#20

333 11 0
                                    

Acara makan malam bersama selesai. Makanan udah gak bersisa, meja pun telah rapih begitu pula piring-piring yang dipakai tadi udah bersih dan masuk ketempat rak penyimpanan.

Seperti biasanya, dalam keluarga kita kalo setelah makan itu adalah saatnyaaa menonton acara televisi. 😆😅

Ralat! Hehehe, Papa mengajak kita semua ngumpul canda tawa ditaman belakang.

Rumah ku memang minimalis, katanya Papa dan Mama emang sengaja minta ke om-om arsitektur untuk mendesign rumah yang gak begitu mewah namun memiliki dua lahan yang cukup luas. Yaitu lahan untuk parkir kendaraan dan lahan untuk taman. Biar bisa buat barbeque-an gitu.

Saat itu juga entah kenapa rasanya aku ingin memisahkan diri dari mereka. Aku gak nyaman dengan tatapan juga tingkah Kak Iam dan Ragi. Pasalnya mereka berdua caper beut ke aku. 😅

Aku jadi merasa gak enakan sama Papa, Mama, apa lagi Mbak Lian yang udah aku tahu kalo dia suka sama Kak Iam.

Beberapa menit telah usai, waktu udah menunjukan pukul 21:00.
Aku udah gak tahan berlama-lama bersama mereka. Aku pun akhirnya (pura-pura) ke toilet.

"Mah, Lingga toilet bentar ya." Seruku dengan malas

"Iya. Jangan lama-lama ya, Dek."
Aku hanya membalas ucapan Mama dengan senyuman.

Aku gak tahu kalo ternyata Ragi sedang mencari kesempatan untuk bisa ngobrol berdua denganku. Aku berjalan masuk ke dalam rumah dan beberapa menit kemudian Ragi menghampiriku yang tengah duduk di mini sofa yang sengaja ditempatkan gak jauh dari ruang tamu.

Aku mainkan salah satu game yang ada di HPku. Tiba-tiba ditutuplah mataku dengan sebuah tangan yang memiliki jari panjang.

"Siapa nih?" Sungutku kesal. Pasalnya aku tengah asik bermain game.

"Hehehe... tebak siapa coba?"

Aku memang gak bisa menebak dari fisiknya, apa lagi soal tangan. Tapi aku bisa menebak suara dan harum parfumnya yang segar juga soft.

"Ragi... Please deh nanti ngegame aku kalah." Rengekku

Dia pun akhirnya melepaskan tangannya dan mulai mengacak-acak rambutku seraya duduk ditepian sofaku.

"Kok bisa tahu sih?"

"Hmmm"

"Ih bete aku punya pacar kayak kamu."

"Dan gue lebih bete lagi dengan orang yang seenaknya mengklaim kalo gue itu pacarnya." Ketusku

"Kamu benaran gak mau jadi pacar aku, Ling? Aku mau serius sama kamu." Cetusnya yang tiba-tiba langsung membuat jantungku berdetak lebih cepat.

"Ling?"

"Hmmm. Lo kenapa sih, Gi?" Sahutku dengan mencoba sesantai mungkin dan sedikit untuk menetralisir detak jantukku yang lebay berderu.

Dia hanya diam menundukan wajahnya seraya pidah duduk kebawah tepat dekat dengan kakiku. Aku gak tahu harus jawab apa karena aku pun masih ragu padanya.

"Kamu kenapa pergi gitu aja?" Tiba-tiba dia bersuara setelah sekian detik hanya diam tak berbuat apapun.

"Maksudnya?" Sahutku yang masih kurang paham akan pertanyaannya

"Aku punya telinga dan masih berfungsi jelas. Kamu bilang mau ke toilet?"

"Udah tadi. Ngapain juga pake lama-lama disana." Jawabku asal

"Masa? Coba kamu ulang ucapan kamu itu tapi mata kamu harus natap aku." Pintanya

"Males ah. Kalo lo gak percaya ya udah. Lagian gak perlu di percaya juga kok." Sahutku yang masih bergelut dengan permainan dalam HPku

Aku, Rindu Kamu Yang Cemburu [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora