36. The Red Sky

5.3K 644 43
                                    

Kuncian laki-laki itu begitu kuat hingga Susa merasa seperti tercekik. Juda merengkuh kedua lengannya. Kurang dari sedetik, dia bahkan tidak membiarkan Susa mencerna dulu kalimat barusan. Bibir itu meraup Susa, membungkam semua reaksi akibat tindakan yang tiba-tiba.

Saat itulah ledakan cahaya berpendar amat menyilaukan.

Vonn refleks memejamkan mata.

Tidak jauh dari sana, Corinth dan Viro sama-sama berjengit kaget. Kepala keduanya meneleng ke satu arah. Viro menggertakkan gigi-giginya. Hampir saja dia melesat ke kemah Susa, tapi Corinth lebih dulu menghantam tubuhnya telak hingga terpelanting jauh.

Corinth tidak akan bisa melenyapkan Viro, karena laki-laki itu adalah vampir darah murni seperti dirinya. Hal itu juga berlaku sebaliknya. Kemunculan kristal perak yang terlalu mendadak dengan segera mengacaukan benak Corinth. Kristal perak itu jelas-jelas miliknya. Tapi seharusnya hanya Kisaralah yang memegang benda keramat tersebut.

Corinth harus bergerak cepat sebelum Viro berbalik. Di saat kristal perak muncul, mereka dihadapkan pada dua pertanda: keuntungan, karena mereka memiliki alat untuk memusnahkan yang lain, atau bahaya jika benda itu jatuh ke tangan yang salah.

Vampir sepertinya yang berkubang dalam kekelaman, berlari menyongsong cahaya. Mata air panas seolah menyembur tumpah ruah dalam dada. Hati Corinth dibanjiri rasa rindu yang tidak mampu lagi dibendung.

Kisara datang. Dia ada di sini. Batinnya terus membisikinya berulang-ulang.

Dalam sekejap, Corinth menemukan satu kemah yang paling luas di antara yang lain. Secepat kilat dia menyibak tirai pintu masuk. Sekujur tubuhnya seketika mengeras bagai batu.

***

Susa tidak punya kesempatan mengelak sewaktu Juda menyatukan bibir keduanya. Sebelum otak gadis itu mampu memberi perintah untuk melepaskan diri, aliran familier perlahan-lahan memenuhi semua inderanya. Matanya memejam, tapi dia seakan melihat. Telinganya tuli, tapi dia bisa mendengar. Permukaan kulitnya lumpuh, demi memusatkan diri pada kehadiran sesuatu.

Ciuman Juda nyaris serupa kecupan yang dilayangkannya saat Susa bermimpi buruk. Tapi kali ini kekuatan yang dia salurkan lebih kuat. Juda tidak hanya menempelkan bibir mereka. Laki-laki itu tengah memberikan Susa sesuatu.

Kala tautan itu terlepas, Susa mengerjap. Cahaya yang masih berpendar di sekeliling mereka membuatnya masih merasa di awang-awang. Tidak lama kemudian, dia menemukan tangannya yang tengah menangkup sesuatu. Sebuah batu yang bening berkilau. Susa mendongak ke arah Juda, tatapannya bertanya.

"Itukah yang kau cari?" ucap Juda—tidak pada Susa. Dia lantas menoleh pada seseorang yang hadir di ambang pintu masuk kemah.

"Kenapa ..." Corinth mendengar suaranya sendiri bergetar. "Kenapa itu bisa ada padamu?"

Susa tidak mendengar suara kedua laki-laki itu karena telah terpancang sepenuhnya pada benda yang ada di genggamannya. Penampakannya begitu indah dengan cahaya yang memancar sendiri. Susa entah kenapa merasakan kehangatan menjalar dari telapak tangan. Napasnya berubah sesak. Tubuhnya merosot lalu tangisnya tumpah.

"Ibu ... ibu ...," sebutnya menahan perih.

Kaki Corinth melekat kuat pada lantai yang dia pijak. Tubuhnya nyaris tidak bisa digerakkan. Hanya jantungnya yang berdetak bagai berpacu. Susa tidak menahan tangisnya. Isakan yang meraung keras mengiris hati Corinth yang sudah lebih dulu terluka.

"Kisara bukan kembaran Susa, Yang Mulia, bukan pula Susa ..."

Ucapan Gail terngiang dan terus memantul. Apa kenyataan itu yang ingin dia utarakan? Jawaban yang selama ini mereka cari-cari. Pertanyaan-pertanyaan yang mengusik mereka apabila Susa bukanlah Kisara. Mereka terlalu gegabah menyimpulkan satu hal sebagai jawaban. Dan dengan konyolnya Corinth membiarkan hal itu menumbuhkan kebencian pada Susa yang tidak tahu apa-apa.

CassiopeiaWhere stories live. Discover now