BAB 22 : One Step to the Truth

3.6K 197 9
                                    

Terima kasih yang masih membaca cerita ini dan terima kasih juga yg telah memvote dan comment heheh
...

Sebenarnya saya gak tahu mau sambutan apa jadi, saya selalu ngucapin makasih doang hehe. Ya udh, silahkan membaca, jangan lupa berikan apresiasi ke cerita saya ya 
Thankyou^^


Alfares tengah mengancing bajunya disaat salah satu pelayan datang ke kamarnya.Ia berkata bila Leon telah tiba pagi ini dan ingin bertemu dengan dirinya. Oh, kakak satu-satunya Leon yang tiba datang tanpa memberi tahukan apa pun kepadanya? Alfares bergumam lalu segera merapikan bajunya. Dalam perjalanan ia bertanya-tanya apa yang ingin Leon bicarakan kepadanya mengingat sebelumnya kakaknya itu pernah mengatakan ingin menyampaikan sesuatu yang penting kepada dirinya.

Ponselnya berdering menandakan telepon masuk. Alfares menggerutu disaat melihat siapa yang tengah menelpon dirinya. Sekretarisnya, Jennie memanggilnya pagi-pagi seperti ini. Alfares menggeser tombol hijau di ponselnya dengan enggan dan segera menjawab panggilan dari Jennie.

"Ada apa?" Tanyanya dengan suara datar.

"Aku akan kerumahmu Alfares. Beberapa meter lagi aku akan sampai," Katanya di sebrang sana.

Alfares menghela nafas. "Aku bisa pergi ke kantor tanpa kau jemput sekali pun."

"Aku hanya ingin menjalankan tugasku, Alfares. Bisakah sekali saja kau menerimanya?"

Hening sejenak. Alfares menaikkan sebelah alisnya. Apa ia terlalu bersikap emosional kepada sekretarisnya? Oh, sungguh— walaupun Alfares berusaha untuk bersikap profesional saat bekerja dengan Jennie tanpa membawa perasaan dan emosinya, bagaimana pun juga melihat wajah Jennie mengingatkan Alfares akan kesalahan yang dilakukan wanita itu beberapa tahun yang lalu. Ia membenci hal itu.

"Baiklah," Jawab Alfares singkat dan segera mematikan telpon.

Alfares akan turun menuju lantai bawah disaat ia mendengar suara gelak tawa Misa yang berasal dari ruang makan. Lalu, samar-samar ia mendengar suara Leon yang menyahut tawa Misa. Ah, kakaknya itu benar-benar telah datang. Leon selalu bersikap menyenangkan kepada Misa. Satu hal yang membuat Leon lebih unggul daripada dirinya. Leon mempunyai sifat yang ramah, berbanding terbalik dengan dirinya yang lebih suka mengintimidasi, begitu yang dikatakan kakaknya sebelumnya.

Mereka tengah sarapan pagi, lebih tepatnya hanya Misa yang sarapan pagi. Leon berada di sampingnya sambil memegang secangkir kopi dan menopang kepalanya dengan tangannya. Misa tampak mengunyah serealnya, menelannya, lalu kembali mengobrol dengan Leon. Mereka tidak menyadari kehadiran Alfares. Alfares berjalan menghampiri mereka dan berdehem, mencoba untuk menyadarkan mereka berdua dengan kehadiran dirinya.

"Oh, daddy," Panggil Misa.

"Alfares," Sapa Leon.

Alfares menjawab dengan anggukan. "Kau sudah tiba? Sebelumnya kau tidak memberitahuku."

"Maafkan aku. Aku tidak ingin mengganggumu."

Alfares menaikkan sebelah alisnya. Ya, kemungkinan Leon akan mengganggunya seperti kemarin bila ia menelpon kemari. Seperti biasa, Alfares dan Misa menikmati waktu bersama mereka hingga pagi menjelang. Ia berusaha untuk menghindari hal-hal yang mengganggu dirinya dan Misa nantinya. Ia meletakkan ponselnya di laci dan menonaktifkan suaranya lalu mengunci pintu kamarnya.

"Aku mendengar dari pelayan bila kau ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Apa yang ingin kau katakan?"

"Oh," Leon meletakkan cangkirnya di meja. "Sebaiknya kita membicarakannya saat berdua saja."

"Apa tidak bisa disini?"

Misa memandangi dua orang dewasa di depannya. Leon menggelengkan kepala menandakan jawabannya adalah "Tidak".

The Unfortunate LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang