14. Relentless

7.2K 835 29
                                    

Susa tidak sadar telah menahan napas begitu melihat laki-laki itu tersenyum. Namun berkatnya, saat dia mengembus pelan, beban yang dia bawa berangsur-angsur terangkat pergi. Ibarat kuncup bunga yang baru mekar, serbuk samarnya tidak sengaja terhirup. Morfin yang terkandung menyebar ke paru-paru Susa.

Tanpa melepaskan kontak mata keduanya, Corinth keluar dari kerumunan para gadis yang berkerubung. Susa tidak ada bedanya dengan mereka. Sosok laki-laki itu begitu menyihir. Susa tidak bisa menyangkal hal ini, karena dia bahkan mengalaminya sejak pertama kali mereka berdua bertemu.

Sialnya sebelum Corinth menghampir, mendekat tamu-tamu undangan lain yang juga tertarik pada tampilan asing Susa di pesta-pesta yang lalu. Keseluruhannya laki-laki hingga gadis itu langsung disergap kepanikan. Kakinya seakan melekat total pada lantai hingga tidak bisa bergerak sedikit pun.

"Lihat wajah baru di sini. Sepertinya ini pertama kalinya aku melihatmu."

"Apa kau datang sendirian?"

"Siapa namamu?"

Mereka secara bergantian menyebutkan nama masing-masing beserta nama keluarga. Tiap mereka bicara, Susa akan balas memandang wajah-wajah itu, tapi itu justru menimbulkan reaksi yang buruk pada tubuhnya yang setengah beku dan tegang. Mereka bisa melihat wajahnya dengan jelas sekarang. Mudah saja bagi mereka menyewa pembunuh bayaran setelah menyebutkan ciri-ciri Susa.

Seseorang meringsek masuk, membelah garis lingkar di sekitaran Susa. Setelah sosoknya sempat terhalang, Corinth menghampiri gadis itu, tidak peduli tatapan terganggu yang menghunjam. Tangannya meraih jemari Susa kemudian menariknya pergi.

"Musik akan segera dimainkan," ucapnya kemudian berbalik.

Mereka berdua melangkah makin ke tengah aula, di saat berpasang-pasang tamu telah berkumpul dan bersiap. Momennya sempurna. Susa menurut saat digiring. Netranya mengerjap-ngerjap merasakan sentuhan di pinggangnya, juga genggaman yang menyalurkan kehangatan. Telapak tangan Susa juga merambah ke bahu Corinth yang bidang.

Hanya butuh kendali dari pandangan keduanya yang terkunci, dan Susa melangkahkan kakinya mengikuti tempo lagu yang mengalun lembut.

"Aku senang kau datang, Susa," bisik Corinth. Bulu kuduk Susa meremang menyadari bibir laki-laki itu hampir-hampir menyentuh pelipisnya. "Kau membuatku ingin sekali mencongkel mata semua pria yang ada di sini."

Susa baru memberanikan diri mendongak menatapnya lagi saat Corinth merentangkan jarak. Tubuh yang jangkung dan bidang itu mengayunkan Susa. Genggamannya menguatkan dan melemahkan Susa di saat yang sama. Dan melalui warna ungunya yang menyorot lembut, Corinth seakan berkata padanya, betapa dia telah amat menanti dan merindukan momen ini.

Langkah mereka tidak lagi menurut tempo, bahkan memelan. Sementara tangan kanannya mengeratkan tautan, Susa entah kenapa terdorong menggunakan tangan kirinya merambah naik. Dia pernah melakukan ini sebelumnya, sebagai imbas kehadiran Corinth yang magis dan tidak diragukan lagi mampu membiusnya.

Lagi-lagi laki-laki itu menyelamatkan Susa. Ibarat tubuh yang rentan dan lunak, dia bersembunyi di balik cangkang yang melindunginya.

Sejak kapan Susa melupakan rasa aman seperti yang diberikan laki-laki asing itu?

"Oh, astaga ... aku seperti melihat lukisan yang bergerak," ucap seorang wanita dibarengi gumaman setuju di dekatnya.

Juda yang berada tidak jauh dari orang-orang yang berkomentar tersebut, bergeming di tempatnya—juga terkunci pada pemandangan yang sama. Kedua orang itu seperti berada dalam dunianya sendiri. Mereka tidak peduli pada alunan musiknya dan bergerak sesuai kemauan. Apalagi kini, Susa tampak tanpa ragu menyentuh sisi wajah Corinth.

CassiopeiaWhere stories live. Discover now