BAB 23 : All the Truth

3K 192 23
                                    

Marina Lorenza, itu adalah nama ibu dari Leon dan juga Alfares. Tertulis di belakang foto ibu mereka. Alfares masih tidak memahami ini semua. Tangannya bergetar disaat Leon mengatakan bila ibunya telah meninggal. Tapi, bagaimana bisa? Lebih tepatnya, bagaimana bisa ia tidak mengetahui bila ibunya telah meninggal?

"Aku.... aku tidak mengingat ini semua..." Ia seperti orang bodoh. Rasanya sangat kosong. "Aku tidak mengingat kapan ibu meninggal."

"Tiga belas tahun yang lalu, di kapal pesiar Australia menuju Singapura. Tanggal 18 Februari 2005 hari dimana kematian ibu dan juga terputusnya ingatanmu. Kau tenggelam bersama dengan Misa, Alfares."

Alfares tidak mengingat semua itu. Walaupun Leon telah menjelaskan kepadanya, tapi ia tidak pernah mengingat dan merasakan hal itu. Misa tenggelam bersamanya? Bagaimana bisa?

"Kau selalu mencari gadis kecil bermata hijau yang sama seperti dirimu, bukan?"

"Tidak," Alfares menggeleng. "Itu hanya mimpi. Aku selalu memimpikan gadis bermata hijau itu di dalam sebuah kabin kapal. Itu tidak nyata, Leon. Aku hanya sering bermimpi. Dan aku merasa memiliki koneksi dengan gadis yang berada di dalam mimpi itu."

"Tidak, Alfares," Leon menjawab dengan tegas. "Itu semua hanya kilasan memorimu. Kau pernah tenggelam dan terkena amnesia. Kau tidak mengingat tiga tahun pasca kecelakaan kapal itu. Waktu itu umurmu delapan belas tahun dan kau bangun dari komamu hanya mengingat saat itu tahun 2002 dan kau berkata umurmu masih lima belas tahun."

"Oke, aku tidak mengerti maksudmu. Kenapa kau baru mengatakan hal ini sekarang?! Kenapa kau tidak mengatakannya disaat aku baru saja bangun dari koma?!"

"Karena kau sudah terlewat batas! Kau dan Misa sudah terlewat batas, Alfares. Kau seharusnya tidak boleh jatuh cinta kepada Misa!" Leon menaikkah nada suaranya.

"Apa-apaan ini!? Dia hanyalah anak angkatku! Kami tidak ada hubungan darah sama sekali!"

"Dia bukan hanya anak angkatmu atau kau hanya wali Misa. Misa Adelia Quinn adalah adik kandungmu, Alfares Ivandi!"

Alfares terdiam dengan raut terkejut yang kental. Ia membelalakkan mata dan jantungnya berdetak sangat kencang. Pernyataan konyol mana lagi ini?! Misa adalah adik kandungnya? Oh, goddess shake! Itu tidak mungkin. Dia adalah anak bungsu di keluarganya.

Alfares menyipitkan matanya. Keterkejutan di wajahnya berganti dengan raut marah. Leon telah mengetahui hubungan dirinya dan Misa. Bila ia ingin memisahkan mereka berdua dengan memberikan pernyataan yang tidak masuk akal ini, Alfares tentunya akan marah besar kepada kakaknya tersebut.

"Omong kosong," Ucap Alfares dengan tajam. "Jadi, kau datang jauh-jauh dari Indonesia ke Las Vegas untuk mengatakan hal omong kosong ini?! Keluar dari rumahku, SEKARANG!"

"Ini tidak omong kosong, Alfares," Ya, Leon sudah bersiap untuk menghadapi situasi terburuk sekali pun. Karena itu, ia berusaha untuk meyakinkan Alfares. "Apa kau tidak pernah bertanya-tanya apa hubungan Misa dengan keluarga kita? Apa kau tidak pernah bertanya-tanya kenapa wajahmu sangat berbeda dari kami semua? Dariku?

"Kau pernah mengatakan bila kau dan Misa mempunyai koneksi satu sama lain. Itu bukan koneksi antar dua orang yang saling mencintai. Itu adalah koneksi yang mempertegas bila kalian adalah kakak dan adik. Misa merasa nyaman bersamamu karena tubuhnya merasakan kalian mempunyai gen yang sama. Kalian bersaudara, Alfares."

