BAB 1 : Dream and Real

13.4K 607 65
                                    

.
.
.
.
.
.
Pagi hari yang panas di Pekanbaru membuat Alfares enggan untuk keluar
dari rumahnya. Ia memilih untuk berdiam diri sejenak di kamarnya
sambil mengatok-atik komputernya. Suatu hal yang biasa yang dilakukan
oleh Alfares Ivandi. Pria itu mengurung diri di Penthousenya sambil
mengurus blog dan juga programme yang ia jalankan.

Hari minggu yang biasa untuknya. Enam hari kedepan ia harus bekerja
sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah swasta yang bertaraf
internasional di Pekanbaru. Bukanlah hal yang menyenangkan dan
terdengar membosankan menurut Alfares Ivandi. Orang-orang mengatakan
dirinya adalah guru yang pendiam, dingin, irit bicara, dan lebih
memilih komputernya dari pada orang lain. Hanya guru-guru tertentu
yang dapat memahami dirinya.

Alfares Ivandi mempunyai rahang tegas dengan bulu-bulu halus di ujung
dagunya. Ia berkaca mata, bagiku itu adalah hal yang umum bagi orang
yang suka mengotak-atik komputer. Seperti yang kalian tahu, layar
komputer dapat merusak mata. Rambutnya panjang sebahu dan sedikit
ikal. Saat ia pergi ke sekolah, Alfares Ivandi selalu menguncir
rambutnya agar terlihat rapi. Tubuh berotot yang indah bagaikan Dewa
Yunani. Dan yang terakhir, mata hijaunya yang tajam bagaikan elang.
Semua guru wanita sangat menyukai dirinya, berharap-harap bila ia akan
menjadi istri Alfares Ivandi dan mendapat gelar Nyonya Ivandi
nantinya. Tapi, itu hanyalah khayalan semata.

Alfares Ivandi mempunyai gangguan psikologis yang membuat dirinya
merasa panik tiba-tiba dan terkadang emosional. Karena gadis itu...

"Mata hijau besar bagaikan emerald," Alfares selalu menggumamkan hal
itu sebelum ia jatuh tertidur.

Mengenai mata hijau, semua orang beranggapan pastinya seseorang itu
adalah gadis dari luar negeri yang mempunyai ras kaukasoid. Entah apa
yang di pikirkan Alfares, pria itu tidak bisa bangkit dari masa
lalunya.

Alfares selalu memimpikan sesuatu hal mengenai gadis itu tiap malam.
Ia berkata: ombak, aman, kabin, malaikat, dan juga gadis kecil. Hanya
kata-kata itu yang selalu ia keluarkan setiap malam. Bagi orang awam,
mereka pasti akan bingung dengan mimpi Alfares. Tapi, bagi orang
dengan kepintaran yang tinggi, ia pasti akan tahu bila mimpi buruk itu
adalah awal dari trauma masa kecilnya.

"Tuan Alfares Ivandi," Ia menoleh saat wanita dengan pakaian khas
hotel datang menghampirinya.

"Ada apa?"

Wanita yang bekerja sebagai resepsionis itu memberikan sepucuk surat
kepada Alfares. Surat dengan amplop padi dengan bentuk amplop coin.
Melihatnya sekilas orang-orang pasti tahu bila itu berasal dari dinas
pemerintahan kota setempat.

"Siapa yang mengantarnya?"

"Seorang kurir dinas, Tuan."

PENGADILAN TINGGI NEGERI KOTA PEKANBARU.

Alfares mengerutkan keningnya. Apa ia pernah melanggar hukum
sebelumnya? Apa ia akan disidang karena melanggar rambu-rambu lalu
lintas? Pria itu memilih untuk duduk di lobinya dan membaca surat
tersebut.

Surat itu menceritakan mengenai hak asuh anak dan juga wali. Alfares
kembali mengerutkan keningnya dengan dalam saat membacanya. Hal yang
sangat ia tak mengerti. Pria ini telah berumur tiga puluh tahun dan
sudah menginjak kepala tiga, tetapi ia belum menikah sama sekali.
Seperti rumusan masalah pada skripsi atau pun jurnalmu, Alfares
menulisnya di dalam hati: Siapa yang akan menjadi anakku?

Di barisan isi surat tertulis, Senin, 26 Desember 2017, dan itu
menandakan hari esok adalah hari dimana ia harus pergi ke pengadilan.
Ia merasa ragu akan hal ini, Alfares tidak pernah pergi kesana
sebelumnya. Mengenai hak asuh anak dan wali, ia rasa hal itu hanyalah
pertemuan dengan pengacara mereka.

The Unfortunate LoveWhere stories live. Discover now