Chapter 2.2 Berangkat

832 75 3
                                    

"Tolong … ja-jangan bunuh saya … sa-saya mohon," rintih seorang gadis belia diatas sebuah altar sesembahan berornamen tengkorak dan tulang belulang ditiap sisinya, disebelahnya tengah berdiri Evelin dengan mata sebelah kiri yang berpenutup bagai seorang bajak laut namun masih memperlihatkan kecantikan yang hakiki sangat berbanding terbalik dengan aura gelap nan kelam yang menyeruak dari sekitar tubuhnya.

"Sshhh … tenanglah nak, ini tidak akan sakit," serunya lirih kepada sang gadis yang tangan dan kakinya terikat diatas altar tersebut.

"Am-ampuni saya … saya akan melakukan apapun yang anda minta tapi tolong jangan bunuh say … HURgghgghhh!!"

Belum sempat sang gadis bersua sebuah belati telah menyayat leher gadis tersebut dengan pelan membuat darah segar bercucuran dari tungkai leher hingga jatuh kelantai, seketika energi jiwa sang gadis yang hendak keluar dari raga seakan meresap kedalam tubuh Evelin.

"Hmmm … tumbal kali ini begitu segar, aku merasa lebih muda tiga tahun, Kyahahahahaha," seru Evelin sendiri dengan tawanya yang mengerikan membuat siapa saja yang mendengarkan terjerembab dalam ketakutan.

Perlahan dari pintu depan datang salah satu anak buah Evelin dengan berjalan sedikit menunduk, "Permisi ratu, hamba ingin melaporkan sesuatu," serunya dengan sedikit gemetar.

"Ada apa?" tanya Evelin tanpa menatap bawahannya tersebut.

"Mata-mata kita yang berada di dimensi kedua telah mendapati Surya ditemani seekor genderuwo sedang menuju Pujakerana," seru sang anak buah.

"Hmm … itu berarti Surya telah termakan jebakan kita mentah-mentah, semua telah berjalan sesuai dengan rencanaku, hhmhahahahahaHAHAHAHA."

"Ta-tapi ratu, maaf bila hamba lancang, apa tidak apa-apa bagi Gundara menghadapi Surya seperti itu, Jagal saja dihabisinya dengan sangat mudah," seru sang bawahan.

Evelin menatap nanar sang anak buah dengan tatapan merendahkan, "Gundara adalah mata kananku, dia telah membuktikan kekuatannya dengan menguasai Pujakerana sendirian, apa kau kira Surya yang hanya manusia biasa bisa seorang diri mengalahkan satu kerajaan kera?!" tanya Evelin pada sang anak buah tersebut.

"Ma-maafkan hamba ratu, hamba salah, hamba permisi."

Sedangkan dilain tempat..

-Ting-

Pintu lift terbuka secara perlahan, sepasang gadis tengah berdiri didalam bilik lift tersebut, satu mengenakan setelan jas hitam selaras dengan kacamata hitam miliknya yang ia kenakan sedangkan gadis satunya memakai jaket biru muda dengan hijab putih menutupi puncak kepalanya, mereka berdua berjalan bersamaan keluar dari bilik lift ditemani tatapan-tatapan kagum dari para manusia dilobi markas Other yang melihat kearah mereka.

"Luna mengapa ramai sekali disini? Bukankah terakhir kita kesini tidak seramai ini?" tanya Naura yang keheranan dengan pemandangan di depannya. Dilobi banyak berlalu lalang pemuda pemudi yang sekilas menatap Naura dan Luna yang keluar dari bilik lift, tatapan terpesona banyak tersirat dari para laki-laki tatkala menatap kedua gadis itu, pandangan mereka seakan teralihkan dengan paras manis nan cantik gadis berhijab yang baru saja keluar dari lift.

"Kami para agen Other lebih banyak bertugas dimalam hari sedangkan waktu pagi hari seperti ini kami gunakan untuk beristirahat dimarkas," terang Luna menjelaskan.

"Oh pantas saja banyak yang lalu lalang seperti sekarang, tapi kenapa tatapan mereka seperti itu ya sama kita?" tanya Naura dengan tatapan risih.

"Hmfh … biasalah, efek terlalu lama sendirian dibawah tanah, para lelaki disini jadi jelalatan tiap ada yang bening lewat," geram Luna menatap malas kelakuan para pemuda dilobi.

Surya Dikala SenjaWhere stories live. Discover now