"Tidak, tidak!" Alfares menggelengkan kepalanya menyangkal hal itu semua. "Itu tidak mungkin! Kami mempunyai orangtua yang berbeda. Hanya kau dan aku yang bersaudara. Aku masih mengingatnya, tidak ada anak kecil lainnya di rumah saat itu. Hanya kau dan aku!"

Leon mengambil salah satu amplop padi dan mengeluarkan berkas yang ada di dalamnya. Lalu, ia meletakkannya di hadapan Alfares. Tertulis disana: "Gugatan Perceraian dan Hak Asuh Anak," lalu beberapa lembar lainnya yang bertuliskan "Akta Cerai" yang bernamakan Yordan Arsenio dan Marina Lorenza, nama orangtua mereka.

Kembali Leon membuka amplop lainnya. Kali ini berkas-berkas berisikan buku nikah. Terdapat dua buku nikah: yang berasal dari Indonesia dan juga yang berasal dari Australia. Rowan Quinn dan Marina Lorenza tertulis di salah satu surat yang ada disana. Menikah pada tanggal 7 Januari 2001. Alfares fokus kepada nama dari pria tersebut. Rowan Quinn.... Misa Quinn, nama yang sama dengan Misa

Alfares mematung ditempat. Udara serasa kosong, hampa, dan ia sulit bernafas disaat semua kebenaran yang dipampangkan ini dapat menembus pikirannya. Ia mengerti akan semua ini. Hubungan Misa dengan dirinya dan keluarganya. Mengenai Misa yang dikatakan adik kandungnya.

"Kau tahu, kenapa ayah sangat membencimu?"

Alfares tidak menjawab. Tangannya meraih berkas-berkas itu semua. Membulak-balikkannya dan membacanya sambil menahan nafasnya. Tangannya bergetar saat melihat foto ibunya bersama pria yang bernama Rowan itu di sebuah foto pernikahan yang berada dalam amplop.

"Ibu berselingkuh dengan pria yang bernama Rowan itu. Kau tahu bila ibu dan ayah menikah tidak karena cinta. Ibu menikahi ayah yang berbeda sembilan tahun dari ibu karena dijodohkan. Saat itu umur ibu tujuh belas tahun. Hasil dari perselingkuhan ibu, lahirlah dirimu, Alfares."

Alfares melirik tajam kepada Leon. "Apa?!" Tidak cukup dengan kebenaran mengenai Misa adalah adik kandungnya, sekarang ia mengetahui fakta bila dia adalah anak hasil perselingkuhan?!

"Kau mempunyai wajah dan mata yang sama dengan Misa. Ayah bukanlah keturunan bule yang memiliki mata hijau sepertimu. Setelah mengetahui fakta itu, ayah menceraikan ibu dan mengasingkanmu di penthouse."

"Aku tidak membencimu, Alfares. Aku masih menganggapmu sebagai adikku. Adikku satu-satunya. Karena itu, untuk kebaikanmu aku memberitahukanmu semua ini. Kalian bersaudara, kau dan Misa. Aku tahu perasaanmu kepada Misa tapi ini sudah terlarang, Alfares. Rasa sayangmu kepada Misa hanyalah rasa sayang kakak kepada adiknya."

Tiba-tiba, Alfares bangkit dari kursinya. Wajahnya datar tetapi kulitnya berlahan-lahan memucat. Tatapannya hampa disaat ia melirik kepada Leon.

"Aku... ingin ke kamar," Ucapnya.

Leon tidak membantah. Ia membiarkan adiknya itu untuk menyindiri sejenak. Kebenaran ini tentunya membuat dirinya sangat shock. Leon menghela nafas. Semua tugasnya telah selesai. Sekarang, ia bisa membiarkan Alfares berlahan-lahan memahami ini semua.

Lalu, tiba-tiba ia mendengar suara berdebum yang keras yang diiringi dengan suara teriakan wanita di luar sana. Spontan, Leon segera berdiri dari posisinya dan berlari keluar ruang kerja Alfares. Disana, ia melihat dua orang pelayan yang berlutut dengan Alfares yang terbaring di lantai. Oh, astaga! Apa penyakit psikisnya ini kambuh lagi?! Leon menghampirinya sambil merasakan kulit Alfares yang berlahan-lahan mendingin dan basah karena keringat. Segera, Leon membawa Alfares ke kamarnya dan menghubungi dokter terdekat.

Thanks yg udh baca cerita ini sampai habis, jangan lupa berikan vote dan vommentnya ^^
PS: Maaf udh lama gak update soalnya banyak banget tugas hehe....

The Unfortunate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang