1. The Amethyst Eyes

54.4K 3.2K 92
                                    

Lutut dan tumitnya telah berkali-kali terantuk sudut dinding. Kaki itu telanjang-alasnya tertinggal entah di mana. Guratan luka bermunculan, lama-lama bertambah banyak. Suhu lorong bawah tanah menurun drastis. Napasnya sesak, semakin sulit menghirup udara, apalagi dalam kegelapan panjang yang mengikutinya-menyatu dengan bayangan.

Katup jantung serta paru-parunya terancam robek. Dia pun menangis begitu melihat sekelilingnya berputar tidak terkendali. Tangan yang bergetar itu merengkuh perutnya, melindungi nyawa rentan yang berada dalam dirinya. Susah payah dia meraih gagang pintu. Tubuhnya menjeblos masuk lalu memasang kuncian rapat-rapat.

Tertatih-tatih, dia melangkah mundur hingga punggungnya menghimpit. Dia memejamkan mata, mengeluarkan lebih banyak bulir kilau yang ditahannya. Kain renda pada bagian punggung menggesek dinding. Kakinya tidak lagi kuat menopang tubuh. Dia merosot, lalu menangis lagi tanpa suara. Hatinya makin tercabik melihat garis cabang merah yang kental terserap pada gaunnya yang putih.

Maaf, sayang ..., isaknya. Maaf tidak bisa melindungimu.

Tapi bayi yang tidak bersalah itu tidak akan sendiri. Dari sejak memutuskan keluar dari kastil tersebut, dia sudah tahu. Mereka tidak akan melihat hari esok.

Tidak ada pula belaian lembut dan rengkuhan hangat laki-laki itu.

***

Dalam kamar yang remang-remang di sebuah manor, tubuh seorang gadis berbaring gelisah. Tangan dan kakinya bergerak tidak beraturan. Kepalanya yang dibanjiri keringat berbalik ke kanan dan ke kiri. Dia mencengkeram dan meremas selimutnya, menyalurkan ketegangan dari mimpi tengah malam.

Hentikan.

Jantungnya bertalu liar. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Netranya meluruhkan dinding kewarasannya.

Siapa pun.. keluarkan dirinya dari sana!

Tinggalkan aku sendiri!

Rintihan serta lenguhannya dalam sekejap berubah menjadi teriakan dan jeritan. Bagaikan kerasukan, tubuh kurus itu menggelepar, mencakar-cakar udara kosong. Tenggorokannya tercekat setelah berteriak terus menerus hampir tanpa jeda. Lama-lama busa keluar dari mulutnya.

Di luar kastil, seorang laki-laki bertubuh tinggi menjulang menatap nyalang pada pemandangan sekitar. Jubah yang dia kenakan meliuk melebar diterpa angin yang membekukan. Pintu utama yang mulanya terkunci tiba-tiba terbuka lebar. Pengawal yang berjaga terperangah. Buru-buru mereka menunduk pada laki-laki itu.

Ketukan boots menggaung dari anak-anak tangga yang didaki. Tergopoh-gopoh, para pelayan yang dibangunkan paksa mengikutinya. Mata laki-laki itu memicing ketika hampir sampai di kamar yang dia tuju. Apa yang dia lakukan sama dengan tadi. Pintu itu pun langsung terbuka lebar setelah bunyi dobrakan meski tak ada sentuhan.

"Susa!" Kelambu langsung disibak, menampakkan sosok gadis itu lebih jelas. Para pelayan di belakangnya menahan napas melihat mulutnya yang berbusa. Ranjangpun berguncang akibat amukan anggota geraknya. "Bangun Susa!!"

"Tabib akan datang sebentar lagi, Tuan Juda."

Tidak. Juda tidak akan menunggu kedatangan siapa pun untuk apa yang akan diperbuatnya. Laki-laki itu kemudian duduk tepat di samping Susa dan menarik dagu gadis itu supaya menukik tajam ke atas. Tidak memedulikan guncangan tubuhnya, Juda menekan-nekan dada Susa lantas menarik seketika kepingan-kepingan mimpi yang memutar.

"Apa yang terjadi?" Para pelayan di belakang Juda seketika menyingkir, memberi jalan pada laki-laki itu. Alisnya bertaut tidak senang karena Juda menghalanginya melihat Susa. "Apa yang kau lakukan?"

CassiopeiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora