chapter 2.23 : Kembang api

648 61 9
                                    

Dinginnya desir angin merajam kulit seakan menggenggam lengan hingga terasa kedalam tulang dan gelap malam kian mencekam tatkala permadani awan menutupi terangnya rembulan. Didepan gerbang Pujakerana yang telah porak poranda diterpa ledakan tengah berbaris ratusan jin hitam dari ujung satu ke ujung lainnya didepan tembok tinggi kerajaan Pujakerana.

Dari reruntuhan gerbang kerajaan jin itu telah datang sang pemimpin dari para jin hitam, Gundara datang seraya disambut sahutan perang dari para pasukannya.

"Kapten … bagaimana keadaannya?" tanya Gundara dengan tatapan tajam kesalah satu jin hitam yang terlihat menyeramkan dengan kalung tengkorak melingkari lehernya.

"Hormat saya untuk anda baginda, pasukan musuh terlihat berada dihutan diatas bukit dengan seekor naga hitam menjaga mereka dan …"

"Dan apa?" tanya lagi Gundara sembari menaruh gada emasnya diatas tanah.

"Dan didepan sana mereka hanya mengirimkan satu manusia, sepertinya mereka ingin berunding dengan anda paduka," seru sang kapten dari para jin hitam.

Gundara menatap kedepan, terlihat sesosok pemuda dengan kaus putih dan celana pendek hitam dipadang sabana luas tersebut, sang manusia tengah berdiri sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dadanya.

"Segera panah manusia itu dan jangan biarkan ia hidup," seru Gundara dingin.

"Siap paduka!!" seru sang kapten, ia segera beranjak pergi kearah pasukan jin hitam dan mulai memberikan aba-aba dengan teriakan lantangnya.

"PEMANAH!!"

Para pemanah dari pasukan jin hitam yang tengah berada diatas tembok kerajaan mulai mempersiapkan busur mereka masing-masing.

"BIDIK!!"

"TEMBAK!!"

-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-

Ratusan anak panah melesat dan melayang terbang dari peraduan dan siap menerjang apapun yang menghadang.

-Jreb-
-Jreb-
-Jreb-
-Jreb-
-Jreb-

Bunyi anak panah terdengar mendarat diatas tanah namun dari sekian banyak anak panah yang berpendar tak satupun ada yang sampai mengenai sang manusia.

Sang kapten seakan tidak percaya dengan keadaan yang tengah terjadi didepan mata telanjangnya, dengan aba-abanya ia kembali berteriak lantang.

"APA KALIAN SEMUA BUTA!! BIDIK YANG BENAR!!" seru sang kapten gusar.

"BIDIK!!"

"TEMBAK!!"

-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-
-Syuut-

Ratusan anak panah kembali melesat namun sama seperti sebelumnya, tidak ada satu anak panah pun yang menyentuh tubuh pemuda tersebut.

Sosok pemuda itu masih berdiri tegap tanpa ada satupun tanda ketakutan tersirat diwajahnya, bahkan manusia itu terlihat tersenyum miring sambil menggaruk-garuk pucuk kepalanya.

Gundara yang melihat hal tersebut hanya terdiam sembari duduk diatas sebuah batu reruntuhan gerbang dengan tatapan sinis yang seakan menusuk punggung sang kapten jin hitam, tidak mau kehilangan muka didepan sang pemimpin, kapten itu segera berjalan kedepan sembari membawa senjata miliknya.

"MINGGIR KALIAN!!!" Seru sang kapten penuh amarah melewati para pasukan jin hitam, langkah kaki sang kapten semakin berderap kearah depan barisan.

"BAGONG!!" seru sang kapten memanggil salah satu anak buahnya.

Surya Dikala SenjaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora