.

Tubuh naura tak bisa bergerak, seutas kain putih penuh darah turun di depannya dalam sekejap wajah kuntilanak tersebut berada di depan naura.

"Mau kemana mba, kita main-main dulu yuk HIHIHIHIHIHI..!!"

Bau amis menyeruak dari balik tubuh kuntilanak yang sedang berada di depan wajah Naura, mual bercampur takut membuat naura sontak berbalik arah, mulutnya terdiam seribu bahasa, akan tetapi hati kecilnya berteriak sekeras-kerasnya.

Surya Dikala SenjaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon