Bab 6 : Fucking Memories

6.2K 328 15
                                    

Akhirnya dapat update setelah lama pulkam di kampung. Oh ya, kalau ada typo, kritik, saran silahkan comment aja dan jangan lupa vote
Makasih ^^
.
.
.
.
.
.
.

"Gadis kecil, kau mengingatnya?"

Misa mengerutkan dahinya saat ia mendengar pertanyaan tersebut dari pria tua di ujung meja. Ia baru saja menginjakkan kakiknya di ruangan ini dan perkataan pertama untuk menyambut kehadirannya adalah "Gadis kecil, kau mengingatnya?"

"Mengingat apa?" Spontan Misa menjawab, walau dengan suara yang kecil.

Kakeknya tersebut menoleh kearahnya. Tablet yang ia pegang di letakkannya di atas meja.

"Tidak, tidak," Pria tua itu menjawab. "Aku hanya menonton video di tabletku."

Gadis itu masih berdiri di depan pintu. Pria tua itu memandang Misa dari atas hingga bawah. Ia masih muda, pikirkannya dalam hati. Tidak ada kesan tertentu saat pria tua itu melihat Misa sebelum ia melihat sesuatu yang tersembunyi di balik kelopak matanya.

Kakeknya tersebut menyuruhnya untuk mendekat kepadanya. Misa masih terlihat malu-malu, tapi disaat ia memandang Sang Kakek dengan kedua bola mata hijaunya, raut wajah keriput itu semakin memperdalam kerutannya di dahi.

"Kau..." Nadanya terdengar tidak suka. "Kau mirip dengan Alfares."

Mirip dengan Alfares. Yah, semua orang mengatakan hal itu kepadanya. Bola mata hijau mereka dan juga wajah bule yang di miliki oleh mereka berdua. Beberapa temannya di sekolah mengatakan bila mereka seperti ayah dan anak sesungguhnya. Tapi, nada suara dan raut wajah Sang Kakek mengatakan itu bukanlah hal yang baik.

Misa mencoba untuk memberikan senyuman kepada kakeknya. Gadis itu berusaha untuk memberikan kesan positif terhadap beliau.

"Salam kenal kakek, namaku Misa. Dan... sekarang aku menjadi anak dari putra kakek, Alfares Ivandi."

Mata beliau menatap tajam kepada Misa. "Kau lancar berbahasa Indonesia walaupun berasal dari luar negri. Berapa umurmu?"

"Umurku enam belas tahun," Jawab Misa.

Sang kakek tampak berpikir. Ia berjalan lambat menuju kursinya dan tampak menatap kearah kalender yang berada di meja. Misa terus mengamati Sang Kakek, walau dalam hatinya ia berkata, apa ia memberikan kesan yang tidak menyenangkan kepada beliau?

"Duduklah."

Misa duduk di kursi yang berada di hadapan Sang Kakek. Sesekali matanya melirik ke sekeliling ruangan untuk menghilangkan kecanggungan. Kesan pertama yang Misa rasakan saat bertemu kakeknya adalah beliau tampak menyeramkan dan dingin. Setiap ia berbicara dengan beliau, Misa dapat merasakan tatapan tajam kakeknya.

"Aku memanggilmu dan Alfares kesini untuk bertemu dengan kalian. Aku tidak menyangka bila ia mengadopsi anak perempuan dengan mata hijau seperti dirinya," Beliau tersenyum miring. "Anak itu masih belum move-on."

"Aku bukan diadopsi. Tuan Ivandi adalah waliku sekarang."

"Tuan Ivandi?!"

Misa terkejut saat mendengar suara kakeknya yang meninggi. Ia melirik sejenak kearah kakeknya sambil bergumam dalam hati: "Apa dia mengatakan hal yang salah?"

Lalu, berlahan-lahan sudut bibir beliau terangkat sehingga membentuk sebuah senyum miring yang tampak meremehkan. Misa melihat semua gestur tubuh Sang Kakek. Kaku, sedikit tempramen menurutnya, dan juga ia selalu mengulas senyum miring saat membicarakan Alfares.

"Aku alergi dengan warna hijau. Karena itu aku tidak menyukai warna mata kalian."

Tanpa sadar, ia mengigit bibir bagian bawahnya. Perkataan kakeknya tanpa sadar menyinggung dirinya— ataukah Sang Kakek benar-benar tidak menyukainya? Misa terus berpikir di otak kecilnya.

The Unfortunate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang