BAB 8 : Decision

5.3K 289 10
                                    

Terima kasih yang telah memvote, comment, dan membaca. Yang silent reader semoga diberi hidayah untuk meninggalkan jejak di cerita saya :v

Sepertinya part ini panjang banget soalnya author lagi senang senangnya nulis. Selamat baca membaca ya, jangan lupa vomment, makasih^^

.

.

.

"Misa... Misa... Berhubungan dengan masa laluku?"

Alfares mengucapkan hal itu setiap saat di dalam hati. Mendengar perkataan Chou, ia terus berusaha mengingat masa lalunya. Misa dan dirinya pernah bertemu sebelumnya di suatu tempat yang tidak dapat dia ingat. Sialnya, sebagian memorinya di masa lalu telah hilang sebagian akibat traumanya. Hanya beberapa memori yang dapat pria itu ingat. Kejadian di sebuah dek kapal dan juga gadis kecil dengan mata hijaunya yang tengah menangis.

"Apa Misa adalah gadis kecil yang selalu aku pikirkan?"

Itu tidak mungkin! Memang, Alfares selalu berpikir bila Misa adalah gadis kecil di masa lalunya. Saat pertama kali mereka bertemu, Alfares langsung beranggapan bila Misa adalah gadis kecil yang hilang tersebut. Melihat umur dan juga waktunya, pemikiran ini benar-benar cocok dengan kejadian 12 tahun yang lalu. Tapi, bukankah masih ada gadis lain dengan warna mata hijau seperti Misa? Misa bukanlah satu satunya gadis bermata hijau di dunia ini.

Suara bel berbunyi nyaring di dalam kelas. Segera semua murid membereskan peralatan dan buku-buku mereka dari atas meja dan bersegera untuk pulang. Begitu juga dengan Alfares, ia mematikan laptop yang ada di hadapannya dan memasukkannya ke dalam ranselnya.

Setelah ucapan salam kepada guru, mereka semua keluar dari kelas. Oh, ada beberapa murid yang masih di dalam kelas untuk melaksanakan piket harian. Alfares meraih ponselnya di saku dan segera menghubungi Misa. Ia tidak ada jadwal apa pun setelah pembelajaran hari ini, karena itu setelah bel berbunyi ia ingin mengatakan kepada Misa bila mereka akan langsung pulang.

Saat ia akan memencet tombol hijau di ponselnya, Alfares kembali teringat akan kejadian tadi pagi yang membuat hatinya merasa tenang untuk sesaat. Dalam hati ia berkata: "Kau gila, Alfares! Kau telah mencopot satu tali kekangmu lagi." Tapi, ia tidak menyesal akan hal itu. Disaat Misa menyentuh dadanya, disaat itu ia tersadar dari mimpi buruknya. Tangan Misa membawakan ketenangan kepadanya lebih daripada obat-obatan yang di berikan Juan untuknya.

Alfares kembali tersenyum mengingat bagaimana Misa tampak panik dan mencoba untuk melakukan CPR dengan kemampuan seadanya. Oh, saat itu dadanya terasa sakit karena Misa menekannya sedikit kuat. Tapi, itu tidak membuat Alfares merintih kesakitan, pria itu hanya menikmatinya.

"Hallo..."

Alfares mendengar suara Misa yang lemah disana. "Hallo, Misa. Kau dimana?"

"Aku ada di kelasku. Ada apa, Pa?"

Suaranya lemah dan lambat. Alfares berpikir Misa masih malu-malu kepadanya akibat insiden tadi pagi. Saat mereka berangkat ke sekolah, Misa memilih untuk diam di dalam mobil. Begitu juga dengan Alfares yang memilih untuk diam.

"Kita langsung pulang hari ini. Semua urusanku sudah selesai di sekolah."

"Oh, baiklah. Aku akan menunggu Papa di parkiran."

Alfares berjalan menuju parkiran. Di sana, ia menemukan Misa yang menunggu di bawah pohon. Melihat Alfares, ia segera datang menghampiri. Tidak, Alfares berpikir hanya Misa sendiri yang berada di sana. Ada satu orang lagi, seorang laki-laki yang tidak ingin ia temui.

"Papa, Paman Leon..."

"Kenapa kau kesini?"

Alfares menghiraukan Misa dan langsung menghampiri Leon begitu saja. Leon menjawab dengan senyuman dan raut wajah tenang, menghiraukan tatapan Alfares yang menusuk tajam kepadanya.

The Unfortunate LoveWhere stories live. Discover now