BAB 24 : In Memoriam

3K 180 10
                                    

Senin besok author mau ujian, jadi update part berikutnya mungkin lebih lama. Makanya hari ini author update supaya ada waktu senggang untuk ngetik sama belajar haha

Terima kasih yg sudah mengomen, vote, dan untuk silent reader, semoga dapat hidayah untuk mengapresiasi....

Selamat membaca dan jangan lupa vote terlebih dahulu ^^
.
.
.
.

Leon belum pernah menangani hal
ini. Ia tidak pernah menangani langsung disaat penyakit Alfares kambuh kembali. Hanya Juan, dokter pribadi Alfares dan Keluarga Arsenio yang memberitahukannya kepada Leon. Kali ini, Leon hanya menelpon salah satu dokter yang pernah ia kunjungi di Las Vegas sebelumnya. Ia meminta untuk datang ke mansion ini dan menangani Alfares.

Beliau mengatakan bila Alfares baik-baik saja. Ia hanya shock, hal itu sudah biasa mengingat riwayat penyakit psikis dan mentalnya sebelumnya. Dokter bertanya mengenai resep obat yang biasa dikonsumsi oleh Alfares. Sayangnya, Leon tidak mengetahuinya. Karena itu, ia meminta salah satu pelayan untuk mengecek kamar Alfares untuk memastikan obat apa yang biasa ia gunakan bila penyakitnya kambuh. Pelayan itu membawa tabung obat kecil yang berisikan pil. Leon meyakini bila itu adalah obat yang selalu dipakai Alfares.

Alfares masih tertidur lelap dengan infus yang berada di tangannya. Ia tidak hanya pingsan akibat kepalanya yang tiba-tiba pusing dan nafasnya yang sesak. Pikirannya berkelana kemana-mana. Memorinya kembali berputar mengeluarkan tape record yang dahulu memudar. Bayangannya bukanlah sebuah film hitam-putih. Kali ini benar-benar jelas dan penuh warna.

Pita film itu berputar dalam ingatan Alfares. Kali ini ia berhenti disaat tahun ke delapan belas dirinya, tigas belas tahun yang lalu. Alfares remaja yang tengah duduk di meja belajarnya yang berada di penthouse Pekanbaru. Meja penuh dengan berbagai macam buku-buku yang ada. Buku penuh akan rumus-rumus, buku berbagai bahasa, dan buku dengan istilah-istilah ilmiahnya.

Pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan Leon yang berumur dua puluh tiga tahun dengan celana jeans dan jaket hoodie-nya berwarna merah maroon. Ia memasuki kamar Alfares sambil tersenyum. Sekilas, ia melirik kearah buku-buku yang berserakan di meja, oh ada beberapa yang tergeletak di atas kasur. Leon tersenyum kepada adik satu-satunya itu. Tapi, Alfares masih memasang wajah murungnya yang kentara.

"Kau rajin sekali," Kata Leon berniat untuk basa-basi. Alfares hanya menjawabnya dengan senyum miring. "Persiapan ujian PTN?"

Alfares mengangguk. Lalu ia kembali mengerjakan soal-soal yang ada. Ia tidak tahu bagaimana untuk mengembalikan semangat Alfares. Semenjak ia diusir secara halus oleh ayahnya sehingga berakhir di penthouse ini bersama beberapa pelayan, Alfares bersikap murung dan selalu menjawab dengan ketus.

"Jurusan apa yang ingin kau ambil?"

"Teknik Informatika, mungkin. Bila tidak berhasil aku akan mengambil Bahasa Inggris," Jawab Alfares sambil tetap fokus mengerjakan soal-soal.

"Oh, itu bagus."

"Kakak kenapa kesini? Apa ayah ingin mengatakan sesuatu kepadaku melalui perantara kakak?"

"Ehm, kau benar."

"Katakan," Perintahnya.

"Ayah ingin mengajakmu untuk liburan keluarga minggu depan."

Alfares menghentikan aktifitasnya. Ia meletakkan pensilnya dan menoleh kepada Leon dengan dahi berkerut.

"Sangat mencengangkan ayah mengajak diriku setelah ia mencampakkanku dari rumah," Alfares berucap dengan sarkasme yang kental.

Leon tersenyum. "Anggap ini permintaan maaf dari ayah."

"Oh, aku ragu akan hal itu."

"Alfares, apa kau membenci ayah?"

The Unfortunate LoveWhere stories live. Discover now